“Year Of A Down”, sebuah single milik pasukan Nu Metal berbasis Bogor, SPRM telah diluncurkan dalam format digital sejak beberapa waktu lalu. Sebagai penegas, Sandy (vokal), Etet (gitar), Buyung Faiz (gitar), Adeville (dram) dan Shihab (bass) memerkenalkan lagu tersebut kepada khalayak metal Kota Hujan melalui sebuah hajatan release party yang digelar di Noble Roof Light (Roof and Bistro), Sukasari, Bogor pada 9 September 2017 lalu.

SPRM tidak tampil sendiri. Tetapi ditemani oleh pasukan cadas lainnya semisal Kraken, Superiots, Not For A Child, Mary Ann, dan Take One Step yang dilengkapi oleh DJ RudiJackson featuring Radylan sebagai penutup pesta. Rencananya, Sandy dkk akan melengkapi perilisan album dan single mereka tersebut dengan rangkaian tur di beberapa kota di Indonesia. Tapi sebelumnya, pada September ini, mereka akan merilis single kedua yang bertajuk “Under Attack” dalam format video musik.

“Year Of A Down” sendiri bercerita tentang momen keterpurukan yang dihadapi oleh sebagian orang yang kadang ditanggapi dengan kemarahan, kekesalan, hingga kehilangan arah di saat sebuah perlawanan menjadi suatu ketidakberdayaan. “Dan kami tegaskan, setiap badai masalah pasti dapat terlalui. Kami mampu melawan, kami mampu berdiri, karena saat kami jatuh dari lobang tidak mungkin kami menggali ke bawah, tapi satu-satunya jalan adalah merangkak naik ke atas, selama kami yakin bisa, maka semua menjadi mungkin,” urai Sandy kepada MUSIKERAS.

Lagu tersebut merupakan single pertama dari album perdana SPRM yang bertajuk “Power Of Rage”, dimana sebagian tema liriknya memang bertutur tentang kemarahan, keresahan, tuntutan perubahan, perlawanan akan keadaan, hingga motivasi diri untuk tidak pernah menyerah. Seluruh lirik yang ditulis oleh Sandy dilatarbelakangi isu-isu sosial yang terjadi di Indonesia dan dunia saat ini.

Proses produksi “Power Of Rage” dilakukan dengan sistem jamming yang dieksekusi di dalam studio. Kemudian direkam dan direvisi pada tahap akhir penggarapannya. “Siapa yang punya ide langsung ditumpahkan di studio dan tidak jarang kami rekam langsung untuk guidance dan untuk di-review, apa yang perlu ditambah dan apa yang harus dikurangi sehingga nantinya dapat disempurnakan dengan cara SPRM,” tukas Buyung.

Saat menggarap album tersebut, SPRM mengaku banyak terinspirasi oleh barisan idola mereka seperti Korn, Lamb of God, Killswitch Engage, Suicide Silence, Vision Of Disorder, Sevendust, Burgerkill, Seringai, Down For Life, DeadSquad, Down, Slipknot, hingga One Minute Silence yang dikombinasikan dengan tetesan sound yang berbalut cita rasa SPRM.

“Sasaran kami tentunya para pendengar musik ekstrim sampai ke ujung dunia. Itulah mengapa kami juga merilis album ini dalam versi digital. Kami pun berharap bisa mendapatkan sedikit ruang di skena musik indie Indonesia. Dengan kian merebaknya gigs metal besar di indonesia, kami ingin menjadi salah satu bagian dari gigs tersebut dan dapat mencatatkan nama kami tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri,” seru Shihab menimpali.

Sebagai modal utama, di “Power of Rage” bersemayam tetesan sound dan riff gitar yang mampu menghajar telinga serta baluran vokal dan lirik yang dapat membangkitkan energi positif. “Kami juga ingin mengedukasi, jika produksi musik metal indie di Indonesia dilakukan dengan cara yang serius maka produksi tersebut sudah bisa disejajarkan dengan produksi musik major label dalam dan luar negeri. Jadi, dengan alasan apapun album kami wajib didengarkan.. and you’ll get what we talk it about,” tandas Etet.

SPRM merupakan akronim dari ‘Spread Positive Rage Movement’ yang terbentuk sejak 2015 lalu lewat pengaruh kuat band-band metal era ‘90an. Dengan tuturan tema lirik seputar isu sosial yang menetesi setiap jengkal komposisi yang mereka suguhkan, SPRM berharap bisa membuat dunia lebih baik lagi dibandingkan dengan kondisi sekarang. (Riki)

.