Pencapaian luar biasa berhasil ditancapkan grup crossover metal asal Bandung ini. Tahun ini, menandai dua dekade pergerakan Godless Symptoms di skena musik keras, sejak terbentuk pada 2003 silam. Metamorfosis musik mereka merupakan refleksi dari perjalanan dan pendewasaan, beranjak dari komposisi sederhana crossover metal hingga fusi lintas genre musik ekstrim dari hardcore, sludge hingga thrash metal.
Dua puluh tahun bukanlah usia yang sebentar. Godless Symptoms mampu menjawab semua keraguan bahwa selama band dijalani dengan kesungguhan dan niat yang berhasrat, pasti selalu ada jalan untuk terus menebar energi positif untuk para pendengar. Zaman bergulir dan Godless Symptoms telah mengalami banyak hal; pergantian personel, pergantian generasi, dari awal terbentuk, hingga saat ini.
Apa yang menjadi pemicu semangat bagi mereka untuk terus bertahan sejauh ini? “Karena kami berlima di sini ingin selalu terus berkarya. Itu aja sih kuncinya. Karena dengan ada keinginan untuk terus berkarya, (maka) pasti akan selalu ada jalan dan pastinya bakal jadi pembeda signifikan dengan band yang ‘hanya hidup’ tapi tanpa ada gerakan apa pun,” seru pihak band kepada MUSIKERAS, semangat.
Menjamurnya band metal hari ini, dengan berbagai ragam pengembangannya juga mereka rasa tidak menjadi ancaman bagi kelangsungan karir Godless Symptoms. Menurut mereka, memang eksplorasi karya jaman sekarang sangat ‘kaya’, lantaran banyak cara yang tersedia. Band bisa melakukan apa pun yang mereka mau.
“Selama bandnya bisa terus aktif dan konsisten, mereka pasti akan terus menemukan cara-cara baru untuk terus bertahan, dan terus berkarya. Masalah kompetisi, pada dasarnya band ini tidak peduli dengan istilah ‘kompetisi’, karena musik buat kami itu untuk dinikmati dan diapresiasi. Sesederhana itu.”
Tentunya, banyak kenangan menarik sepanjang perjalanan karir Godless Symptoms yang patut untuk dirayakan. Untuk itu, pada 26 November 2023 mendatang, band yang kini dihuni formasi Yudi Setiawan aka Baruz (vokal), Gusti Sukma Pratama aka Goesti (dram), Diki Fajar Sidiq (gitar), Ryan Pratama aka Pret (gitar) dan Ginan Wicaksana (bass) ini bakal menggelar hajatan perayaan untuk menandai eksistensi mereka. Rencananya dieksekusi di Voice Bar, Buah Batu, Bandung dalam kemasan pentas bertajuk “2 Dekade Menggila(s)”.
Sepanjang karirnya, Godless Symptoms telah menghasilkan lima album studio, yaitu “Crossover” (2007), “Revolusi Demokrasi” (2012), “Negeri Neraka (2013), “The Deaf and the Wasted” (2017) dan “Satir Getir (2021). Pada Juni dan Oktober 2017, mereka sempat pula menempatkan dua lagu untuk album kompilasi rilisan Majalah Metal Hammer (Inggris). Yang pertama lagu “Lost in the Darkest Abyss” di album “United Nation” serta lagu “State of the Immortal Reign” untuk kompilasi “The Forbidden Path”, bersama 14 band besar dunia sekelas Alter Bridge, Cradle of filth, Satyricon hingga Enslaved.
Dari karya-karya tersebut, membuahkan beberapa pengakuan bergengsi, di antaranya dinominasikan untuk penghargaan Golden Gods Awards yang digagas Metal Hammer untuk kategori Global Metal pada 2014. Sementara di dalam negeri, Godless Symptoms sempat masuk nominasi AMI Awards 2017 untuk kategori Karya Produksi Metal/Hardcore, berkat lagu “Kebenaran Harus Lantang Bicara” yang termuat di album kompilasi “Cracked It! Vol.1” (Musikeras Magz dan Locker Media). Mereka bersanding dengan nominator hebat lainnya, seperti Edane, Deadsquad, Roxx dan Aftermath. Lalu pada AMI Awards 2022, Godless Symptoms kembali diperhitungkan lewat album “Satir Getir”, yang juga dinobatkan sebagai salah satu nominasi di kategori “Album Metal Terbaik”, bersaing dengan Deadsquad, BongaBonga, Pure Wrath dan Djin.
Seusai “2 Dekade Menggila(s)”, Godless Symptoms tidak akan berhenti. Sejumlah rencana jangka panjang sudah di tangan. Band ini akan terus berkarya, termasuk membuat materi-materi baru. “Ya semoga saja semua bisa berjalan sesuai rencana dan kami terus diberi kekuatan hasrat untuk terus main band.” (mdy/MK01)
.
.