Walau terhitung sudah empat kali menggelar konser di Indonesia – tepatnya dua kali di Jakarta dan masing-masing sekali di Yogyakarta dan Solo – namun ternyata kehadiran band progressive metal legendaris asal AS ini masih memiliki magnet luar biasa untuk menyedot penonton. Terbukti, konsernya semalam di Ecopark Ancol, Jakarta tetap berhasil menyedot ribuan penyaksi yang sebagian besar benar-benar mengerti dan memahami lagu-lagunya.
Melafalkan lirik beramai-ramai, atau bahkan tidak sedikit yang ikut menyenandungkan notasi instrumentasinya, menjadi pemandangan menarik di konser penutup dari rangkaian “The Top of The World Tour” tersebut. Bahkan di lagu-lagu baru seperti “The Alien”, “Answering the Call” dan “Sleeping Giant” sekali pun. Rumit, epik tapi sing along. Aneh ya. Tapi begitulah kenyataannya.
Ya, seperti Metallica yang berhasil membuat kegarangan metal bisa diterima di kuping pendengar musik umum, Dream Theater pun bisa dibilang sebagai band yang juga berhasil memasyarakatkan kerumitan paham progressive metal ke cakupan pendengar yang lebih luas.
Tiga komposisi yang disebutkan tadi termuat di album “A View from the Top of the World” yang dirilis pada 22 Oktober 2021 lalu via label InsideOut Records. Berkat lagu “The Alien”, Dream Theater berhasil meraih penghargaan Grammy untuk kategori “Best Metal Performance” pada 2022 lalu. “A View from the Top of the World” juga merupakan salah satu judul trek berdurasi lebih dari 20 menit, dan dibawakan Dream Theater semalam sebelum memasuki sesi encore.
Sebenarnya tak banyak yang berbeda membandingkan suguhan James LaBrie (vokal), John Petrucci (gitar), John Myung (bass), Jordan Rudess (kibord) dan Mike Mangini (dram) saat tampil di Solo pada 10 Agustus 2022 lalu, dengan konser di Ancol ini. Namun jika disimak lebih rinci, penataan suara di panggung semalam jauh lebih baik. Bersih dan jernih, walau digeber di takaran voltase tinggi.
Tapi ‘penyakit’ sebagian besar band keras yang datang dari era awal ‘80an adalah penurunan di lini vokal. Dan James LaBrie adalah salah-satunya yang ‘membuktikan’ itu. Sepanjang penampilannya nyaris tak ada yang maksimal, apalagi di ruang-ruang komposisi yang membutuhkan nada tinggi. Sumbang. Melenceng dari dudukan not yang seharusnya. Risiko berada di band yang banyak menerapkan notasi vokal yang melengking. Saat masih muda terdengar gagah, tapi gerogotan usia tidak bisa dipungkiri, dan kemudian membuat pekerjaan itu menjadi seperti neraka.
Kelelahan setelah tur panjang mungkin bisa jadi ikut memperparah kondisi James LaBrie. Juga perbedaan cuaca. Di panggung semalam misalnya, ia sedikit ‘menyalahkan’ suhu Jakarta. “Wah, (udara) sangat panas di sini,” serunya kepada penonton, setelah terlihat beberapa kali menenggak air mineral yang tersedia di sisi depan perangkat dram Mike Mangini.
Di konser yang kembali diprakarsai oleh promoter Rajawali Indonesia ini, Dream Theater mengeksekusi selusin komposisi lagu, termasuk “6:00”, “Bridges in the Sky”, “Caught in A Web”, “Solitary Shell”, “About to Crash (Reprise)”, “Losing Time/Grand Finale” serta lagu klasik, “Pull Me Under”. Dan sebagai penutup di sesi bonus (encore), lagu epik nan indah yang berdurasi hampir 20 menit, “The Count of Tuscany” dari album “Black Clouds & Silver Linings” (2009) kembali dikumandangkan.
“Kami sangat senang sekali bisa menghadirkan kembali Dream Theater ke Indonesia, khususnya bisa menjadi momen penutup konser dunia mereka, ‘Top of The World Tour’. Ini juga sesuai dengan request penggemar Dream Theater Indonesia, untuk bisa menghadirkan Dream Theater kembali, tapi di Jakarta. Saya harap konser penutup tur dunia mereka ini bisa memuaskan seluruh pihak dan semakin menggairahkan industri pertunjukan musik Tanah Air,” ujar Anas Alimi selaku Founder Rajawali Indonesia.
Tovic Raharja selaku Direktur Utama Rajawali Indonesia juga mengimbuhi, “Semuanya berjalan dengan lancar dengan dukungan seluruh pihak, akhirnya konser penutup ini terselenggara dengan baik. Manajemen Dream Theater juga sangat kooperatif atas segala hal terkait komunikasi produksi dan technical riders Dream Theater. Semua dapat terpenuhi dan tersedia di Jakarta.”
Dream Theater digulirkan pertama kali oleh John Petrucci, John Myung dan Mike Portnoy saat sama-sama menimba ilmu musik di Berklee College of Music, di Boston, Massachusetts, AS. Ketika memulainya pada 1985 silam, mereka mengibarkan nama Majesty, sebelum menggantinya menjadi Dream Theater tiga tahun kemudian. Dalam perjalanannya, sempat terjadi beberapa kali pergantian formasi. Sebelum formasi sekarang, Dream Theater pernah dihuni vokalis Chris Collins dan Charlie Dominici di era awal, lalu kibordis Kevin Moore (1985–1994) dan Derek Sherinian (1994–1999).
Salah satu pendirinya, Mike Portnoy menarik diri pada 8 September 2010 dan digantikan oleh Mike Mangini yang pernah menghuni band rock Extreme. Sejauh ini, Dream Theater telah merilis 15 album studio, dengan angka penjualan keseluruhan mencapai lebih dari 12 juta keping di seluruh dunia.
Konser semalam menjadi kedatangan Dream Theater untuk kelima kalinya di Indonesia. Diawali di Mata Elang International Stadium, Ancol pada 21 April 2012, lalu di Lapangan D Senayan pada 26 Oktober 2014, di panggung “Jogjarockarta Festival 2017” di Yogyakarta pada 28 dan 29 September 2017, kemudian di Stadion Manahan, Solo pada 10 Agustus 2022 dan terakhir di Ecopark, Jakarta. (mdy/MK01)
.

.