Metamorfosis BLESS THE KNIGHTS, Ganti ‘Kelamin’?

Fritz Faraday yang merupakan penggerak utama band asal Jakarta ini, sekaligus sebagai penulis lagu dan gitarisnya, telah melakukan manuver drastis. Bless the Knights yang selama ini cenderung berformat ‘one man band’, dengan melibatkan berbagai musisi lepasan sebagai pendukung eksekusi musiknya, kini dibangkitkan lagi usai ‘ditidurkan’ selama hampir lima tahun.

Kini Fritz ingin menegaskan Bless the Knights kembali sebagai sebuah band yang utuh. Untuk niat itu, ia pun menggaet tiga musisi sebagai personel tetap, yakni Christian Alvin aka Cas Coldfire di lini vokal bersih (clean vocal), lalu Gilang Rammadhan untuk vokal scream serta Naufal yang duduk di belakang perangkat dram. Dengan formasi ini, Bless the Knights melepas karya lagu rilisan tunggal terbaru bertajuk “Metamorphosis” sebagai penegasan semangat baru mereka.

Selaras dengan momentum tersebut, Fritz juga memutuskan mengubah haluan musiknya, dimana konsep komposisi yang diterapkan kini lebih ringan, walau tetap berhawa djent dan mengedepankan permainan gitar solo yang lebih teknikal.

Salah satu alasan perubahan drastis tersebut dilatari masalah teknis, dimana Fritz kerap kali kesulitan mencari musisi yang bisa mengeksekusi kompleksitas musik Bless the Knights, disamping masalah komitmen. Dan ia juga menganggap, keputusan untuk kembali ke dalam format band dan mengincar event panggungan sudah tepat karena cengkeraman pandemi Covid-19 saat ini telah mereda.

Bermodalkan materi yang lebih segar, jaringan yang masih terpelihara dengan baik serta pola manajemen baru, Bless the Knights sangat yakin perlahan bisa kembali ke level yang pernah mereka capai di 2018 lalu dengan banyaknya panggung dan tur, baik lokal maupun internasional yang mereka jalani.

Terkait pemilihan tajuk “Metamorphosis” sendiri dilakukan semata-mata untuk memastikan usia panjang dari band ini, serta keinginan untuk menjangkau lebih banyak pendengar yang menginginkan kemasan musik yang lebih simpel, tapi tetap bernuansa garang. 

.

.

Berikut ungkapan langsung dari Fritz Faraday (FF) kepada MUSIKERAS (M) mengenai keputusannya untuk menghidupkan Bless the Knights kembali sebagai band serta perubahan konsep musiknya.

M: Dengan kadar komposisi yang dibuat ringan di single baru, jadi kini apa yang tersisa di Bless the Knights agar bisa tetap disebut sebagai band berpaham djent?

FF: Hahaha…. Sebenernya mungkin ini yang disebut pendewasaan, ketika pembuktian diri dirasa udah cukup dan ‘penciuman’ tentang peluang bisnis berada di titik equilibrium

Gue rasa brand Bless the Knights yang udah gue bawa selama 10 tahun terakhir ini – termasuk era Blitzkrieg di 2010-2012 – udah cukup melekat kuat di diri gue dan setiap orang yang mau gue rekrut. Malah selalu ngeluarin statement yang sama, ‘nggak sanggup’ untuk mainin Bless the Knights yang dulu karena dikenal atau terkenal ribet, kompleks, monstrous dan lain-lainnya. Ini yang membuat gue, as the frontman of the man, have to think and putting aside my ego buat mastiin band ini bisa jalan lagi dan sustainable. Ini kata kuncinya.

Di berbagai kesempatan gue bilang bahwa, ‘nggak semua anak band itu jago main musik dan sebaliknya’. To be honest ya gue mentok di sini. Jadi bergantung banget sama seseorang yang kalo nggak ada dia, ya stop lagi ini band. 

