“Sejak awal mendengar materi-materi instrumen yang dikasih sama ‘anak-anak’ di Gagak, gue udah tahu mau nulis tentang apa. Saat dengar riff gitar yang kasar, isian bass yang brutal dan ketukan dram yg agresif bikin gue yakin, pokoknya gue mau marah-marah di EP ini… Hahaha!”

Vokalis dari unit hardcore Gagak, Saipul Anwar aka Tebsky melontarkan pernyataan di atas, terkait penggarapan “Gelap”, sebuah album mini (EP) debut yang telah dilampiaskan ke publik oleh band asal Tangerang tersebut pada awal Januari 2024 lalu.

Gagak sendiri disebut-sebut sebagai ‘darah segar’ bagi skena hardcore di Tangerang, yang merupakan santapan kuping bergizi jika kalian menyukai musik-musik distorsi dari band-band dunia macam Alea Jacta Est, Terror, Pay No Respect hingga Sepultura.

“Gelap” sendiri dilepas kurang dari enam bulan usia Gagak. Tanpa basa-basi, band yang juga digerakkan oleh Gregah Wahyu Priyambada aka Dudung (gitar), Syariffudin Surya Permana aka Udin (gitar), Mochammad Farhan aka Apay (dram) dan Pryo Setyo Aji aka Idung (bass) langsung menggarap EP yang tema liriknya dominan mengangkat isu sosial politik tentang negeri ini. Mulai dari era pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan dan era reformasi hingga sekarang. Tentunya dari sudut pandang Tebsky sebagai peramu lirik. Tentang penindasan, pembantaian, kekerasan dan ketidakadilan. Apalagi yang bisa mewakili itu semua selain kata ‘gelap’?

“Di penulisan lirik, vokalis kami (banyak) mengambil referensi dari buku, tulisan atau jurnal tentang isu sosial politik. Kalau referensi band ya Rage Against The Machine, First Blood hingga musisi hip hop kayak Public Enemy,” ujar pihak band kepada MUSIKERAS.

Dalam urusan pengolahan musiknya, EP berisi lima lagu yang dikerjakan selama kurang lebih empat bulan tersebut, Gagak mengeksekusinya tanpa basa-basi dan tegas. “Kebanyakan band hardcore hari ini memakai teknik skillfull dalam penggarapan materi musik. Nah, kami sebaliknya. Kami membuat musik yang simpel dan tegas agar pesan-pesan yang ada dalam lirik di setiap lagu bisa tersampaikan dengan jelas.”

Tapi menurut mereka, satu hal yang membuat proses penggarapannya seru, adalah proses penyatuan dari referensi musikal tiap personel yang berbeda-beda. Misalnya, Dudung banyak mendengarkan band hardcore seperti Alea Jacta Est, Taring dan Pay No Respect. Sementara Udin lebih sering mendengarkan musik-musik metalcore. Lalu Idung cenderung ke punk dan turunannya. Dan terakhir Apay yang banyak mengambil referensi pola permainan dram dari band seperti Lionheart dan Terror.

Mereka juga mengakui tak ada kendala berarti yang dialami ketika menjalani proses peracikannya. Karena saat proses pengerjaan EP “Gelap”, seluruh personel mengerjakannya dengan senang-senang. “Semua track beres hampir tanpa revisi. Paling tantangannya ketika selesai mixing-mastering dan invoice mulai masuk, hahaha. Karena kami harus kolektif atau patungan untuk biaya rekaman.”

Kelima lagu yang termuat di EP, yakni “Dalam Senyap”, “Kolonial Wajah Baru”, “Intro”, “Lingkaran” dan “Pesta Para Setan” direkam, mixing dan mastering di JFH Production, dimana seluruh prosesnya dipegang penuh oleh Taufik ‘Nana’ Maulana dari band post-hardcore NVNA. EP ini sekaligus menjadi rilisan pertama dari label kolektif, Undertaker Records, yang dikelola oleh Undertaker Familia. Selain dalam format digital, “Gelap” juga diedarkan dalam kemasan fisik, yang dipaketkan dengan tshirt, poster dan stiker. (aug/MK02)

.