Unit hardcore dari Pulau Dewata, Bali ini menumpahkan unek-uneknya terkait banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia saat ini, dimana masyarakat sipil yang memperjuangkan keadilan malah mendapat serangan dari aparat keamanan yang bersenjata lengkap ketimbang mendapatkan keadilan yang mereka perjuangkan. Kekesalan AntiTrust tersebut dicecarkan lewat single panas bertajuk “Die in Vain”. 

“Jadi secara garis besar, ‘Die in Vain’ adalah ungkapan kekesalan kami melihat permasalahan yang terjadi saat ini, terutama terkait perampasan HAM dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan bersenjata lengkap terhadap masyarakat sipil,” papar AntiTrust kepada MUSIKERAS, menerangkan pesan di balik lirik lagunya.

“Die in Vain” sendiri sebenarnya telah rampung digarap sejak 2018 lalu. Lumayan memakan waktu yang cukup lama, karena pertimbangan saat itu ingin sekalian digarap menjadi album. Jadi para personelnya, Bayu Wicaksana (vokal), Ady Yoseph (gitar), Arwin Darmayasa (bass) dan Jeffry Aryatama (dram) sekalian menyelesaikan aransemen lagu yang lainnya juga. Mereka mulai masuk dapur rekaman pada akhir 2019, yang dimulai dengan tracking dram di Devan Music Studio Bali selama tiga hari, yang menghasilkan tujuh trek dram. Setelah itu, awal 2020, mereka berpindah ke Voice Record Studio, Bali untuk menyelesaikan pengisian untuk gitar, bass dan vokal. 

Saat menjalani tahap pemolesan mixing dan mastering, AntiTrust juga butuh waktu yang cukup lama lantaran mereka masih mencari-cari karakter yang diinginkan. “Kurang lebih ada 14 kali revisi dalam hal mastering sampai akhirnya single ‘Die in Vain’ ini kami rilis secara resmi.”

Dari segi musikal, AntiTrust memilih aliran hardcore dengan pendekatan yang bisa dikatakan lebih modern. Namun, tetap tidak terlepas dari akar hardcore itu sendiri. “Jika dilihat dari konsep, ‘Die in Vain’ ini mencoba menyuguhkan pendengar jenis musik hardcore yang lebih variatif namun berisi dan tidak melulu tentang beatdown saja,” cetus pihak band yang mengaku banyak menyerap pengaruh dari band-band internasional seperti Counterparts, Converge, End dan Vein.

Sambil mempromosikan “Die in Vain”, AntiTrust terus menggarap materi album yang bisa dikatakan sudah rampung sekitar 60%. Perekaman isian instrumen seperti dram, gitar dan bass sudah selesai, dan kini hanya menyisakan tracking vokal sebelum masuk ke fase mixing dan mastering. Rencananya, jika segalanya berjalan sesuai target, album tersebut bakal dirilis sekitar pertengahan 2021.

Bergulirnya karir AntiTrust sendiri sudah dimulai sejak 2017, saat masih mengibarkan nama SteelArmor, dengan formasi Wawah (vokal), Bayu dan Thimothy (gitar), Yoseph (bass) dan Jeffry (dram). Mereka bahkan sempat menelurkan beberapa single yang sempat dirilis di platform digital, dan bahkan menjalani tur hingga ke Malang. Namun karena terjadi konflik internal sesama personel, akhirnya mereka memutuskan untuk mengubah formasi dan mengganti nama menjadi AntiTrust pada 2017. 

“Die in Vain” bisa didapatkan di berbagai layanan digital seperti Spotify, Apple Music, Amazon Music, Deezer, Bandcamp dan Soundcloud. (aug/MK02)

.