Lirik yang bisa dikatakan ‘pedih dan pilu’ dengan kemasan musik yang keras menjadi ciri khas sekaligus daya tarik band bentukan 2019 lalu ini. Kenapa memilih paham tersebut? Karena Seiren ingin menyatukan lima referensi dari lima kepala, yakni para personelnya. Tapi di sisi lain, “Kami juga tumbuh besar dengan genre seperti ini,” seru pihak band kepada MUSIKERAS.

Genre yang mereka maksud adalah leburan modern rock dan alternative rock, yang sedikit banyak dilecut oleh pengaruh dari band-band rock dunia masa kini macam Bring Me the Horizon dan Sleeping with Sirens. Formula itu telah mereka terapkan di karya rekaman kolektif mereka yang berformat album mini (EP) bertajuk “Prologue”.

“Dari segi musikal, Seiren membuat sound design yang terinspirasi dari film dan musik rock modern sehingga membuat sound album ‘Prologue’ lebih ‘cinematic’ untuk para pendengar,” cetus Seiren lagi.

.

.

Hanif Ramadhana (vokal), Erlangga Andanto (bass), Reza Pramastika (gitar), Suryo Dwisaksono (gitar) dan Cherokee Dwisekti (dram) menggarap “Prologue” dalam masa pandemi Covid-19, atau sejak awal 2020 lalu, di tengah adanya keterbatasan waktu dan tempat untuk berkumpul. Sekitar 80% dari keseluruhan proses mereka kerjakan secara daring tanpa pertemuan atau tatap muka. “Waktunya kurang lebih 10 bulan dan direkam di rumah produksi Quadosh Studio oleh produser kami, Ben Atta Djiwatampu.”

Jalan menuju perilisan “Prologue” yang beramunisikan lima lagu itu sendiri sebelumnya sudah dibuka Seiren lewat peluncuran dua single pemanasan. Masing-masing berjudul “Move On” yang dirilis pada Maret 2020 dan “I Wonder” pada Juli 2020. Tiga lagu lainnya di “prologue” adalah “Living In A Lie”, “The Deceivers” dan “Indoctrinated” yang menghadirkan kolaborasi Seiren dengan unit alternative rock asal Jakarta, Mothern. (aug/MK02)

.

.