AEONS OF RESURRECTIONS: “Kami Menawarkan Deathcore ‘Lawas’!”

Formula dan konsep musik dari Aeons Of Resurrections tersebut diaplikasikan lewat lagu debut yang menantang dalam pengeksekusiannya di rekaman.
aeons

Aeons Of Resurrections yang berasal dari Bali telah meledakkan karya rekaman pertamanya, yang bertajuk “Moans Ov Death” ke berbagai platform digital.

Seperti judul di atas, mereka memang mengedepankan konsep deathcore yang tidak biasa. Lebih mengacu ke gaya lama, tapi tetap disusupi virus-virus modern untuk memaksimalkan daya dobraknya. Formula yang membuat komposisi “Moans Ov Death” berbeda dibanding suguhan pejuang-pejuang deathcore umumnya.

“Mungkin yang membuat kami sedikit berbeda, adalah kami menawarkan warna musik deathcore lawas yang dikemas dengan balutan riff-riff modern yang hampir mendekati genre setingkat lebih gahar, yaitu death metal,” seru pihak band kepada MUSIKERAS.

“Tapi tidak lupa, dengan breakdown-breakdown ciri khas deathcore modern yang punchy dari sound raw yang kami racik sedemikian rupa.”

Pemilihan sound cukup mendapat perhatian ekstra, dimana para personel Aeons Of Resurrections menginginkan karakter yang ‘kasar’ dan mentah seperti deathcore gaya lama. Antara lain mengacu ke referensi musik band Suicide Silence saat masih bersama mendiang vokalis Mitch Lucker, lalu Whitechapel era album “This Is Exile” (2008) dan Signs of the Swarm di lagu “Nightcrawler’s” (2018).

Racikan formula tersebut sedikit banyak berkaitan dengan nama band ini, Aeons Of Resurrections yang memang berasal dari dua kata, yakni ‘Aeons/Eons’ diartikan ‘generasi lama’ dan ‘Resurrections’ yang bermakna ‘kebangkitan’. Jadi keseluruhan berarti ‘Kebangkitan dari Generasi Lama’.

“Namun dengan gaya dan tema yang sedikit berbeda.”

aeons

Mengeksekusi deathcore sendiri, bagi vokalis I Gusti Ngurah Merta Wiguna (Merta), gitaris I Gusti Ngurah Putu Chandra Arsana (Chandra) dan I Gusti Ngurah Komang Indra Wibawa (Wahmang), bassis I Putu Gede Prasetya Adi Putra (Tude) dan dramer Ida Bagus Komang Aditya Suputra (Gusmang) memberi tantangan yang lumayan menguras energi dan konsentrasi. 

“Menurut kami tantangan tersulit saat menerapkan genre deathcore yakni menjaga ritme, kecepatan, ketepatan serta kemampuan untuk mengungkapkan emosi yang intens dan kompleks,” cetusnya.

Nah, tantangan yang mereka alami pada saat tampil di panggung-panggung adalah mengendalikan energi dan intensitas. “Dan tantangan saat rekaman adalah mengendalikan dinamika, frekuensi dan stress pada saat mengeksekusi materi yang kami rangkum.”

Aeons Of Resurrections yang terbentuk pada April 2021 lalu menjalani proses kreatif penggarapan “Moans Ov Death” dalam durasi yang terbilang cukup lama. Berjalan selama dua tahun. Penyebabnya berbagai kendala, seperti kesibukan pekerjaan masing-masing personel serta pemilihan tempat rekaman yang mereka anggap cocok bagi mereka. Tapi akhirnya, mereka memilih Willy Studio Record di Jembrana.

Oya, tema lirik yang disemburkan Aeons Of Resurrections di “Moans Ov Death” (Rintihan Kematian) bercerita tentang ungkapan, keluh-kesah atau perasaan yang terpendam, saat manusia dilanda wabah Covid19. Banyaknya keluhan, jeritan, tangisan oleh ketidakadilan dan penindasan yang dialami banyak orang pada masa pandemi mengisnpirasi band ini untuk meluapkan emosinya dalam sebuah lagu. 

Usai perilisan “Moans Ov Death”, berikutnya band ini berencana melepas beberapa lagu tunggal lagi, sebelum memasuki tahap penggarapan album mini (EP) atau album penuh.

“Akan tetapi kami sepakat untuk tidak tergesa-gesa merilis single berikutnya, karena masih banyak yang perlu dipertimbangkan untuk mengeksekusi penambahan atau perubahan materi demi mendapatkan kualitas dan hasil yang optimal.” (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts