Dari pesisir pantai selatan Jawa, tepatnya berbasis di Cilacap, Jawa Tengah, band ini hadir ke kancah musik keras Tanah Air lewat karya album mini (EP) bertajuk “Potestatem” yang sarat suntikan distorsi metal berkontur progresif. EP tersebut dilempar ke skena metal Indonesia yang saat ini makin menggelora, berkembang pesat dan sarat regenerasi.
“Potestatem” diracik oleh para personel Infinite Glory, yakni Rifenda ‘Fenda’ Hibrizi (vokal), Ahmediar ‘Diar’ Karnarajasa (gitar), Vivaldi ‘Vival’ Lanang (gitar), Andito ‘Dito’ Kusumawardana (dram) dan Priaji ‘Aji’ Rahmawan (bass) secara independen sejak terbentuk pada 2020 hingga 2023. Eksekusi rekaman serta pemolesan mixing dan mastering dilakukan di Infinite Studios, yang juga merupakan markas Infinite Glory.
Judul EP sendiri diambil dari bahasa Latin yang berarti ‘kekuatan’, yang menjadi garis besar tema lagu-lagunya. Memuat lima trek dimana liriknya yang ditulis oleh vokalis Fenda secara garis besar menceritakan tentang kebangkitan anak muda dari keterpurukan yang mencerminkan fase-fase emosional.
Di urutan pertama ada lagu “Allusion” yang menggambarkan ilusi penggoda, lalu “Affectio” yang menekankan pentingnya cinta dan kasih pada diri. Di urutan selanjutnya ada trek “Amagi” yang berisi ajakan untuk menjadi kuat bagaikan samurai, kemudian lanjut ke lagu “Ad astra per aspera” yang menyuarakan pengakuan diri dan keyakinan bahwasanya ada makhluk buas di dalam diri kita yang tidak terkalahkan. Terakhir, EP ditutup dengan lagu “Fate” yang berisi pengingat bahwa kita memiliki takdir untuk dijalani dengan kesadaran diri, walaupun harus menghadapi kegagalan berulang kali.
“Kami ingin membawakan cerita dan makna yang saling terhubung dari trek lagu satu hingga lagu kelima. Kami biasa membuat lagu dengan urutan yang didasari arti lagu terlebih dahulu, lalu membuat musiknya agar bisa tersampaikan pesannya. Terkadang kami juga bisa memulai dari ide notasi, nada, dan ketukan yang kami sukai untuk mendasari sebuah lirik,” urai pihak band kepada MUSIKERAS, mengulas metode peracikan lagunya.
Pengerjaan EP “Potestatem” sendiri diakui para personel Infinite Glory berlangsung lama lantaran mereka ingin memastikan pengerjaannya benar-benar maksimal. “Sambil kami memperkuat ilmu dalam bermusik, menambah wawasan, dan menambah jam terbang. EP ini tercipta atas dasar selera dan passion antar personel yang menyatu.”
Contoh keseriusan Infinite Glory dalam menggarap “Potestatem” salah satunya terlihat di penggodokan rekaman lagu “Affectio”, dimana mereka melakukan revisi hingga lima kali, atau berubah hingga sebesar 60%, dengan perekaman isian vokal yang berulang-ulang. “Pada lagu ini pun memiliki tingkatan riff dan eksperimen sound yang sangat rumit dengan tema berulang dan sama. Karena dari segi rasa harus benar-benar menyampaikan pesan yang ada dalam lirik lagu tersebut. Dan dari segi musik harus lebih lembut tetapi tidak menghilangkan ornamen kerasnya.”
Di sekujur EP, progressive metal yang menjadi nyawa utama Infinite Glory tidak disuguhkan sekadarnya. Mereka mengaku cenderung menyampurnya dengan beberapa elemen spesifik metal yang teknikal. “Hasil eksperimental dari metal modern adalah djent yang bisa dikatakan menjadi ciri khas kami. Dengan kemahiran teknis yang ekstrim, banyak menggunakan harmoni yang tidak lazim serta irama yang kompleks dengan perubaham metrum dan sinkopasi,” papar pihak band lagi memperjelas.
Dalam menjalani proses kreatif penggarapan “Potestatem”, Infinite Glory mengakui banyak menyerap inspirasi serta ide-ide musikal dari band-band luar macam Periphery, Architects, Bring Me The Horizon, Chelsea Grin serta pejuang lokal, 510.
“Potestatem” sudah diperdengarkan secara luas via berbagai gerai digital seperti Spotify, Apple Music, YouTube, Resso, Joox, Deezer hingga Amazon Music. (mdy/MK01)
.