Album mini (EP) “Hell or High Water” yang pernah dirilis dan diedarkan dalam format kaset pada awal 2019 dan ludes terjual hanya dalam sepekan, kembali diproduksi ulang. Dan untuk merayakannya, Deadly Weapon pun berancang-ancang menggelar tur melewati daratan Jawa-Bali pada 28 Februari sampai 8 Maret 2020 mendatang, dengan mengibarkan tajuk yang sama dengan judul EP tersebut.

Dalam perjalanan tur nanti, unit grindcore asal Yogyakarta yang diperkuat formasi Johanes Arya (dram), Nikodemus Jay (vokal), Febri Sandra (bass) dan Made Dharma (gitar) ini rencananya bakal menyambangi Tulungagung, Batu, Denpasar, Kuta, Semarang, Jakarta, Bogor dan Bandung. Di beberapa titik tertentu, Deadly Weapon bakal berbagi panggung dengan beberapa band seperjuangan, yakni Metallic Ass dan Cloudburst.

Tentang perilisan ulang “Hell or High Water” sendiri, Deadly Weapon kembali bekerja sama dengan Disaster Records, dan lagi-lagi disuguhkan dalam format kaset.

“Pernah terlintas di (pikiran) kami untuk merilisnya dalam kepingan CD. Kami juga pernah mendapatkan tawaran dan nego dengan salah satu label yang tertarik merilisnya. Tapi setelah kami timbang kembali, kami rasa format yang paling tepat untuk EP ini adalah kaset dan (piringan hitam) 7”. Salah satu pertimbangan kami adalah durasi EP yang secara keseluruhan di bawah 10 menit. EP ini sendiri masih dirilis ulang dengan jumlah yang sama, yakni 100 keping,” beber pihak band kepada MUSIKERAS, mengungkapkan.

Sedikit menengok ke belakang, proses kreatif pembuatan “Hell or High Water” dimulai pada 2017 lalu. Salah satu pemicu untuk menggarap EP tersebut adalah absennya masa kreatif Deadly Weapon, yang berlangsung sejak album pertama, “Dissillusional Blur” dirilis pada 2013 silam. Saat itu, mereka merasa bahwa sudah waktunya kembali untuk membuat sesuatu. Keseluruhan materi musik di EP tersebut direkam pada 2018, di Watchtower Studio, salah satu studio yang dimiliki kawan baik Deadly Weapon di Bantul, Yogyakarta. Progres penggarapannya tergolong agak lama karena pihak band mengaku sedikit ‘picky’ saat mengolah sound. Jika ditotalkan, mungkin menghabiskan waktu sekitar 3-4 bulan untuk menata suara secara keseluruhan.

“Musik kami di EP ini secara garis besar masih seperti album pertama; cepat dan keras,” cetus Made, mewakili rekan-rekannya di Deadly Weapon.

“Namun, saat kami memulai proses kreatifnya, saya dan Arya, mencoba mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan baru dalam brainstorming proses pembuatan lagu. Kami mencoba mengambil harafiah dasar musik grindcore; cepat, tanpa basa basi, agresif dan terdengar berbahaya. Jika bisa dibilang, kami memang banyak membuang elemen-elemen basa-basi atau filler yang hanya ditujukan untuk menambah durasi lagu. Di dalam EP ini, kami ingin musik kami terdengar lebih straight to the point dibandingkan yang dulu. Seingat saya, kami mulai mendengarkan kembali beberapa (band-band) klasik seperti Repulsion, Napalm Death dan juga banyak mengeksplorasi band-band modern yang menurut kami berani mengambil keputusan untuk mencoba menembus batas kreativitas. Contohnya Full of Hell. Tapi kami sendiri juga tidak mau terlalu banyak terpatok dengan satu atau dua band, karena kami menghindari panggilan seperti ‘ininya Indonesia nih’. Jadi bisa dibilang juga, EP ini merupakan proses meraba untuk mengenal diri dan batas potensi kami sendiri secara lebih. Beberapa orang ‘mengangkat alis’ ketika pertama kali mendengar EP ‘Hell or High Water’ karena memang condong beda dari album ‘Dissillusional Blur’ dan mengatakan terdengar jadi hardcore atau power violence. Meski ada juga testimoni orang berbunyi ‘grindcore yang benar ya seperti ini’. Sejujurnya kami tidak peduli dengan batasan-batasan genre seperti itu. Jika memang ini adalah progres yang diperlukan untuk membawa band ini mencoba menembus batas kreatifitasnya, then so be it!”

Setelah perilisan ulang EP “Hell or High Water” dan merampungkan perjalanan turnya, Deadly Weapon bakal memulai proses kreatif jenjang berikutnya. Bahkan sebenarnya, sejak penggarapan “Hell or High Water” pertama kali, band ini sudah merasakan rangsangan baru untuk segera memulai proses berkarya kembali.

“Kami merasa telah cukup mengeksplorasi potensi diri kami sehingga kami tahu apa yang kami mau untuk album berikutnya. Hal ini jadi cukup memudahkan progres kami karena kami jadi memiliki visi berkarya yang jelas ke depan. Pengalaman menjalani beberapa tahun dalam band ini, juga dengan beberapa proyek lain kami, juga menambah pengetahuan kami tentang bagaimana cara sistem industri musik ini bekerja dan bergerak.

Sejauh ini kami sudah menulis dan merekam demo, mungkin sekitar setengah dari target jumlah lagu kami di album berikutnya. Kami ingin sedikit bersantai dan menikmati progres ini karena beberapa ranah eksplorasi baru yang juga kami lakukan. Selama itu juga kami bakal banyak melakukan beberapa evaluasi dan review menentukan mana yang cocok, mana yang nggak.”

Di luar kegiatan studio, Deadly Weapon yang mulai menggeliat di skena musik keras independen sejak 2009 silam tercatat telah menjajal berbagai panggung cadas. Di antaranya seperti Rottrevore Deathfest, Bandung Berisik, Rock in Solo, Obscene Extreme Asia, Hammersonic hingga Disaster Showcase. Mereka juga pernah berkesempatan mendampingi sebagian tur unit grindcore Singapura, Wormrot. (mdy/MK01)

.