Berawal dari proyek solo yang digerakkan oleh vokalis dan gitaris Erfansyah Anandata pada 2018 lalu, kini akhirnya Hiatus Mantra semakin mantap dalam format solid, sebagai band seutuhnya. Tepatnya sejak 2021, dengan tambahan dramer Yasa Wijaya serta bassis Duriat Permono. Lalu sekaligus, juga mengubah haluan paham musiknya yang sebelumnya berdiri di jalur alternative rock dan post-grunge menjadi lebih gelap, yakni stoner doom hingga doom metal.

Eksplorasi terkini band asal kota Malang, Jawa Timur ini kini sudah bisa didengarkan lewat lagu rilisan tunggal terbarunya yang bertajuk “Marka Titimangsa”. Sebelumnya, Hiatus Mantra juga sudah melepas tiga lagu tunggal yang masing-masing berjudul “Pandemi & Ologarki” (2021), “Kontemplasi” (2021) dan “Getih” (2022), yang mereka sebut sebagai isyarat dari era baru Hiatus Mantra.

Jika menyelusurinya di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Marka” diartikan sebagai tanda jalan dan “Titimangsa” adalah masa atau waktu. Sedangkan “Marka Titimangsa”, bagi Hiatus Mantra, dimaknai sebagai suatu bentuk ‘Kelahiran’.

“Kami ingin menyampaikan suatu ‘ritus’ persembahan atas apa saja yang pernah dilakukan, untuk suatu kepasrahan yang buram hingga tiba waktunya segala pertanyaan akan mendapatkan jawaban.” 

.

.

Sebenarnya, pihak Hiatus Mantra mengakui agak terlambat melepas “Marka Titimangsa” secara resmi lantaran terjegal kendala teknis di penggarapan video musik untuk mendukung promosinya. Sebagian besar data video yang telah mereka dokumentasikan rusak alias ‘corrupt’. “Jadi kami hanya menggunakan data yang terselamatkan agar tetap bisa dijadikan satu format dalam bentuk video musik. Audio-nya pun masih menggunakan hasil rekaman raw version,” ungkap Erfansyah mengungkapkan.

Di “Marka Titimangsa” sendiri, Erfansyah lebih jauh menjelaskan konsep musiknya, dimana ia menggabungkan beberapa ide dari lagu-lagu yang telah mereka rilis sebelumnya. “Kemudian kami tambahkan karakter ekstrim dan clean vocal sebagai perpaduan. Tentunya memiliki tantangan pada saat aransemen dalam proses perekaman, setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan,” urainya kepada MUSIKERAS.

Jika dirinci, komposisi “Marka Titimangsa” yang diproduksi sepenuhnya di di Vamos Record Studio, Kota Malang menggabungkan beberapa elemen yang terinspirasi konsep band-band metal dunia. Dimulai dari doom metal era band Candlemass hingga Monolord, lalu berlanjut dengan menenggelamkan paraunya fuzz pada tensi Eyehategod hingga High on Fire. 

“Secara musikal, stoner doom metal adalah ‘self therapy’ bagi kami, melalui tempo-tempo lambat, repitisi riffing gitar yang senantiasa rendah dan tebal seperti perwujudan dari nilai-nilai absurdisme dan disharmoni dalam perjalanan kami,” ujar Erfansyah menegaskan konsepnya itu. 

Setelah “Marka Titimangsa”, kini band yang pernah tampil di panggung megah “JogjaRockarta Festival” pada September 2022 lalu ini, sedang menyiapkan materi album penuh bermuatan 12 lagu, yang saat ini sudah mendekati garis akhir perampungannya. 

“Kami banyak menghabiskan waktu di dalam dan luar studio untuk melakukan penyelarasan baik dari departemen suara maupun artwork dan konsep visual untuk kebutuhan album ini, yang selambatnya akan kami rilis di akhir tahun 2023.”

Video lirik “Marka Titimangsa” sudah bisa disaksikan di kanal YouTube sejak 31 Juli 2023 lalu. (mdy/MK01)

.

.