Di Bless the Knights yang baru, gue belajar buat neken ego itu dan mengedepankan aspek modernitas, bisnis dan keterbukaan antar sesama band-mates dimana mereka tahu bahwa gue nggak mungkin tergantikan dari Bless the Knights ini, dan kita semua juga mungkin punya proyek lain yang harus jalan. Tapi balik lagi, sepakat bahwa Bless the Knights is the main priority. Kami buka-bukaan bahwa setiap posisi mesti ada back-up-nya kecuali gue. Lebih asik dan lebih transparan, menggambarkan kedewasaan bukan hanya bermusik, tapi juga ngerti bahwa tanpa sustainability, Bless the Knights ini nggak bakal nyampe di aspek yang dicita-citakan.

Terkait komposisi, gue rasa djent itu memang nggak bisa dilepaskan dari progresif metal, tapi nggak mesti yang ribet banget juga kok. Kita lihat di skena internasional – bahkan (band seperti) Polyphia, Intervals dan Plini aja whatsoever masih dipanggil atau dikategorisasikan djent band. Periphery makin ke sini makin lunak, Veil of Maya berubah jadi lebih catchy, cuma Monuments mungkin yang masih bertahan dengan downstroke complexity-nya mereka.

Jadi mungkin Bless the Knights sekarang ini bukan yang dulu, yang mengedepankan teknik dan kompleksitas, tapi lebih mengedepankan unsur-unsur lainnya, seperti lebih memperkuat chorus atau reff dari lagu – yang sebenarnya dari dulu juga catchy, cuma dramernya aja yang nggak mainin dinamika dengan baik – mengedepankan sequencer dan sound effects. Dan bahkan malah lebih ngeri di guitar solo gue yang menegaskan bahwa Bless the Knights ini bukan ‘ganti kelamin’, cuma mungkin simpelnya ‘hapus tatto’ aja… hahaha!

M: Saat meracik komposisi “Metamorphosis”, apa ada referensi-referensi baru sebagai inspirasi di proses kreatifnya?

FF: Masih berhubungan sama jawaban pertanyaan nomor 1 tadi, sebenarnya referensi dan segala macemnya masih sama, cuma karena memang konsepnya yang mau dibuat lebih simpel biar tetap sustainable. Maka ya saat bikin lagu atau composing, gue bukan mikirin gimana ‘gue dan temen-temen’ keliatan keren di panggung, tapi point of view-nya dipindahin ke sisi penonton. Mau dibikin kayak gimana mereka itu saat nonton Bless the Knights. Balik lagi ke aspek bisnis, kalo mereka enjoy dan brutal di mosh pit, akan jadi konten yang bagus untuk ‘jualan’-nya Bless the Knights.

Sekarang mungkin lebih ngedengerin band-band Jepang untuk jadi bahan referensi, then absorbing what the market wants, making sure they enjoy, kami juga seneng maininnya. 

Proses kreatifnya semua 100% masih sama, cuma sekarang ini gue udah lebih pengen bawa Bless the Knights ini dikenal sebagai band yang ‘enak’ dan ‘enjoyable’, bisa sing along juga dan ujung-ujungnya bisa menghasilkan uang, ketimbang cuma dianggap jago, tapi pulang cuma bawa adrenalin sisaan manggung, atau rasa bahagia karena banyak dopamin keluar di dalam tubuh, tepuk tangan penonton dan ajakan selfie. Tapi ya Bless the Knights ini nggak bisa-bisa dimonetisasi buat keberlangsungan teman-teman yang berproses bareng-bareng di Bless the Knights ini. (Jadi) Nothing changes, ini cuma adjustment di berbagai sisi!

Saat ini, dua versi rilisan “Metamorphosis” sudah bisa didengarkan di berbagai platform pemutar musik digital sejak Jumat, 26 Mei 2023 lalu. (mdy/MK01) 

.

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts