KASTIL: “Kami Optimis dan Semangat dengan Formasi Terbaru!”

Akhirnya memutuskan keluar dari ‘kegelapan’ setelah 24 tahun, kini Kastil meraungkan empat komposisi ekstrem di karya album mini (EP) “Shadows”.
kastil
KASTIL

Kastil kembali mengemuka setelah lebih dari dua dekade terdiam. Kali ini dengan formasi baru, identitas musik yang berevolusi, serta visi yang lebih matang. Semangat baru itu dituangkan lewat sebuah EP berjudul “Shadows”.

Rilisan ini, bukan sekadar reuni bagi unit metal legendaris asal Malang, Jawa Timur tersebut. Akan tetapi menjadi pernyataan sikap bahwa Kastil hadir untuk menetapkan babak baru perjalanan mereka.

Didirikan pada 1998 silam dan dikenal melalui album debut “Metamorfosis Carnivoraous” (1999), lalu vakum sejak 2001 lantaran terjegal kesibukan para personelnya. Satu-satunya anggota asli yang tersisa saat ini, yakni gitaris Eko Pujiono aka Ekomata lalu meneruskan bara api yang masih menyala di Kastil.

“Alasan Kastil bangkit kembali untuk ikut meramaikan musik metal Indonesia adalah (karena) saya sangat optimis dan semangat sekali dengan formasi kami yang terbaru,” ujar Ekomata kepada MUSIKERAS.

Babak baru Kastil mulai digulirkan ketika Ekomata memantapkan formasi barunya, dengan menggandeng tiga nama yang tak asing di skena musik ekstrem Kota Malang: vokalis ‘Djo’ Asmoro Slamet Rahardjo (Fallen To Pieces), dramer Adi Rakasiwi (Vinogi/Jecovox) dan bassis Harry ‘Gowank’ Susanto (Rottenomicon/Screaming Factor).

Meski awalnya sempat mempertimbangkan untuk mengubah nama, mereka menyadari bahwa Kastil bukan sekadar nama, melainkan identitas dan wadah bagi keresahan personal mereka.

Hitam dan Putih

Proses kreatif “Shadows” sendiri dimulai dari nol, bahkan dari potongan riff yang direkam lewat ponsel. Liriknya mengangkat tema eksistensial, membedah sisi hewaniah dalam diri manusia yang kerap ditekan namun pada akhirnya menjadi kunci dalam menemukan jati diri sejati.

“Seiring waktu, kami banyak melihat sisi lain dari manusia yang dulu tidak terlihat. Dunia ternyata tidak hanya hitam dan putih. Itulah yang kami tuangkan dalam EP ini,” ujar Ekomata menjelaskan.

Proses pembuatan EP “Shadows“ terbilang lumayan panjang. Para personelnya butuh waktu hampir dua tahun untuk mewujudkannya. Dimulai pada awal 2023, saat Ekomata merekam lagu-lagunya di Vamos Studio, dimana ia lantas bertemu dengan Djo Asmoro.

“Sempat tersendat-sendat juga proses pembuatan EP ini karena faktor kesibukan kerja dan mood dalam pembuatan EP ini,” ujar Ekomata mengungkap alasan.

Untungnya, kemajuan teknologi saat ini membuat proses rekaman menjadi jauh lebih mudah. Jadi menurut Eko, secara teknis proses rekaman untuk membuat sebuah lagu sangat mudah dibanding saat mereka menggarap album pertama dulu, pada 1999 silam, yang masih menerapkan sistem live recording.

“Karena jauh lebih mudah,” timpal Djo, “Maka kami lebih fleksibel untuk proses perekamannya. Karena mudah itu kadang kami ngeremehin, hehehe. (Masalah) Waktu juga sih, karena awal-awal yang aktif hanya mas Ekomata dan saya. Kesibukan kerja sangat padat juga di awal-awal.”

kastil

Sisi Hewaniah

Secara musikal, lagu-lagu di EP “Shadows” memadukan modern thrash metal, modern hardcore, Swedish death metal serta stoner metal. Pengaruh band seperti Carcass, In Flames, Turnstile, Comeback Kid dan Metallica memberi warna di musik mereka, sambil tetap mengutamakan kebebasan tiap personel untuk berkontribusi tanpa batasan.

EP “Shadows” memuat empat lagu yang membentuk alur cerita emosional yang intens. “Awakening” menjadi pembuka, menggambarkan momen ketika seorang individu mulai menyadari bahwa ia tak bisa selamanya menolak sisi gelap dalam dirinya.

Lagu ini, disebut Djo sebagai salah satu komposisi yang menantang untuk dieksekusi saat rekaman. Alasannya, karena di antara lagu lain, progresinya tidak terlalu ‘menanjak’ di tengah-tengah. “Memikirkan agar tidak landai cukup menantang bagi saya,” cetusnya.

Trek berikutnya dilanjutkan dengan “Frantic”, yang memotret kegelisahan dan penolakan batin setelah bertahun-tahun menekan sisi tersebut.

“Lagu ini, saat take gitar dan dram, kami sempat mengulang berulang kali untuk mendapatkan sound yang kami inginkan,” ujar Eko mengungkap kesulitan teknis perekaman “Frantic”.

Pada lagu ketiga, “Shadows”, individu ini menemukan ketenangan dan penerimaan sejati dengan menelusuri kegelapan batinnya. EP lantas ditutup dengan “Animal Instinct”, yang merepresentasikan pelepasan penuh sisi naluriah dan liar sebagai bagian dari jati diri yang tak lagi disangkal.

Bagi Kastil, “Animal Instinct” adalah lagu yang paling merepresentasikan identitas baru mereka. “Setiap manusia merekam apa yang ada di sekitarnya, termasuk hal-hal yang membentuk sisi hewaniah. Menekannya hanya akan membuatnya meledak suatu saat.”

Kembali setelah 24 tahun vakum tentu membawa tantangan. Jika dulu proses distribusi fisik menjadi hambatan, kini kemajuan teknologi dan platform digital justru menjadi alasan kebangkitan mereka. “Sekarang semua lebih mudah, dari rekaman, desain, sampai distribusi. Ini yang mendorong kami untuk bangkit,” seru Ekomata kembali menegaskan.

EP “Shadows” dirilis sebagai gerbang menuju album penuh yang tengah digarap. Kastil juga merencanakan panggung comeback mulai Agustus ini dan tur pada Oktober 2025.

Kastil membuktikan bahwa gelap tidak selalu menyesatkan. Terkadang, dari bayanganlah cahaya sejati ditemukan. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts