PARTY AT EDEN, Pesta Eksplorasi di Ranah Progressive/Djent

“Di Indonesia, yang saya lihat, masih sedikit penikmat musik cadas yang menikmati musik beraliran progresif dan djent.” 

Itu pengamatan unit progressive/djent asal Jakarta Utara ini, dan sekaligus menjadi salah satu alasan mereka untuk menyelami paham tersebut. Tapi bisa dibilang, Party at Eden sedikit mengambil jalan kompromi, dimana musik yang mereka racik dirancang lebih mudah diterima oleh banyak pendengar. Seperti yang mereka terapkan di karya lagu rilisan tunggal keduanya bertajuk “Virus”.

“Kami mengemasnya agar mudah diterima oleh masyarakat. Kan senang juga kalau kami diterima oleh masyarakat dan didukung menjadi salah satu unit djent yang bisa mewakili Indonesia di mata dunia,” seru dramer Vincent Atmadja kepada MUSIKERAS, mewakili rekan-rekannya di band.

Tapi di mata Party at Eden – yang juga diperkuat Hadi Harsono (bass), Victor Ibanez Dimarzio (gitar) dan Silvester Dani Pratama (gitar) – djent sendiri memang terbilang seru untuk mengasah eksplorasi kreativitas mereka dalam bermusik.

“Karena djent mengandung banyak unsur genre musik, nyampurin komponen-komponen yang dijadiin satu, bikin prosesnya jadi valuable dan meaningful,” ujar Silvester dan Hadi saling menimpali.

Lalu Victor juga ikut menambahkan, bahwa mereka menyukai hal-hal yang baru dengan kompleksitas dan komposisi musik yang perlu lebih banyak ‘effort’. “Pola ketukan menjadi salah satu bagian dari kesenangan saya untuk memulai suatu awal yang tidak biasa, yang berbeda dibanding struktur musik distorsi rock atau metal pada umumnya.”  

Selain “Virus”, sebelumnya Party at Eden juga telah melepas karya debut berjudul “Alphawave” pada September 2021 lalu. Dan di situ, mereka juga melampiaskan segala yang dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah komposisi djent yang menantang, namun tetap ‘ramah’ di kuping. Sebuah pengalaman yang sangat seru buat mereka.

“Banyak hal yang dapat dikulik dari segi teori, penyusunan komposisi, filosofi lagu, selection note, teknik permainan yang sangat modern, karakter sound djent itu sendiri dan masih banyak lagi. Ibarat otak ‘tuh diputer terus, dituntut lebih kreatif. Musik kami tidak lepas dari unsur progesif dan eksperimental. Memang ribet, tapi di situlah titik puncak kenikmatannya, bikin mikir, hahaha…,” ujar Vincent, semangat.

Saat merekam “Virus”, para personel band bentukan Februari 2021 ini mengeksekusinya dalam waktu yang terbilang tidak terlalu lama. Hanya sekitar 2-3 minggu, sejak peracikan awal hingga selesai rekaman. Tetapi karena kendala waktu dan kesibukan dari setiap personel membuat kelanjutan produksi seusai rekaman sempat tertunda hingga 2-3 bulanan. Terutama di pembuatan video musik serta proses pengeditannya. Sama seperti proses rekaman, pengambilan gambar untuk video keseluruhan juga dilakukan di Catharsis Records, yang notabene merupakan studio rekaman rumahan milik mereka sendiri.

.

.

Dari segi pengonsepan musiknya, ada sedikit perbedaan antara “Virus” dengan “Alphawave”. Saat “Alphawave” dikonsep, fokusnya lebih ke pengenalan kehadiran Party at Eden, sementara “Virus” menjadi lanjutan dari alur kisah yang dituangkan di lirik.  

“Konsep musik ‘Virus’ lebih kompleks, keras dan memiliki unsur EDM (electronic dance music) di dalamnya,” kata Vincent menegaskan. 

Lalu Hadi menimpali, “Sederhananya, yang membedakan ‘Virus’ dengan ‘Alphawave’, secara musik itu sendiri, sebenarnya lebih ke pembawaan vokal yang lebih ringan, namun dengan musik yang lebih berat.” 

Ada banyak sumber referensi yang membantu Party at Eden mengembangkan eksplorasi musiknya. Mereka antara lain menyebut band-band dunia seperti Spiritbox, Vitalism, Lorna Shore, Jinjer, Periphery dan bahkan hingga ke Futakuchi Mana, karakter penyanyi metal virtual di YouTube. Selain itu, juga ada referensi EDM yang lebih mengarah ke eksplorasi Synthwave Cyberpunk 80’s yang terkesan lebih gelap, mengikuti groove yang telah ditentukan pada saat membuat kerangka musik “Virus”.

Setelah perilisan “Virus” yang sudah diedarkan sejak akhir Juli 2022 lalu, ada rencana untuk meneruskan momentum menuju perilisan album mini (EP) atau album penuh. Sejauh ini, bahkan sudah ada empat lagu yang siap, hanya menyisakan pengisian vokal. Namun sayangnya, belum lama ini, sang vokalis, Elly Chia menyatakan mengundurkan diri dari formasi Party at Eden.

“Untuk sekarang ini kami sedang terhambat oleh keluarnya vokalis kami. Jadi pada tiga bulan terakhir ini kami sedang berusaha keras mencari kandidat baru yang cocok. Kami benar-benar sangat menyayangkan atas keluarnya Elly, karena format Party at Eden sudah kokoh. Tetapi memang dalam band, mempertahankan komitmen, menyisihkan waktu, melaksanakan tanggungjawab, solidaritas dan semangat untuk lebih berkembang bagi band itu sendiri adalah hal yang harus dilalui untuk mencapai tahap selanjutnya.”

Elly sendiri, menurut tuturan pihak band, telah memilih fokus untuk karirnya sendiri, serta keluarga. Sebuah keputusan yang tak dapat disalahkan mengingat mereka memang harus memiliki sudut pandang realistis dalam menjalani hidup.

“Intinya, kami sudah memiliki visi dan cara pandang yang berbeda pada tahap sedang menjalani proses,” ujar Vincent memperjelas.

Kini, di akun Instagram mereka, Party at Eden secara terbuka telah mengumumkan pencarian vokalis baru. Nah, ada yang berminat? (mdy/MK01)

.

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts