Gitaris solo asal Malang, Jawa Timur ini mencoba menerapkan langkah berbeda dalam berkiprah di industri musik Tanah Air. Ia dengan berani memperkenalkan karya musik dan lagunya dalam kemasan album instrumental secara total. Dan walau tumbuh di era milenial, namun Patrick Lesmana justru lebih tertarik akan magis yang dipancarkan musik-musik masa lalu, khususnya yang berkontur rock progresif dan jazz rock. Referensi itulah yang sedikit banyak mempengaruhi proses kreatif Patrick saat menggarap album debutnya yang bertajuk “Yabai”.

Judul “Yabai” sendiri diambil dari istilah dalam Bahasa Jepang, yang kira-kira memiliki arti ‘waduh!’, ‘bahaya!’, ‘sialan!’, atau bisa juga menjadi ungkapan ekspresi macam ‘wah!’, ‘keren!’, ‘gokil!’. Namun dalam album perdananya ini, Patrick mengungkapkan “Yabai” sebagai sebuah kepanikan. Kepanikan yang menyangkut eksistensinya sebagai gitaris yang merasa belum mempunyai rilisan karya apa pun di sepanjang karirnya. Sementara rekan-rekannya sesama musisi di Malang sudah menggelontorkan banyak karya. 

Dalam proses kreatif pembuatan “Yabai” yang telah diedarkan sejak 10 Oktober 2022 lalu, Patrick mengeksekusi sendiri keseluruhan instrumen musik seperti gitar, piano, bass, synthesizer hingga drum programming di studio pribadinya, yaitu Suara Wibu Production. Ia juga menghadirkan musisi tamu seperti Agus Prabowo (bass) dan Rhesdyan Suherman (dram) untuk mengisi lagu rilisan tunggal pembukanya, “Paradise Of Inner Fire”. Sementara untuk pemolesan mixing dan mastering diserahkan kepada Bayu Randu dari Musicblast Studio.

Seperti yang sudah dibahas di atas, musik-musik progresif lumayan mendominasi daya imajinasi musikal Patrick saat menggarap “Yabai”. Ia antara lain menyimak karya-karya milik band dunia seperti King Crimson, Frank Zappa, Yes, Genesis, Weed, Kansas, I.O.U., Casiopea’ serta deretan gitaris elit macam Allan Holdsworth, Jason Becker, Al Di Meola, Frank Gambale, Eric Johnson dan Steve Howe.

.

.

“Dari semua yang saya simak di atas, Frank Zappa dan Allan Holdsworth adalah inspirasi terbesar saya. Terutama dalam bermain gitar sehingga cukup besar mempengaruhi saya dalam menuangkan elemen musik tersebut dalam album perdana saya,” ujar Patrick mengawali uraian konsep musiknya.

Di album “Yabai” sendiri, Patrick mengedepankan tema yang juga terinspirasi dari musik-musik game soundtrack konsol masa lalu seperti  Playstation 1, Nintendo dan sejenisnya. Karena ia pribadi sangat menggemari nada-nada dari game tersebut. Disamping catchy, juga banyak elemen jazz atau fusion yang melekat di situ. Karena selain progessive rock dan jazz rock, genre jazz fusion juga menjadi salah satu masukan musikal yang kuat dalam penggodokan “Yabai”. Patrick mengakui sangat menyukai jazz fusion popular di Jepang seperti Maoki Yamamoto, Casiopea, Tsquare dan Trixx.

“Nada nada yang tidak tertebak serta diakhiri dengan reff atau unison yang manis khas musik pop Jepang pada saat itu sangat memotivasi saya untuk akhirnya membuat album saya sendiri.”

Secara garis besar, “Yabai” merupakan pencampuran dari elemen musik jazz-fusion dengan prog-rock serta elemen avant-garde yang mempengaruhi susunan lagu-lagu yang terkandung di dalamnya. Yang menarik dari album ini, Patrick tidak berusaha menonjolkan gitar sebagai instrumen utamanya,  melainkan semua alat musik yang menyertai diberi porsi yang sama, sesuai kebutuhan komposisinya.

Namun yang seru dalam mengeksekusi “Yabai”, menurut tuturan Patrick kepada MUSIKERAS, terletak pada pola pergantian kord dan progresi yang ‘rapat’. “Menurut saya seru dan asyik saja,” cetusnya meyakinkan.

Di sisi lain, Patrick juga berusaha menyuntikkan elemen pembeda dalam meracik komposisi lagu-lagunya, di antara sekian banyak referensi yang mempengaruhinya. “Saya memasukan unsur-unsur non progresif dalam pewarnaan aransemen lagu lagu tersebut. Sebagai contohnya adalah formulasi progresi kord ala J-pop seperti: 2-5-1 atau 4-5-3-6 dan seterusnya, serta unsur lain yang sering saya dengarkan sehari-hari.”  

Namun untuk mendapatkan benang merah yang tegas dalam musiknya, Patrick hampir selalu memulai penggarapan lagunya dengan mengacu pada judul yang telah muncul di pikirannya, sebelum “Yabai” terbentuk. “Saya tipikal orang yang suka menulis judul terlebih dahulu sebelum musiknya. Agar saat mengaransemen mood-nya terbawa judul.”

Produksi “Yabai” sendiri bekerja sama dengan Cadaazz Pustaka Musik sebagai label rekaman dan Musicblast sebagai agregator yang mendistribusikannya secara digital. Ada lima karya perdana yang tersaji di album “Yabai”, yakni “Lucid Winter”, “Yabai”, “Paradise Of Inner Fire”, “Yamanote Line” dan “Safe Flight”. (mdy/MK01)

.

.