Proyek band yang disahkan kelahirannya di malang, Jawa Timur pada 2021 lalu, akhirnya berhasil meletupkan karya rekaman pertamanya, sebuah lagu rilisan tunggal bertajuk “Broke”. Tears mencoba jalur genre yang mulai langka, yakni screamo yang menurut mereka sudah jarang ditemui di skena ‘bawah tanah’.

Mengapa mereka memilih screamo? Menurut para personelnya – Muhamad Satria Irmanayafi (vokal), Robby ‘Ibor’ Rachmadi (vokal clean/gitar), Sandya Fadila Ganesha Kusuma Wardana (dram) dan Miftahul ‘Goit’ Irfanda (gitar) – karena screamo merupakan salah satu genre yang bisa mewakili perasaan mereka, dan juga penyaluran ekspresi dari perasaan yang sangat sensitif.  

“Rasa sakit hati dan hancurnya hidup ini bisa kami tuangkan di genre screamo ini. Salah satu genre yang memiliki unsur soft di clean vocal setiap reff-nya, dan unsur tebal, groovy di bagian chorus-nya. Menurut kami screamo adalah perfect genre, dan ini juga adalah salah satu alasan kami memilihnya. Dan salah satu hal unik yang sangat melekat terhadap musik screamo juga tentunya bagian breakdown yang mungkin secara tidak langsung banyak pendengar musik di luar sana sangat menikmatinya. Sangat khas,” papar Tears kepada MUSIKERAS, panjang lebar. 

Tears mengakui, saat penggarapan “Broke”, mereka banyak menyerap referensi atau pengaruh musikal dari band-band keras dunia seperti Of Mice & Men, Landmvrks, Asking Alexandria, I Prevail, Knocked Loose hingga Bless The Fall.

.

.

Single ‘Broke’ ini mungkin lebih mengombinasikan riff yang telah kami buat, yang terpengaruh Asking Alexandria dan Bless The Fall. Untuk riff banyak perubahan dari yang sudah kami buat di awal sampai yang sudah kami rilis, dan memakan waktu yang sangat lama di perubahan-perubahan itu.”

Secara teknis, proses perekaman “Broke” cukup menyita waktu lantaran ada beberapa bagian yang mereka [erjuangkan harus ada di komposisinya. Di antaranya sisipan suara biola, vokal clean dari penyanyi wanita hingga kebutuhan suara gitar yang menerapkan sistem todong (mic-ing). Untuk kebutuhan itu, Tears terpaksa harus menggunakan tiga studio rekaman demi hasil yang maksimal, yaitu Fajar Music Studio, Musicals Studio dan Grifin Recording Studio. Dan tidak tanggung-tanggung, untuk memoles penataan serta pelarasan suaranya (mixing dan mastering), mereka mempercayakannya kepada Ramdhan Agustiana (Sandfish Studio), musisi yang juga dikenal sebagai pembetot bass band metal legendaris asal Bandung, Burgerkill.

“Waktu yang kami habiskan, mulai dari proses di dapur rekaman sampai menjadi sebuah lagu yang siap dirilis membutuhkan waktu enam bulan. Waktu yang sangat lama menurut kami, karena hanya menghasilkan satu lagu. Tapi ya karena kebutuhan dan demi menemukan hasil yang maksimal.” 

“Broke” sendiri menjadi gerbang pembuka menuju proses kreatif Tears selanjutnya. Karena proses menuju penggarapan album juga sudah mereka mulai, dan sudah ada sekitar enam lagu yang siap dimatangkan. “(Tapi) Kemungkinan kami bakalan membuat lima lagu lagi ke depannya dan akan kami rilis secara satu per satu agar pendengar dan penikmat musik Tears memahami apa tujuan kami membuat lagu itu, apa makna dan pesan apa yang kami sampaikan.”

Dengarkan “Broke” di berbagai paltform digital seperti Apple Music, Spotify, Amazon Music, Deezer, YouTube Music dan Soundcloud. (aug/MK02)

.

.