Lewat “Penumbra”, ETERNAL DESOLATOR Terapkan Deathcore Berbeda

Masih dengan konsep awal bermusik mereka – menerapkan penalaan rendah di gitar 8 senar dengan imbuhan ornamen suara gitar yang dissonant, plus patahan-patahan breakdown serta serbuan blastbeat – unit deathcore asal Purwokerto, Jawa Tengah ini akhirnya berhasil mengalahkan kebuntuan kreativitas akibat pandemi yang berlarut-larut. Dengan tambahan ramuan berbagai bentuk bunyi yang masuk di kepala mereka, jadilah single enerjik bertajuk “Penumbra” yang telah dirilis pada akhir 2020 lalu.

Di lagu yang sudah bisa dinikmati via platform digital seperti Spotify, Deezer, Apple Music tersebut, Eternal Desolator menggandeng salah satu rapper berbakat asal Purwokerto bernama Haedar a.k.a. Dracul. “Penumbra” juga dijadikan penanda selesainya era album pertama, “Omnipotence Paradox” (2019), sekaligus sebagai pembuka menuju perilisan album kedua mereka yang kemungkinan bakal dirilis pada pertengahan 2021 mendatang.

“Penumbra” sendiri bercerita tentang keadaan ambang batas kesadaran dan alam bawah sadar manusia, yang lantas berdampak pada pola pikir dan tingkah laku manusia. 

Penggarapan produksi “Penumbra”, di sisi lain, juga menjadi pengalaman baru yang menarik bagi Eternal Desolator dan Dracul, dimana karakter dentuman deathcore khas band bentukan Mei 2015 ini dipadu padankan dengan entakan hip hop yang mengiringi celoteh cepat Dracul.  

Kepada MUSIKERAS, para personel Eternal Desolator yang diperkuat Faisal Nur Muhammad Basef (vokal), Steven Sugiarto (gitar), Ananta Seno Aji (gitar), Satria Bangkit Prasetyo (bass) dan Farobi Fatkhurridho (dram) mengakui, “Penumbra” telah menjadi anomali baru bagi mereka. Terlebih dengan adanya kolaborasi bersama Dracul, dimana terjadi penyesuaian musik, tempo, birama dengan karakter rap Dracul.

“Peletakan ornamen synth dan elektro sound lainnya dalam sequencer cukup menjadi dominasi dibanding lagu-lagu kami sebelumnya.”

Namun secara keseluruhan, mereka membungkusnya tetap dengan referensi beberapa band deathcore macam Brand of Sacrifice, Lorna Shore hingga Humanity’s Last Breath. Selain itu, invasi new wave dalam genre yang akhir-akhir ini semakin meluas, serta bentuk-bentuk abstraksi kultur post dan cyber punk juga berpengaruh. 

“Menilik band seperti Dealer, Alpha Wolf dan lain-lain, yang akhirnya menjadi bentuk sublimasi metalcore, hardcore dan deathcore sekalipun. Dalam produksi ‘Penumbra’, kami justru menilik band-band nu metal atau hip rock dengan komposisi musik yang serupa, sebut saja seperti Slipknot, Korn, Linkin Park dan lain-lain.”

Saat ini, penggarapan materi album kedua Eternal Desolator sudah mencapai sekitar 60% dari total produksi. Mengacu pada “Penumbra”, akan ada pergeseran konsep musikal di album kedua mereka nanti, terutama dari sisi ‘kegelapannya’. 

“‘Penumbra’ memang merupakan bagian dari album kedua kami nanti, namun ‘Penumbra’ saja tidak cukup mewakili apa yang nanti akan dimuat dalam album kedua. Yang bisa kami sampaikan hanya ada sedikit pergeseran mood warna pengalaman mendengarkan album pertama dan album kedua nanti.” (mdy/MK01)

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
modern guns
Read More

MODERN GUNS: Merambah American Shoegaze?

Di album mini (EP) terbaru Modern Guns, berjudul “Lost In Absence”, ada suntikan beberapa elemen serta style musikal baru yang cukup menantang.