Pejuang deathcore asal Pulau dewata, Bali yang terbentuk di awal pandemi ini merangsek lagi. Sambil menanti perampungan album debutnya yang kini sudah memasuki tahap pemolesan mixing dan mastering, kini Carnage meletupkan karya rilisan tunggal terbaru yang bertajuk “Death Valley”.

Adalah sebuah lagu yang mengacu pada keresahan dari seorang kawan, yang ditulis berdasarkan kisah nyata di tempat dia bekerja, dimana sebuah tragedi kelam dan mencekam pernah terjadi di tempat tersebut. Untuk mengenang tragedi tersebut, ia pun meminta Carnage untuk mengabadikannya lewat sebuah karya lagu.

Carnage yang masih diperkuat formasi I Ketut Nesa Sagita Sastra aka Nesa (vokal), Vito Anandita (gitar), I Kadek Ary Sumberdana aka John (gitar), Gilang Kinan Jati (bass) dan I Gede Agustio Krisna Putra aka Tio (dram) lalu melampiaskannya lewat “Death Valley” yang berdistorsi berat, namun dihembuskan lewat komposisi bernuansa kesedihan yang mencekam. Carnage menggambarkan perasaan kehilangan harapan yang muncul di tengah-tengah pembantaian, namun disampaikan dengan terapan riff-riff yang catchy serta aransemen musik yang menggugah perasaan.

“Warna musik yang kami bawakan di lagu ‘Death Valley’ sedikit berbeda dari rilisan kami sebelumnya. Jika sebelumnya kami kerap memasukkan komposisi musik era medieval, maka kini kami menghadirkan riff-riff yang lebih catchy, dengan dinamika lagu yang mendayu, serta ambience sound yang menjadi hook dari lagu ini,” urai pihak Carnage kepada MUSIKERAS, mengungkap proses kreatif penggarapan aransemennya.

.

.

Kali ini, saat peracikan komposisi serta aransemennya, Carnage mengakui banyak terpengaruh dari geberan musik band-band deathcore era 2010-an, seperti All Shall Perish, Whitechapel hingga Thy Art Is Murder.

Rekaman “Death Valley” sendiri dieksekusi di dua studio yang menjadi langganan para personel Carnage, yakni di Oemah Drum Creative dan Fantasy Reborn Record. Masing-masing untuk isian vokal dan dram. Sementara khusus untuk perekaman gitar dan bass dilakukan di rumah sang bassis, dengan menggunakan satu headphone saja, lantaran ruangan rekaman tanpa peredam dan dilakukan pada malam hari demi menghindari polusi suara.

“Jadi kami harus bergantian menggunakan headphone untuk mengecek beberapa part dari hasil take yang bisa berlangsung sampai dini hari,” ujar mereka terus-terang.

Karya-karya rilisan Carnage sebelum “Death Valley” sendiri adalah “Awakening” pada September 2020, lalu “Deadnation” (Juli 2021), “Era Malapetaka” (Juli 2022) serta “Bala Parasit” (April 2023). Untuk album debut sendiri, Carnage mencanangkan bisa melampiaskannya ke berbagai platform musik resmi pada Desember 2023 mendatang.  (mdy/MK01)

.

.