Karya Legendaris SAS Dirilis di Amerika Serikat

Sebuah label independen asal AS, rilis ulang lagu-lagu terbaik SAS, unit rock legendaris Indonesia, dalam format piringan hitam bertajuk “Bad Shock”.
sas
Formasi SAS (ki-ka) Syech Abidin, Soenatha Tanjung. Arthur Kaunang

SAS, trio rock legendaris asal Surabaya, Jawa Timur ini memang bisa dikatakan ‘mati suri’ sejak pertengahan era ’90-an silam. Namun karya-karya rekamannya tidak tidur.

Bahkan kini, terbukti berhasil membangunkan perhatian Cotter Phinney, seorang musisi, produser dan pemilik label rekaman independen Psychic Reader, asal New York, AS.

Cotter tergerak untuk merilis ulang sebagian lagu rekaman terbaik SAS, yang disatukan dalam kemasan bertajuk “Bad Shock”, dan diproduksi dalam format piringan hitam (vinyl).

Rilisan ini diproduksi dalam jumlah terbatas. Hanya 200 keping. 

Judul “Bad Shock” sendiri mengacu ke salah satu lagu unggulan dari album kedua band tersebut, “Vol. II” yang dirilis pada 1976 silam.

“Dibandingkan musik dari negara lain, entah mengapa musik Indonesia seolah terabaikan, padahal banyak karya musik yang bagus,” ujar Cotter memuji.

“SAS adalah band yang sangat bagus dan mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak pengakuan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memproduksi rekaman SAS pertama di luar Indonesia, tepatnya di New York,” imbuhnya.

Long live ‘70s Indonesian rock, this is ‘Baby Rock’ by SAS!

Begitu suara DJ Cotter Phinney saat siaran khusus satu jam di radio KPiss FM, Brooklyn, New York sekitar dua pekan lalu.

Pada momen itu, ia memutar sembilan lagu koleksi dari SAS dan AKA – band awal sebelum menjadi SAS – sebagai penanda atas peluncuran album koleksi piringan hitam trio itu di New York.

“Saya harap (rilisan) ini akan membuka pintu bagi audiens global,” seru Cotter berharap.

sas
Arthur Kaunang dan Cotter Phinney saat bertemu di Jakarta

Kelahiran SAS tak lepas dari sejarah perjalanan karier kuartet rock bernama AKA, yang aktif sejak pertengahan ’60-an dan bertahan selama hampir satu dekade.

Formasi terbaik AKA diperkuat oleh mendiang vokalis Andalas Datoe Oloan Harahap (atau lebih dikenal dengan panggilan Ucok AKA), gitaris Joshua Soenatha Tanjung, bassis dan kibordis Arthur Victor George Jean Anesz alias Arthur Kaunang serta mendiang dramer Syech Zainal Abidin.

Pada Desember 1975, SAS lalu diproklamirkan eksistensinya setelah Arthur, Soenatha dan Syech Abidin sepakat memecat Ucok. Selain bermain bass, Arthur juga mengambil alih posisi sebagai vokalis utama.

Trio ini lantas mengembangkan konsep musiknya yang kental berpijak pada gestur rock era itu, yang terinspirasi dari band-band keras mancanegara macam Emerson Lake & Palmer, The Jimi Hendrix Experience, Deep Purple, Pink Floyd hingga Grand Funk Railroad.

“Tahun 1975, mereka merilis debut album dengan hit ‘Baby Rock’ sebagai sumbu ledak kelahirannya di panggung dan rekaman musik rock Indonesia”, tutur Denny MR, jurnalis dan kritikus musik Indonesia.

Bukan hanya “Baby Rock”. Sejumlah lagu mereka lainnya seperti “Space Ride”, “Bad Shock” dan “Tatto Girl” disukai puluhan ribu penggemar millennial dan Gen Z. Mereka memburu koleksi kaset dan piringan hitam lebih dari 15 album karya Arthur, Soenatha dan Syech Abidin di berbagai gerai penjaja karya rekaman fisik.

Bahkan video lirik lagu “Baby Rock” ditonton hingga ratusan ribu di laman YouTube, menunjukkan bahwa musik mereka mampu menembus semua zaman.

Kini, sejak album terakhir “Metal Baja” yang diluncurkan via SKI Record pada 1991 silam, koleksi album SAS akhirnya bisa dihadirkan kembali untuk pertama kalinya lewat rilisan “Bad Shock” oleh label Psychic Reader.

“Bagi saya, SAS reborn ini adalah suatu gebrakan kebangkitan musik rock ’70-an,” seru Arthur Kaunang yang mengikuti proses produksi rilisan baru itu sejak awal.

“Saya tidak pernah bermimpi kalau musik SAS masih bisa hadir dan disukai hingga kini. Apalagi, album ini dirilis di New York, dan bertepatan dengan anniversary SAS ke-50 tahun. Ini mukjizat Tuhan yang besar bagi kami bertiga,” tutur Arthur lagi, bahagia.

sas

“Seluruh kurasi, digitalisasi-analog dan distribusi dilakukan di New York. Kami sedang memproses distribusi untuk pasar di Indonesia,” ujar Naratama, pengarah kreatif New York yang menjadi produser pendamping untuk perilisan “Bad Shock”.

Untuk mematangkan kualitas audio seluruh lagu di “Bad Shock”, pihak Psychic Reader mempercayakan pelarasan suara (mastering) serta proses restorasinya kepada Wouter Brandenburg. Sementara untuk proses digital transfer dieksekusi oleh Winston Luhur.

Naratama, berharap agar peluncuran album ini akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk masuk ke pasar Amerika.

O ya, selain di AS, beberapa bulan sebelum album ini diluncurkan, pesanan piringan hitam ini juga datang dari distributor musik di Jepang. (mdy/MK01)

Susunan lagu di “Bad Shock”:

  1. Baby Rock (album “Vol. I” – 1975)
  2. Space Ride (album “Vol. I” – 1975)
  3. Bad Shock (album “Vol. II” – 1976)
  4. Summer Sun (album “Vol. II” – 1976)
  5. Tattoo Girl (album “Lapar” – 1978)
  6. Larantuka (album “Sansekerta” – 1984)
  7. Jika Nanti Kau Panggil Namaku (album “1981” – 1981)
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts