Resensi: TAKE OVER Menjaga Energi Rock yang Seimbang

(Artis) Take Over – (EP) V.2 – (Prod.) 2021 Take Over

Cukup produktif band satu ini. Tak berselang lama sejak merilis self-titled yang dilepasliarkan pada Desember 2019 lalu, kini kolaborasi Take Over dan gitaris John Paul Ivan (JPI) kembali terjalin lewat album mini (EP) kedua yang diberi tajuk “V.2”. Jika membandingkan kedua album, terasa ada ‘benang merah’ yang kuat mengikat di konsep penggarapan musiknya.

Dan memang, menurut penuturan gitaris JPI yang juga bertindak sebagai produser, “V.2” dimaksudkan sebagai kelanjutan dari energi yang sudah tersulut di karya album sebelumnya.

“Karena materi dasar lagu sudah ada, jadi bukan bikin lagu yang benar-benar baru banget. Makanya diberi titel album ‘V.2’ yang artinya volume kedua, melanjutkan energi dari album pertama,” urainya kepada MUSIKERAS.

Satu hal yang menonjol kuat saat mendengarkan album yang memuat lima trek tersebut, adalah eksekusi di lini vokal yang terbilang matang. Windy Saraswati yang mengemban tugas itu bisa mengakomodir jembatan pop dan rock dengan seimbang. Tidak terjebak mendayu, namun juga tak lantas menjadi pecah berserak layaknya rock yang beringas. Ada di tengah-tengah, tertakar seimbang, dengan dukungan permainan instrumentasi di sekelilingnya yang bisa menjaga ketat agar tak tergelincir keluar terlalu jauh dari ranah rock yang tegas.

Karena jika disimak seksama, album ini kental akan elemen pop. Khususnya di lagu bertajuk “Aku Lelah” dan “Jadikan Aku Sahabatmu” yang paling mudah ditunjuk jika butuh singel terunggul. Tapi personel lainnya, John Paul Ivan, gitaris Bagus Wyed, bassis Gatot Ary dan dramer Joey Nasz tidak membiarkan kenikmatan pop mendominasi. Dengan segenap upaya, aransemen tetap diperlakukan layaknya komposisi rock, menghujaninya dengan simbol-simbol rock. Mengombinasikan betotan bass dan gebukan dram yang berotot serta geberan distorsi di gitar yang tebal dan heavy. Seperti yang antara lain terwakili di trek pembuka berlirik positif, “Tantang Dunia”.

Saat menggarap rekaman “V.2” yang dilakukan di Woodstock Studio, JPI kali ini mencoba menerapkan metode konvensional, yang berbeda dibanding album sebelumnya. Teknis rekam suara instrumen dan suara vokal dilakukan secara live, bukan menggunakan bantuan alat suara simulasi dari software komputer.

.

.

“Jadi ‘back to old school recording’. Ada waktu pra rekaman dimana kami harus memikirkan alat-alat atau perangkat apa aja yang akan kami pakai, lalu workshop latihan dan menentukan aransemen final di tiap lagu. Sebagai produser, saya bertindak 100% dalam proses awal sampai hasil akhir. Saya mencurahkan semua energi dan pengalaman-pengalaman di dunia rekaman sebelumnya untuk bisa mendapatkan hasil yang maksimal untuk album ini.

Banyak sentuhan style rock era 80 dan 90-an yang dihadirkan, dimodifikasi dengan cita rasa modern era sekarang, untuk mendapatkan lagu-lagu yang catchy,” papar JPI lagi mengungkapkan proses di balik tahapan produksinya.

Bagi penikmat rock Indonesia yang masih mengapresiasi rilisan fisik, “V.2” adalah karya yang memuaskan dahaga. Di tengah gempuran rilisan digital, album ini masih berusaha mewakili semangat untuk melestarikan karya rekaman yang diproduksi dalam format CD. Dan menurut JPI, Take Over memang ingin memanjakan para penikmat musik yang masih ingin mengoleksi album CD di rumahnya. Terlebih lagi, ia sendiri juga masih sering mendengarkan musik dari perangkat pemutar CD, ketimbang menikmati lagu-lagu berformat digital yang dimainkan dari gadget.

“Karena menurut kuping saya, sensasi dengerin melalui CD tetap terdengar lebih enak sound-nya, hahaha…. Ya, ini kembali ke masalah selera saja. Sebenarnya bebas-bebas aja mau dengerin musik pakai media apa. Ada orang yang masih suka pilih kaset pita, ada yang suka vinyl, tapi juga ada yang nyaman-nyaman aja dengan gadget yang langsung play dari platform digital streaming.”

Sebagai penutup, ada sedikit catatan penting untuk karya Take Over ini, yaitu pada rancangan sampul CD yang masih saja memajang wajah para personelnya. Dengan sangat jelas dan nyaris tanpa polesan efek artistik apa pun. Padahal dengan mencantumkan nama JPI di bawah nama Take Over sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk membuat album ini ditengok orang. Ya, mungkin di karya berikutnya hal itu bisa menjadi pertimbangan, menghadirkannya dengan artwork yang lebih terasa sebagai sebuah karya seni. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts