Iklim skena musik keras di kota mereka, Pontianak, Kalimantan Barat yang sangat berkembang membuat banyak band yang terlecut untuk menelurkan hasil karya, termasuk unit metalcore satu ini. Pada 20 Januari 2022 lalu, Circafaith pun dengan bangga memperdengarkan sebuah karya rekaman berformat album mini (EP) bertajuk “Apocalypse”, dimana mereka menumpahkan ide-ide liar secara total.
Circafaith menyebut, persaingan antar band di kota mereka sangatlah positif. Setiap ada hasil karya yang dirilis, mereka saling mendukung. Iklim seperti itulah yang membuat mereka termotivasi untuk terus membuahkan hasil karya yang berkualitas. “Tumbuh kembang industri ini harus tetap hidup dengan elemen-elemen positif di dalamnya,” seru pihak band kepada MUSIKERAS, bangga.
“Apocalypse” sendiri menampung materi yang mereka garap sejak 2017 lalu, dan mematangkannya dalam berbagai kesempatan panggung. Para personelnya, yakni Rendy Aprillian (vokal), Hendra Ria Septiawan (gitar), Muhammad Sulaiman (gitar), Arifudin Munandar (bass) dan Akbar Satriadi (dram) memulai proses rekaman lima lagu di EP tersebut pada Maret 2021 dan berhasil merampungkannya pada Desember 2021. Keseluruhan proses dikerjakan di studio Freest dan Baba Ace, dimana gitaris Muhammad Sulaiman dipercayakan sebagai pengarah musik. Di salah satu lagu bertajuk “Escape”, Circafaith juga melibatkan bintang tamu Muhammad Irfan Qashidi dan Gregorius Argo (Wahatapsa Production).
.
.
Metalcore yang dikembangkan secara lebih modern menjadi urat nadi Circafaith. “Apocalypse” adalah gambaran dari metalcore modern dimana mereka menyurahkan kombinasi ide-ide liar dengan riff-riff yang bervariasi.
“Di EP ini kami lebih mengeksplorasi konsep metalcore yang lebih luas, kebebasan dalam bereksperimen dengan elemen riff-riff yang khas serta lebih melodik dan ditambah dengan sound yang lebih modern. Referensi musik yang kami usung ter-influence dari band band metalcore saat ini seperti The Devils Wears Prada, Erra, August Burn Red, Polaris hingga Veil of Maya.”
Hasil akhir penggarapan “Apocalypse” diakui band yang terbentuk pada awal 2017 silam ini sangat memuaskan. Tapi jika harus memilih lagu yang paling menantang penggarapannya, mereka menyebut “Escape”, yang menurut mereka lumayan padat. “Diisi beberapa instrumen seperti violin dan juga kibord, dengan tempo lagu yang cukup cepat. Butuh waktu dan penyesuaian agar lagu ini benar-benar cocok hasilnya,” seru mereka terus-terang.
Selain diproduksi dalam format cakram padat (CD), kini EP “Apocalypse” juga bisa didengarkan via berbagai platform musik digital seperti Apple Music, Spotify, Joox, Deezer, Itunes, Tidal hingga Youtube Music. (aug/MK02)