Di “Parrhesia”, LAISSEZ-FAIRE Geber Hardcore yang Terpengaruh Radiohead?

Tanpa kesalahan, manusia akan tetap menjadi binatang, tetap terbang bersama kebencian pada nilai.”

Secuil lirik di atas tersiar di lagu bertajuk “Delusi”, yang termuat di “Parrhesia”, album terbaru besutan salah satu unit hardcore asal kota Malang, Jawa Timur ini. “Parrhesia” sendiri lahir di tengah keresahan Laissez-Faire terhadap kondisi yang tidak mendukung akibat hadangan pandemi, dimana seharusnya mereka mewujudkan agenda tur album pertamanya. Lalu demi mengakali gagalnya agenda tersebut, mereka pun memutuskan untuk mengerjakan album ini. 

“Parrhesia” sendiri mempunyai makna umum, yakni ‘menyatakan kebenaran’ dengan menautkan antara kepercayaan dan kebenaran itu sendiri. Namun “Parrhesia” juga mempunyai makna ekstrim bahwa menyatakan kebenaran adalah ‘permainan’ hidup dan mati, karena setiap kebenaran itu pasti membawa akibat menyakitkan bagi lawan bicaranya (Foucault). Jika ditelaah lebih jauh lagu demi lagu yang mereka suguhkan di “Parrhesia” tersebut saling berkesinambungan.

Formasi Mukhammad Yusuf (vokal), Moch. Hisyam Putra (gitar), Choirul Achmad (gitar), Agus Salim (bass) dan Bagus Pratama Putra Bahari (dram) butuh waktu hampir dua tahun menggodok “Parrhesia”, mulai dari musik, artwork hingga perilisan fisik. Mulai digarap sejak awal pandemi, sekitar April 2020 lalu. “Delusi” adalah trek pertama yang dirilis, lalu menyusul “Hasrat” dan yang ketiga, “Terbalik”. Sampai pada saat pembuatan video musik “Terbalik”, sebenarnya seluruh lagu di album sudah rampung, namun belum ada isian vokal lantaran sang vokalis berada di luar kota.

“Album ini diproduseri gitaris kami, jadi proses rekamnya di studio Ambisi Records, ya kediaman gitaris kami. Jadi pada waktu itu kan pada dirumahkan, sering banget ngumpul sambil arrange lagu bareng. Lalu mulai (agak) mereda si covid ini, udah mulai kerja offline semua, ya jadi nyempet-nyempetin. Yang standby cuma gitaris kami karena di kediamannya sendiri. Ya, gara-gara itu juga sih (sehingga penggarapan album lama), jadi fix album ini (baru) selesai mixing dan mastering itu November 2021,” beber pihak band kepada MUSIKERAS, mengurai prosesnya.

Walau disebut-sebut sebagai penganut hardcore, namun Laissez-Faire yang terbentuk pada 2012 silam ini sendiri tidak begitu yakin dengan pengkategorian itu, mengingat musik yang mereka mainkan tergolong lebar. Paling tidak itu yang mereka yakini. “Sejujurnya kami tidak tahu atau tidak begitu yakin kami tergolong dalam salah satu cabang hardcore, mengingat banyak sekali cabang dari genre tersebut,” cetus mereka.

Namun dari sudut pandang sejarah karir band ini, mereka memang berangkat sebagai salah satu band yang mendeklarasikan diri pada hadrcore. Sehingga jika ditanya bagaimana konsep hardcore yang mereka mainkan dalam “Parrhesia” misalnya, jawaban yang tepat adalah mereka memainkan hardcore versi Laissez-Faire sendiri. 

.

.

“Karena misalnya di album ‘Parrhesia’, kami banyak menggunakan referensi dari lintas genre. Dari segi kompisisi musik kami terilhami oleh band seperti The Dillinger Escape Plan, Tool, Refused, Deftones, Killer be Killed bahkan juga Rush. Kemudian banyak riff melodi kami yang terinspirasi dari Radiohead. Lead pada gitar dan cara penataan naik-turunnya part progesi dalam album ‘Parrhesia’ anehnya justru banyak terilhami dari lagu-lagu Radiohead. Jika kalian mungkin bagian dari salah satu penggila Radiohead, kalian bisa dengarkan secara detail tiap-tiap bagian lead di album ini.”

Jika dibandingkan dengan album pertamanya, “Kamuflase” (2019), dari segi musik ada perubahan yang lumayan disengaja yang diterapkan di album terbaru. Terutama di penggunaan tangga nada gitar. Mereka memastikan kali ini sama sekali tidak menggunakan skala mayor. Kebalikan dengan album pertama yang justru banyak memainkan tangga nada mayor. 

“Ketika proses membuat lagu dalam album ini, kami benar-benar berusaha memilah untuk sama sekali tidak menggunakan scale mayor. Bahkan ada beberapa lagu yang sudah jadi harus kami ganti karena masih terdapat penggunaan scale mayor. Proses ini sengaja kami lakukan untuk menciptakan nuansa musik yang benar-benar berbeda dan baru dibanding album sebelumnya.”

Beberapa skala yang dominan mereka gunakan di “Parrhesia” adalah tangga nada minor, harmonic minor, diminished whole-tone dan whole-half tone, sehingga tidak heran nuansanya cenderung terdengar gloomy dibanding album sebelumnya.

“Kemudian dalam segi lirik, perubahan yang secara sadar disengaja adalah teknik penulisan. Di album ini lirik kami tulis dalam bentuk story telling berbentuk paragraf ineratif, sehingga lirik dalam album ini selalu memuat tiga gagasan, yaitu pembuka, utama, kemudian penutup, kesimpulan atau penegas. Tentu ini berbeda dibanding album sebelumnya, yang liriknya kami tulis dalam bentuk bait atau sajak dengan menggunakan kaidah rima. Di album ini kami fuck off dengan teknik penulisan tersebut. Kami lebih menginginkan lirik kami enak untuk dibaca, walaupun itu tanpa ada musik. Makanya kami selalu bilang bahwa album kedua kami itu tidak untuk didengar, tapi untuk dibaca.” 

Sepuluh lagu yang tersuguhkan di “Parrhesia” – plus satu trek tersembunyi yang hanya bisa didapatkan di rilisan CD album ini – terbilang cukup kaya dalam hal formulasi aransemennya. Misalnya, secara teknis di lagu berjudul “Hasrat” memuat cukup banyak perubahan tempo dan time signature dalam tiap bar lagunya. Tapi di lagu “Kepercayaan” mereka sebut sebagai komposisi yang paling menantang dan sulit penggodokannya. Lagu tersebut bisa dibilang lagu yang selesai paling akhir, padahal tidak dibuat paling akhir. Banyak perdebatan dalam proses peramuannya, salah satunya dalam menyusun progresi bagian bridge yang menjadi penghubung antar bagian struktur lagunya. 

“Bahkan alasan utama lagu ini diakhiri dengan fade out sebenarnya ya karena kami tidak tahu cara mengakirinya. Jujur, lagu ini memakan waktu yang amat lama dibanding lagu yang lainnya. Untungnya kami puas dengan hasilnya.”

Album “Parrhesia” kini sudah diedarkan via label Samstrong Records sejak 19 Januari 2022 lalu. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts