Sejarah baru dalam karir Kelompok Penerbang Roket (KPR) yang baru terbentuk sekitar empat tahun silam, sekaligus sejarah baru bagi industri musik Tanah Air – tercapai sudah. Sebuah konser sarat muatan idealisme tinggi bertajuk “A Night at Schouwburg” yang menampilkan KPR telah dieksekusi secara elegan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta, semalam (17/12).

Ya, tercatat pertama kalinya dalam sejarah, ada pertunjukan rock yang direkam secara live di gedung bersejarah GKJ. Proyek ambisius tersebut digagas secara kolektif oleh kerjasama antara Jababa Records, Locker Event dan Berita Angkasa Management. ‘Schouwburg’ sendiri mengacu ke nama lama GKJ, yakni Theater Schouwburg Weltevreden, yang telah berdiri sejak 1821 dan telah menjadi saksi segudang pertunjukan budaya yang bersejarah. Namun baru kali ini gedung tersebut mengakomodasi suguhan musik yang sarat letupan distorsi ingar bingar nan liar.

Dari segi pengaplikasian konsep rekaman hidup, “A Night at Schouwburg” terbilang berhasil. Penonton disuguhi keriuhan rock yang ‘bening’ tanpa unsur noise yang memekakkan gendang telinga. Di sini – berkat penataan sistem suara yang profesional serta desain akustik dan artistik gedung yang memadai – bahkan lengkingan suara frekuensi tinggi dari pengeras suara yang menerjang balik ke sumber suaranya (feedback) pun bisa terdengar nikmat di pendengaran. Acungan jempol buat penyelenggara.

Tapi ya, tentu saja tak ada yang sempurna dalam sebuah pertunjukan. Kapasitas gedung bersejarah yang sebenarnya bisa mengakomodasi lebih dari 400 penonton tidak terisi penuh. Faktor ini sedikit mengurangi unsur interaksi antara KPR dengan para penonton, yang sebenarnya diharapkan bisa menghadirkan hiruk pikuk aplaus, pekikan atau sing a long penonton yang natural. Alhasil, bisa dibilang, gitaris Rey Marshall, vokalis dan bassis John Paul Patton (Coki) serta dramer I Gusti Vikranta (Viki) tak mendapatkan energi itu dan sempat terlihat ‘dingin’ di babak pertama konsernya.

Memasuki babak kedua, barulah aksi panggung mereka sedikit lebih lepas, dan mulai berani melontarkan celetukan-celetukan yang memancing respon penonton. Misalnya, ketika Coki berhasil melepaskan obrolan basa-basi di jeda lagu, ia lantas menutupnya dengan seruan: “Lumayan juga obrolan kita yang kosong ini!” Memang terkesan kosong, tapi disambut gelak tawa penonton dan berhasil mencairkan suasana menjadi jauh lebih santai.

Bagi KPR, konser ini tentunya sebuah penampilan yang sangat menantang. Ini konser tunggal pertama mereka yang berdurasi panjang, dan bukan habitat mereka menghadapi barisan penonton yang duduk rapi. Sehingga terlihat jelas, di banyak kesempatan Coki dan Rey terlihat lebih senang berdialog dengan Viky, memunggungi audiens dan mengabaikan estetika sebuah pertunjukan visual. Dan terlepas dari pengelolaan produksi konser yang tertata rapi, target untuk mendapatkan sebuah suguhan konser rock yang jujur dengan segala spontanitas keliarannya sepertinya tidak terlalu tercapai. 

Semalam, KPR menggeber sekitar 18 lagu, di antaranya “Target Operasi”, “Cekipe”, “Beringin Tua”, “Anjing Jalanan”, “Tanda Tanya”, “Berita Angkasa” dan “Mati Muda”. Juga beberapa lagu dari album “Haai” (2015), sebuah karya rekaman yang memuat nomor-nomor daur ulang milik Panbers, salah satu band legendaris era ‘70an idola mereka. Tak lupa nomor bernuansa dangdut, “Jimi Hendrikoes” yang termuat di album kompilasi “Musikeras Cracked It! Vol. 3” serta “Malam Jumat Kliwon”, lagu cover milik grup PMR (Pengantar Minum Racun). Dua lagu lagi lainnya, adalah nomor cover milik Duo Kribo, yakni “Pencarter Roket” serta lagu ‘sejuta umat’ bagi para pengagum rock Indonesia era ‘70an, “Neraka Jahanam”.

Di antara deretan lagu tersebut, KPR menghadirkan bintang tamu, yakni Absar Lebeh (gitaris Mooner), Kallula (Kimokal), Once Mekel (eks vokalis Dewa) serta musisi legendaris, Harry Anggoman (Gong 2000) yang menyumbangkan sentuhan permainan organ Hammond yang memikat. Jika berjalan sesuai rencana, hasil rekaman konser “A Night at Schouwburg” bakal dirilis dalam format cakram padat (CD) serta piringan hitam pada Februari 2018.

KPR yang mendeklarasikan pengaruh musikalnya dari para pahlawan rock Tanah Air dari masa lampau seperti AKA, Duo Kribo hingga Panbers mendapatkan kesempatan manggungnya pertama kali pada November 2013. Inspirasi nama bandnya sendiri dipetik dari salah satu judul lagu Duo Kribo (Ahmad Albar dan Ucok Harahap) yang bertajuk “Mencarter Roket”, rilisan 1978 silam. Sejauh ini, setelah meluncurkan single pertama berjudul “Mati Muda”, KPR telah menghasilkan dua album studio, yakni “Teriakan Bocah” dan “HAAI” yang dirilis pada 2015. Kini, mereka tengah menyiapkan materi untuk album mini (EP) yang rencananya akan dirilis tahun depan dalam format piringan hitam atau vinyl. Lebih jauh tentang KPR, baca ulasannya di majalah digital MUSIKERAS #12 yang bisa diunduh secara gratis di kanal Musikeras.com. (Mudya Mustamin)

Kredit foto: Budy Santoso