Karya yang pernah ‘terkubur’, berjudul “Damai yang Hilang” menjadi titik awal bagi Dusty Flares untuk menancapkan eksistensinya di skena musik independen. Kini, para personel band asal Salatiga, Jawa Tengah ini mengemas single tersebut dalam garapan musik berkontur pop punk yang agresif.

“Sebenarnya banyak inspirasi musik yang kami jadikan patokan,” cetus pihak band kepada MUSIKERAS, “Mulai dari post-hardcore, djent, pop punk easycore, pop punk hingga rock. Akhirnya kami ingin mengusung genre pop-punk yang sedikit lebih berat pengemasannya, karena kami sulit untuk menjelaskan secara spesifik genre apa sebenarnya Dusty Flares ini, (atau) sebut saja pop-punk hardcore. (Pokoknya) Kami mengemasnya dengan musik yang dirasa berdistorsi berat, mengentak dan memberontak. Beat yang tidak terlalu cepat agar pesan dari lagu ini bisa masuk ke pendengar. Setidaknya menurut kami.”

Saat ini, “Damai yang Hilang” sudah bisa didengarkan di berbagai platform digital seperti iTunes, Spotify, Deezer, Amazon Music, Bandcamp dan Soundcloud.

Oh ya, sedikit cerita di balik “Damai yang Hilang”. Menurut Dusty Flares, lagu tersebut sebenarnya sudah pernah digarap di Wasteland, band sampingan Gusti Unang, vokalis dan gitaris Dusty Flares. Tapi band tersebut dirasa tidak produktif dan lantas ditinggalkan. Dan menurut Gusti, lagu tersebut akan lebih baik jika dieksekusi oleh W.I.M.B. a.k.a Where Is My Bleki, band utama mereka yang kemudian berevolusi menjadi Dusty Flares pada pertengahan 2019 lalu.

Namun, pada saat masih mengibarkan nama W.I.M.B., mereka banyak mengalami kendala dalam menjalani proses penggarapan lagu dan juga performance gigs. “Singkat cerita, setelah kami memutuskan untuk membentuk Dusty Flares ini, kami putuskan untuk membawakan ‘Damai yang Hilang’ sebagai single pertama kami, atau mungkin bisa disebut dengan demo lagu pertama kami,” ujar pihak band lagi menegaskan.

“Damai yang Hilang” mulai digarap sejak setahun lalu. Namun jika merujuk ke era Dusty Flares sendiri, lagu tersebut diselesaikan selama kurang lebih dua bulan. “Tidak begitu sulit bagi kami untuk mengubah komposisinya, karena pada saat masih sebagai W.I.M.B., lagu ini dinyanyikan oleh vokalis cewek yang karakter vokalnya sedikit ‘kecowok-cowokan’, sehingga penyesuaian tidak begitu lama bagi kami.”

Gusti, Bayu Lechenk (gitar/vokal), Alvin Anindra (bass) dan Leo Riyansarki (dram) mengeksekusi sendiri proses rekaman “Damai yang Hilang”. Karena kebetulan, Bayu sudah menekuni bidang recording sejak masa kuliah, dan mulai yakin dan merasa cukup baik untuk dipublikasikan karyanya. Mereka mengolah rekamannya di Chenkz Record, nama yang mereka pilih karena terdengar keren, walaupun sebenarnya bukan label rekaman.

“Tapi tidak semua dilibas sendiri, kami juga ke Velocity Studio. Masih di Salatiga, kami tracking vokal di sana, karena pemilik (studio) masih teman sepermainan dan juga men-support kami setiap manggung dan latihan. Proses rekaman pun menjadi sedikit lebih mudah.”

Sambil mempromosikan “Damai yang Hilang”, Dusty Flares juga terus menjalani proses perampungan album mini (EP) debut mereka, yang sejauh ini telah mencapai 80%. Rencananya, EP tersebut bakal memuat lima lagu, dan empat di antaranya bahkan sudah dirampungkan perekaman instrumennya. Pada tengah November ini, Dusty Flares akan menyelesaikan lagu terakhir, dan jika tidak ada halangan sekalian melakukan tracking vokal untuk semua lagu di Velocity Studio. (aug/MK02)

.