Ya, nama band asal Klaten, Jawa Tengah ini memang unik. Tidak seperti tipikal nama band penganut genre metalcore umumnya, yang biasanya menggunakan bahasa Inggris. Dan alasan di balik penggunaan nama itu, kepada MUSIKERAS, pihak band mengungkapkan memang ingin menegaskan identitas para personelnya yang beragama Islam.   

“Dibalik nama Fathir Al Mustofa adalah adanya kesepakatan dari semua personel, kami ingin menunjukkan kalau kami adalah Muslim. Dan bukan berarti kami fanatik. Kami hanya ‘menunjukkan’ kalau kami adalah Muslim,” cetus mereka diplomatis.

Belum lama ini, Fathir Al Mustofa telah merilis single bertajuk “Memori” yang menjadi lagu pembuka sebelum merilis album debut tahun depan. Bersama beberapa lagu lainnya, yakni “Penindasan”, “Barisan Berkuda”, “Sebuah Fakta” dan calon single berikutnya, “Interpretasi Rapuh”, Ricky (vokal), Danis (gitar), Lutfi (bass) dan Yoga (dram) menggarap rekamannya di Kota Gudeg, Yogyakarta.

“Sebelumnya kami sudah punya materi dari mulai intro sampai lagu-lagunya,  dimana dua lagunya sudah pernah direkam sebelumnya. Namun di sana, kami rekam ulang semuanya agar tidak menimbulkan perbedaan set soundnya. Proses rekaman menghabiskan waktu sekitar satu minggu,” urai pihak band menambahkan.

Fathir Al Mustofa terbentuk pada akhir 2012 silam, dan awalnya beraliran Slamming Metal yang berkiblat pada visi serta misi yang positif. Hingga akhirnya salah satu gitarisnya, Adit memutuskan untuk keluar dari band. Pada awal 2013, sempat memutuskan untuk break sesaat dikarenakan pada saat itu Lutfi dan Yoga harus berkonsentrasi menghadapi ujian nasional.

Pada saat aktif kembali, mereka lantas memutuskan untuk berpaling genre ke metalcore dengan mengambil referensi dari band-band dunia seperti Parkway Drive, I Killed the Prom Queen, Killswitch Engage, Architects, Miss May I, The Devil Wears Prada hingga As I Lay Dying. Tapi tentu saja tetap dengan kandungan pesan-pesan positif di lirik lagunya. Metalcore sendiri menjadi pilihan karena penganut genre tersebut masih jarang ditemui di kota mereka. “Jadi secara tidak langsung kami ingin memberikan kesan anti mainstream di kota kami.” (Mdy)

.