Ditinggal beberapa personel, usai menjalani masa vakum yang panjang akibat kesibukan, tepatnya sejak 2016 lalu, tidak membuat band cadas asal Denpasar, Bali ini terkubur. Dengan formasi terbaru, Don’t Care Condition (DCC) yang menganut paham electronic/post hardcore kini kembali membangkitkan gairah yang dulu sempat membakar semangat para penonton mereka. Untuk mengawali bukti tekad tersebut, mereka pun memuntahkan lagu rilisan tunggal terbaru berjudul “Solitude and Rage”.

Geliat DCC sendiri diprakarsai oleh gitaris Agung ‘Aikz’ Rai dan mantan bassis Agung ‘GungTra’ Traweda yang ingin kembali berkumpul membahas kelanjutan karir bandnya. Keduanya lantas mencoba mengajak kembali formasi lengkap, yang harusnya berjumlah enam orang. Sayangnya, setelah vokalis Ariadi Putra aka Arie Nelson menyatakan kembali bergabung, beberapa personel lainnya seperti dramer Nanda Wira yang kini menekuni profesi sebagai seniman tatto serta gitaris Wira Krisna Wijaya yang telah bersolo karir rupanya tidak bisa kembali bergabung.

Singkat cerita, GungTra ternyata harus mundur juga karena suatu hal, menyisakan Aikz dan Arie yang tetap mencoba menyalakan api semangat agar terus membara. Aikz lalu mengajak Agung Rana P. aka Gung Rana untuk mengisi kekosongan posisi dram dan Eka ‘Chick’ Sandika untuk lini bass dan vokal. Formasi inilah yang akhirnya mengeksekusi produksi lagu “Solitude and Rage”, yang dibantu personel lama, Yudistiro ‘Yudiz’ H untuk isian vokal clean.

DCC yang terbentuk pada Desember 2009 silam menggarap rekaman “Solitude and Rage” di Matilda Studio Records. Prosesnya membutuhkan waktu beberapa bulan lantaran Yudiz kini bermukim di Kalimantan, sementara personel lainnya di Bali.

Tema lirik lagu itu sendiri, bercerita tentang seseorang yang merasa dicampakkan oleh dunia. Masa-masa kelam yang terus hidup dalam kesendirian dan terus dihantui ketakutan di tiap langkahnya, situasi yang terus-menerus menekan. Yang dapat dilakukan hanyalah berdoa dan menunggu keajaiban datang, namun tak kunjung hadir. Amarah, kebencian, caci-maki terbalut menjadi satu melahirkan sebuah doa dan kutukan yang akan diterim oleh semua orang yang telah mencampakkannya.

Dari segi musikalitas, DCC mencoba mengeksplorasi arah baru dari skena post-hardcore, sambil tetap mencoba lebih konsisten dengan suntikan-suntikan nuansa elektronik. “Kami merasa di Bali, masih banyak potensi scene ini untuk bangkit, ‘come-back’ kembali untuk mewarnai skena musik di Bali. Di ‘Solitude and Rage’ ini, kami menyuguhkan nuansa tersebut sebagai permulaan, bahwa post-hardcore/electronic post-hardcore akan comeback. Tunggu saja single berikut dari kami,” cetus pihak DCC kepada MUSIKERAS, menjanjikan.

Sementara untuk referensi musiknya, lanjut mereka lagi, para personel DCC sedikit banyak menyerap ide dari band-band post-hardcore era 2010-an. Di antaranya macam Attack Attack, Asking Alexandria, Memphis May Fire,  Miss May I, Woe Is Me, The Word Alive hingga Blessthefall.

Perilisan “Solitude and Rage” yang telah diedarkan sejak 22 Februari 2024 lalu mengawali perjalanan persiapan DCC menuju penggarapan album mini (EP), yang ditargetkan bisa diperdengarkan secara resmi tahun ini juga. (aug/MK02)