Ketika band rock asal Surabaya, Jawa Timur ini terbentuk pada malam tahun baru 2011 silam, niat awal didasari harapan para personelnya sebagai sarana untuk menumpahkan segala emosi dalam bentuk karya seni. Waktu itu, Waking Up Kraken (WUK) diperkuat formasi Adria Riswinanda, Aditya Ramadhana, Dio Oktoreno, Ardiansyah Esmondo dan Yudha Prakoso. Namun dalam perjalanannya, ternyata prosesnya tidak semudah membalik tangan. Band ini harus mengalami krisis identitas dimana mereka tidak bisa menyepakati jenis musik yang ingin dimainkan. Masing-masing personel juga harus meredam ego dan emosi satu sama lain. Komitmen pun diuji, dan akhirnya berujung perpecahan.
Usai menghasilkan tiga lagu, yakni “Crucial Thing”, “Declaration of War” dan “Wake Up Wake Up” dan hanya sempat merasakan naik panggung sekali, WUK pun memutuskan untuk rehat.
Tapi tak lama, terbit keinginan dari dramer Aditya Ramadhana dan gitaris Adria Riswinanda untuk melanjutkan karir WUK. Terutama Adit yang merasa potensi bandnya itu seharusnya lebih. Keduanya pun mulai kasak-kusuk dan bertekad untuk merekam ulang lagu-lagu yang sudah dibuat, juga menambah beberapa lagu lagi dengan satu tujuan: menidurkan band ini dengan cara yang layak, yaitu dengan merilis lagu-lagu lama dalam versi yang paling mutakhir. Ini adalah cara Adit dan Adria untuk melepaskan band yang selama 11 tahun menjadi identitas mereka.
Namun lantaran terhalang kesibukan, ide tersebut menjadi terbengkalai. Baru pada 2019, Adit dan Adria bisa bergerak lagi dengan berbekal pengaruh, pengetahuan serta equipment yang lebih mutakhir. Keduanya memutuskan untuk melanjutkan kembali visi mereka. Salah satu lagu yang akhirnya berhasil didaur ulang adalah “Crucial Thing”. Keduanya butuh waktu selama dua tahun untuk mengolah dan merekamnya, lantaran sempat kesulitan mencari vokalis.
“Kami sering bergurau dan bermimpi suatu saat Waking Up Kraken bisa membuat project bersama (featuring) dengan beberapa musisi yang kami idolakan, sampai akhirnya kami memberanikan diri untuk mencoba menghubungi beberapa musisi tersebut untuk membuat mimpi kami menjadi nyata. Berbekal pertemanan, akhirnya kami berhasil menghubungi Rifqy Monzy, vokalis dari band The Flins Tone. Yudha Prakoso, vokalis (lama) kami juga menyatakan ketertarikannya untuk kembali me-reprise perannya dalam pengisian vokal,” ujar pihak band kepada MUSIKERAS, mengungkap latar belakang proses kreatifnya.
.
.
Proses perekaman “Crucial Thing” sendiri dieksekusi WUK di studio milik Adria, 912 Studio secara mandiri. Tapi khusus untuk pemolesan mixing dan mastering mereka dibantu oleh Allan Permana dari True Sonic Studio. Tapi proses rekamannya tidak berjalan mudah, karena Adit dan Adria harus berkali-kali mencoba dan berdiskusi, sehingga tidak jarang banyak ide yang harus dibuang jauh-jauh karena tidak sesuai dengan tujuan awal.
“Crucial Thing” sendiri merupakan lagu pertama yang diciptakan oleh WUK. Idenya terlahir pada malam mereka terbentuk, yang berawal dari riff gitar yang diciptakan oleh sang bassis saat itu, Dio Oktoreno. Bentuk awal dari “Crucial Thing” berasal dari sebuah puisi yang diciptakan oleh Haniah Kurniawati, yang diberikan kepada gitaris Ardiansyah Esmondo yang akhinya menjadi inti dari “Crucial Thing”.
Jika membandingkannya dengan versi lama, perubahan paling signifikan dari sisi musikal di “Crucial Thing” terletak pada tone dari masing-masing alat musik. Karena di versi awalnya, mereka masih belum bisa mendeskripsikan seperti apa tone yang diinginkan. Maklum, pada masa itu, pengetahuan serta keterbatasan perangkat pendukung mereka terbilang masih minim.
“Pada versi baru ini, keseluruhan drum tone-nya menjadi lebih tegas dan ‘kekinian’. Riff-riff gitar yang sudah catchy semakin dibuat lebih heavy lagi dengan pemilihan ampli yang lebih high-gain dibandingkan dengan versi yang lama. Dari segi vokal, kami memperbanyak layering untuk harmoni dan menambah kesan lebar.”
Jika harus dideskripsikan hanya dengan satu kata, ulas pihak WUK lagi, versi baru “Crucial Thing” adalah lebih ‘dewasa’. Untuk mengubahnya menjadi lebih dewasa, ada beberapa aspek dari versi lama yang mereka putuskan untuk tidak digunakan lagi. Misalnya mengganti bagian synth di intro awal dengan permainan gitar solo, lalu menghapus bagian ‘elektronik’ di interlude lagu dan menggantinya dengan patahan breakdown.
Pengaruh utama WUK dalam penggarapan lagu tersebut sedikit banyak disari dari band-band pop-punk dan hardcore seperti A Day To Remember, Chunk! No, Captain Chunk!, Four Year Strong, The Gazette serta juga musisi lain seperti dramer Periphery, Matt Halpern (AS) dan dramer Benny Greb (Jerman), serta gitaris Aaron Marshall (Kanada) dan Plini (Australia).
“Crucial Thing” sendiri menjadi langkah awal dari serangkaian rencana Adit dan Adria untuk mengantar Waking Up Kraken menuju tidur panjang yang permanen. Berikutnya akan ada beberapa lagu rilisan tunggal lagi sebelum ditutup dengan album mini (EP) yang berisikan tiga lagu lama – termasuk “Crucial Thing” – serta beberapa lagu baru yang mereka tulis.
“Ini adalah penghormatan terakhir kami untuk band yang selama ini menjadi ‘identitas’ kami. Proses pembuatan EP sudah berjalan sekitar 70% dengan harapan kami bisa menyelesaikan perjalanan Waking Up Kraken paling lambat pada akhir 2022.” (mdy/MK01)