Berawal ketika Alfa Putra terkapar di ruang isolasi Covid, di sebuah rumah sakit pada 2020 lalu, maka termuntahkanlah bermacam riff gitar yang ia dokumentasikan menggunakan aplikasi rekam suara pada ponselnya. Nah, pengalaman ketika saturasi oksigen dirinya merosot hingga ke angka 80an, lalu penglihatan berangsur gelap, redup kelabu dan perlahan cahaya menghilang itulah yang lantas menginspirasinya menggarap komposisi rilisan tunggal debutnya dengan judul “The Absence of Light”.
Kala itu, menurut penuturan Alfa, potongan-potongan riff gitar tersebut berhamburan begitu saja keluar dari imajinasi. Tapi buah kreativitas yang kemudian ia terapkan di “The Absence of Light” itu juga merupakan leburan dari pengalaman karirnya sebagai gitaris di berbagai band rock, yang sedikit banyak telah membentuk karakter permainan gitarnya.
Sekadar informasi, Alfa sejauh tercatat pernah menghuni band thrash metal senior, Sucker Head selama tiga tahun sebagai gitaris additional. Setelah itu tergabung di unit heavy rock Boomerang selama empat tahun, sebelum akhirnya berlabuh di Getah sebagai personel tetap pada 2010 silam.
“Buat saya banyak sekali pengalaman belajar di band-band tersebut sehingga secara teknikal melebur menjadi karakter permainan saya sekarang,” ujar Alfa meyakinkan.
“The Absence of Light” sendiri disuguhkan Alfa dalam kemasan metal yang cenderung modern. Bukan sekadar lagu keras era masa lalu. Nah, untuk mewujudkan konsep itu, Alfa pun memilih bassis Steven Kurniajaya untuk memproduseri lagunya tersebut. Menurut Alfa, karena usia Steven separuh usia dirinya sehingga wawasan musiknya pun jauh lebih muda. Disamping itu, Alfa juga sangat menyukai karya produksi Steven yang bercirikan sound dan komposisi yang sangat modern.
Mereka lantas saling bertukar pikiran, saling melempar ide, mulai dari pemilihan riff, solo dan bagian-bagian breakdown, sampai sound yang tepat. Selain pola-pola riff yang berat dan bertala rendah, Alfa juga banyak mengeksplorasi efek pitch-sifter serta nada-nada dissonant.
“Steven kupingnya sangat fresh. Ide-ide dia modern banget. Banyak kombinasi amplifikasi software dengan treatment EQ dan compressor ini-itu yang gue nggak paham sebelumnya. Steven kasih paradigma baru buat gue di urusan sound. Jauh dari sound metal era gue kecil. Riff-riff gue yang terasa terlampau jadul pun dibuang sama dia… hahaha. Nada-nada dissonant bergelimang di setiap bagian lagu ini. Memang ini favorit gue juga ya, selain memang banyak gue pakai di Getah. Gue juga berusaha jauh-jauh dari nuansa lick pentatonik. Urusan lead, Steven ngebebasin asal lead-nya nggak panjang. Pendek dan pedas,” papar Alfa kepada MUSIKERAS, semangat.
Lalu untuk pemolesan mixing dan mastering, tadinya Alfa juga sempat meminta ke Steven agar menaikkan frekuensi low, namun oleh Steven juga dianggap sudah ketinggalan jaman. “Dari dia gue paham sekarang kalau frekuensi low band modern itu justru nggak terlalu tinggi di mixing-nya. Karena menjaga brightness lagunya, walaupun digeber distorsi tebal dengan tuning sangat rendah.”
O ya, saat penggarapannya, Alfa memainankan komposisi “The Absence of Light” dengan memaksimalkan Radix Guitars dan direkam via software DAW Kuassa, tanpa mengaktifkan ampli fisik satu pun. Sementara untuk seluruh isian dram diprogram menggunakan One Kit Wonder Metal. Suara synth yang terdengar di lagu itu merupakan hasil sampling dari suara gitar, sementara untuk porsi bass dieksekusi oleh Steven.
Karena “The Absence of Light” tidak berformat instrumental, maka Alfa menghadirkan kontribusi vokalis di lagu tersebut. Ia lantas meminang Agustinus Widi, mantan vokalis Deadsquad, untuk menyempurnakan kengerian komposisi “The Absence of Light”. Selain karena memang sudah lama mengincarnya, di mata Alfa sosok Widi adalah salah satu vokalis berpaham metal ekstrim terbaik saat ini. Teknik vokal macam fry scream, growl, false chord mampu dieksekusi semuanya secara maksimal.
“Widi menyanggupi tawaran saya dan menyarankan agar liriknya ditulis dalam bahasa Inggris. Saya setuju, karena memang genre seperti ini, pasarnya global. Bukan hanya lokal. Widi lalu mengirimkan sample vokalnya dan hasilnya di luar ekspektasi saya. Killer!!!!”
Alfa sendiri memilih jalur metal dengan sound kekinian lantaran merasa harus bisa mengikuti pergerakan metal saat ini. Karena musik keras menurutnya adalah musik global, dimana di luar sana bahkan telah berhibrida satu sama lain hingga menelurkan 350 genre, sub-genre bahkan micro-genre. Tapi di “The Absence of Light” bukan melulu dipengaruhi metal era modern. Antara lain, Alfa juga menyebut sedikit banyak ada pengaruh dari Pantera, khususnya di terapan whammy pedal. Ada juga Sepultura era lama, Mastodon, Barones, Ultar, Batushka, Imperial Triumphant, Behemoth, The Black Dahlia Murder, After The Burial, Bring Me The Horizon, Lorna Shore, Slaughter to Prevail hingga Polyphia.
“The Absence of Light” bakal tersedia di platform digital mulai 30 Oktober 2022. (mdy/MK01)
.
.
Keren keren, asik riff gitar and vokal nya🤟🤟