“Kali ini bukan sebuah album konsep, tidak ada tema khusus yang mengalir di sekujur album. Saya menulis lirik yang bagus, tentang cinta, tapi sisi negatif dari cinta. Tentang kecemburuan, kepedihan, ketakutan, dan permainan-permainan cinta. Jadi ini sebuah album cinta. Cinta yang bisa seperti penyakit atau juga sebuah mantra.”

Itu paparan meyakinkan dari Mikael Åkerfeldt tentang “Sorceress”, album terbaru milik band progmetal asal Swedia, Opeth, yang akan dirilis akhir September 2016. Vokalis, gitaris dan penulis lagu utama Opeth tersebut kembali menggarap “Sorceress” di Rockfield Studios, Wales bersama Fredrik Åkesson (gitar), Martin Mendez (bass), Martin Axenrot (dram), Joakim Svalberg (kibord) dan produser Tom Dalgety. Sebelumnya, Opeth juga menggarap rekaman album “Pale Communion” (2014) di Rockfield, studio yang juga pernah digunakan oleh Queen, Rush, Judas Priest dan Mike Oldfield.

Banyak hal yang mempengaruhi konsep musik yang dituangkan Opeth di album terbarunya ini. Pertama, adalah menyangkut referensi musik yang semakin melebar. Kini, Mikael mengaku agak terpengaruh elemen jazz. Ia mulai kerap mendengarkan jazz dan membeli album-album rekaman John Coltrane. Namun disamping itu, Mikael juga tetap membeli dan mendengarkan album-album rekaman dari genre progresif, symphonic rock, singer/songwriter, metal dan hard rock.

“Jadi album ini sangat variatif,” cetus Mikael. “Satu-satunya hal yang selalu saya pikirkan adalah menulis lagu yang tidak saling terkoneksi di album ini. Saya memastikan lagu-lagunya terdengar baru, membuat setiap lagu benar-benar berbeda satu sama lain.”

Faktor lainnya, adalah suasana studio rekaman yang sangat tenang serta pola kerjasama di band yang semakin solid.

“Ada masanya suasana rekaman menyebalkan. Kali ini justru saya berharap tidak cepat usai. Ada rasa sepi yang terasa saat saya meninggalkan studio tersebut. Saya menyukai menulis lagu di studio. Sangat menyenangkan di Rockfield. Banyak kuda, kerbau dan domba. Sangat tenang. Studio ini juga bisa ditinggali, kami semua tinggal di sana, sehingga kami bisa bermain, rekaman dan bercengkerama. Sebuah situasi band terbaik yang pernah saya alami. Inilah formasi terbaik Opeth bagi saya. Kami tak pernah bertengkar, kami bisa bekerja secara profesional, sebagai tim yang baik. Kami juga berteman dan selalu bersama walaupun saat tak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan Opeth.”

“Sorceress” adalah album pertama Opeth di bawah bendera label Nuclear Blast, yang berkolaborasi dengan label milik mereka sendiri, Moderbolaget Records.

 

 

 

Kredit foto: Stuart Wood