GHOSTLINE Kubur STDC, Lalu Semburkan “Separation” yang Lebih Keras

“Kehilangan personel utama, terutama pada bagian vokal clean berdampak signifikan terhadap pembuatan materi kami. Namun itu tidak mengurangi semangat kami untuk menghidupkan kembali band ini. Hal itu justru berhasil memacu kreativitas para personel yang tersisa untuk meramu bagian-bagian yang dapat menggantikan ciri khas sentuhan dari formasi yang lama.”

Lontaran sarat semangat di atas dituturkan Ghostline kepada MUSIKERAS, untuk meyakinkan bahwa perubahan formasi serta penggantian identitas band – mencakup nama dan konsep musik – tidak membuat mereka surut. Walau mengubur legacy bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. 

Unit post-hardcore/metalcore asal Surabaya, Jawa Timur ini tadinya mengibarkan nama Sebuah Tawa Dan Cerita (STDC). Dibentuk pada pertengahan 2009 silam, dan sempat merilis album bertajuk “Thousand Skies” (2014). Namun tiga tahun kemudian, dua personelnya menarik diri, yakni gitaris/vokalis Anggie Kobo dan dramer Reka Fernanda. Keduanya lantas membentuk band The Calistung. 

Untunglah, setelah memilih rehat sejenak, bara yang menyelimuti personel yang tersisa dibiarkan terus menyala. Wildan Setiawan (vokal), Andy William (gitar) dan Rendha Saksila (bass) lalu memutuskan untuk berkarya kembali. Setelah merekrut Dimas Indra (dram) pada Mei 2021, kekuatan band ini kembali mumpuni untuk mengeksekusi karya lagu perdananya. Pada Oktober 2021, penulisan lagu selesai dan langsung melanjutkan proses rekaman di Ghostline Studio. Tidak tanggung-tanggung, demi hasil yang maksimal, pemolesan mixing dan mastering lagu yang akhirnya diberi judul “Separation” tersebut dipercayakan kepada Simone Pietroforte dari Divergent Studio, Italia.

Ghostline – nama baru yang dicetuskan – memainkan musik yang jauh lebih heavy ketimbang STDC. Mereka lebih mengedepankan sisi emosional yang diramu dengan metalcore bertempo cepat yang kental akan amarah, tapi tetap terdengar optimis dan uplifting

.

.

“Di single ‘Separation’, kami mencoba menggabungkan sentuhan metalcore dan melodic hardcore dengan penekanan emosi yang lebih maksimal. Kami ingin membawakan chorus tanpa vokal clean yang merupakan ciri khas kami sebelumnya, (tapi) tetap terdengar catchy dan emosional. Untuk referensi kami banyak mendengarkan band seperti Polaris, Wage War, Crystal Lake, The Ghost Inside dan sebagainya,” seru Ghostline merinci konsep barunya.

Lirik “Separation” sendiri bercerita tentang seseorang yang kehilangan sosok paling penting dalam hidup untuk selama-lamanya. Rasa kehilangan yang bisa membuatnya terjebak dalam penyesalan, kesedihan, frustrasi dan marah. 

“Lagu ini adalah proyeksi dari apa yang saya alami beberapa waktu lalu. Kehilangan orang terpenting dalam hidup membawa saya harus terjebak dengan rasa sesal dan sedih. Segala perih yang saya alami membuat saya ingin membaginya dengan orang-orang lain di luar sana yang sama-sama kehilangan figur tercinta di masa pandemi. Saya berharap setiap mereka yang mendengarkan lagu ini bisa diberi kekuatan untuk melanjutkan hidup walau harus menjalaninya tanpa orang yang paling mereka sayang dan bisa melalui semua masa sulit ini dengan besar hati,” tutur Wildan yang menulis liriknya.

O ya, tentang perubahan nama sendiri, kali ini mereka memilih menggunakan bahasa Inggris semata-mata karena alasan ingin menjangkau pendengar yang lebih luas. Karena dengan nama yang berbahasa Indonesia – terutama yang menggunakan lebih dari satu kata – dirasa lebih sulit untuk menembus ke pasar yang lebih luas. Khususnya di skena internasional. “Karena untuk bisa membawakan materi kami ke pendengar di luar Indonesia adalah cita-cita agung kami dari awal berdirinya band (STDC) yang masih ingin kami wujudkan.”

Langkah Ghostline berikutnya setelah perilisan “Separation” adalah menyiapkan perencanaan menuju penggarapan album mini (EP). Harapannya, mereka bisa mewujudkan EP tersebut pada akhir 2022 mendatang. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts