Setelah tertidur selama kurang lebih tujuh tahun, unit keras asal kota Pontianak, Kalimantan Barat ini akhirnya kembali menggeliat dan langsung menerjang lewat karya lagu terbaru bertajuk “Polystyrene” pada 15 Maret 2023 lalu. Sebelumnya, Hyenas yang terbentuk pada akhir 2014 silam telah menelurkan karya lagu tunggal debut berjudul “No One Can Trust” yang dilepasliarkan pada perayaan Record Store Day 2016.
Hyenas kali ini datang dengan formasi terbaiknya, yang diperkuat oleh Andika Patrya (vokal), Dzulqarnaen Edo (gitar), Prasetyo Panji Anggono (gitar), Dicky Reno (bass) dan Risman (dram). Kembalinya Panji yang dulu sempat hengkang, menambal lubang di departemen gitar yang telah lama ditinggalkan.
“Kendala terbesar pada saat itu adalah pada saat memutuskan vakum para personel sibuk dengan urusan duniawinya masing-masing, baik itu kuliah, menikah maupun bekerja, dan salah satu personel yang memutuskan hijrah keluar pulau. Kami berusaha berfikir realistis bagaimana menghidupi musik. Kami berlima harus menghidupi diri sendiri terlebih dahulu. Setelah tujuh tahun, panggilan itu akhirnya datang kepada kami berlima dan ‘Polystyrene’ adalah bentuk kedewasaan kami berlima yang kami tuangkan dalam bermusik,” tutur Dicky Reno kepada MUSIKERAS, mengungkap latar belakang kevakuman Hyenas.
“Polystyrene” sendiri merupakan ungkapan perpisahan dan pendewasaan. Dikatakan sebuah perpisahan karena secara tidak langsung, lagu tersebut menjadi semacam ‘farewell’ untuk garage sound yang selama ini dianut Hyenas. Juga sekaligus sebagai bentuk pendewasaan bermusik lima orang musisi yang menjadi gerbang pembuka menuju album mini (EP) yang rencananya akan dirilis tahun ini juga.
“Garage dalam konsep berproses Hyenas lebih mengacu pada pemilihan instrumen dua gitar dengan menggunakan drive seadanya, clean khas (pickup) single coil, kord C natural (lagu A minor) yang secara sadar kami gunakan agar mudah dicerna oleh telinga non pendengar rock maupun sebaliknya,” urai Prasetyo Panji Anggono memperjelas konsep musiknya di “Polystyrene”.
.
.
Proses perekaman “Polystyrene” sendiri berlangsung sangat organik. Menurut Dicky, rangkaiannya dimulai pada awal Januari, dimana mereka berlima rutin melakukan workshop berkala, sebelum akhirnya memutuskan masuk ke studio rekaman. Kemudian eksekusi rekaman dilakukan di akhir Januari, dimulai dengan isian dram dan bass terlebih dahulu, lalu beralih ke isian gitar dan terakhir di vokal serta beberapa instrumen lainya seperti string, vokal latar dan lainnya.
“Lebih kurang dua bulan lamanya proses ‘memasak’ tersebut, termasuk mixing dan mastering. Semuanya Kami lakukan di 411 Studiobox di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.”
Saat peracikan komposisi dan aransemennya, Hyenas mengakui mengadopsi ketukan atau beat utama lagunya dari ‘versi turunan’ (derivative version) lagu “Paranoid Android” milik Radiohead yang disederhanakan, menyesuaikan dengan kemampuan musik tiap personelnya. Isian string di awal hingga bagian reff kedua merupakan trinada otomatis yang dibuat dan direkam melalui aplikasi Garage Band (ios).
“Part terakhir sebagai kontras dari lagu ini. Lalu agar tidak monoton alih-alih hanya menggunakan trik modulasi chord, akhirnya kami memutuskan mengubah timecode menjadi 5/4 – yang sebelumnya 4/4 – agar tidak membosankan dan (mungkin) menjadi satu part favorit, yang menjadi materi diskusi para pendengar.”
Selepas “Polystyrene”, Hyenas menargetkan segera merekam lagu tunggal berikutnya pada pertengahan bulan Ramadhan ini, sambil mulai memperbanyak jam terbang di skena musik lokal kota Pontianak. Sementara persiapan menuju EP sejauh ini juga sudah mencapai 40% dari keseluruhan tahapan produksi. Sudah ada tiga lagu yang siap direkam dan beberapa materi lainya yang sudah masuk tahap workshop.
“Polystyrene” bisa didengarkan via berbagai platform digital streaming seperti Spotify, Apple Music, YouTube dan lainnya. (aug/MK02)
.
.