Satu tahun non-aktif dari skena musik independen, rupanya telah mengubah cara pandang unit modern rock/melodic metalcore asal Jakarta Selatan, Knuckle Bones mengenai genre metalcore saat ini. Mereka mengakui mulai jenuh dengan penampakan genre tersebut di Indonesia saat ini. “Khususnya di Jakarta yang mulai terdengar gitu-gitu aja,” seru pihak band kepada MUSIKERAS, blak-blakan.
Berdasarkan pemikiran itulah, lewat album terbarunya, “C’est la Vie” yang telah dirilis tepat pada perayaan Natal 2018 lalu, para personel Knuckle Bones sepakat mengubah konsep yang berbeda dibanding karya rekaman mereka sebelumnya, yakni album mini (EP) “Inception” yang dirilis Juni 2017 silam.
Kali ini, Knuckle Bones yang kini dihuni Revi Novka (vokal), Riki Putrawan (bass), Raka Putrawan (gitar) dan Michy Ibrahim (dram) membuat beberapa perubahan terhadap sound mereka. Sekarang semua vokalnya clean, tidak ada lagi raungan scream/growl. Karena perubahan vokal tersebut, musik mereka pun menjadi sedikit lebih ringan dengan tambahan beberapa ambience, tanpa meninggalkan unsur kerasnya.
“Untuk formula musiknya, kami hanya ingin memainkan instrumen yang masih bisa dibilang metalcore, namun dengan vokal clean. Supaya metalcore-nya masih bisa terdengar ‘manis’, ada ambience-ambience yang ditambahin juga. Untuk referensinya, kami tidak memiliki referensi secara spesifik karena luas banget. Tapi pada dasarnya, kami menulis lagu ini hanya menyesuaikan dengan arti dari lirik di tiap lagunya,” urai pihak band lagi menegaskan.
“C’est la Vie” yang beramunisikan 12 komposisi fresh tersebut digarap Knuckle Bones di studio rumahan milik mereka sendiri, yang menghabiskan waktu penggarapan sekitar delapan bulan. Mereka memulainya Desember 2017 dan rampung pada Juli 2018. Untuk tahapan mixing, Knuckle Bones mengeksekusinya di Rostels Studio.
“Pada proses recording kami melakukan beberapa tahap. Pertama itu pre-production untuk instrumen dan vokal. Setelah melalui beberapa revisi, barulah kami take semua instrumen dan vokal dengan proper.”
Sebelum meluncurkan “C’est la Vie”, mereka telah merilis tiga single berjudul “Fatamorgana”, “Indonesia” dan “Outcast”. Dua lagu yang disebut awal juga dibuatkan video klip. Judul “C’est la Vie” – diambil dari bahasa Perancis yang artinya ‘begitulah kehidupan’ – dipilih karena albumnya merepresentasikan hidup mereka dalam aspek-aspek yang berbeda. Setiap lagu punya cerita tersendiri, mulai dari percintaan, bullying, diskriminasi, stratifikasi sosial, penyakit mental, hingga sisi buruk teknologi. Bahkan ada lagu tentang kehilangan orang tercinta karena penyakit yang mematikan, yang mereka didedikasikan untuk seorang teman yang meninggal karena kanker.
Cikal bakal lahirnya Knuckle Bones sebenarnya dimulai pada 2012, yang dimotori oleh suadara kembar Raka dan Riki. Ketika merilis “Inception”, mereka berhasil melahirkan sebuah video klip bertajuk “Phantom” yang menghadirkan Putra Pra Ramadhan (kini dramer Burgerkill). Lagunya sendiri sempat menembus skena metalcore internasional, termuat di deretan lagu pilihan Rising Phoenix bertajuk “Metalcore Playlist | 2018 Mix Vol.II”.
“C’est la Vie” sekarang sudah bisa didengarkan via berbagai gerai digital seperti Spotify, Apple Music, Deezer dan platform musik lainnya. Sementara untuk lirik bisa diakses di Musixmatch. (mdy/MK01)
.
Leave a Reply