Carve the Wrath adalah sebuah proyek ambisius yang hadir sebagai balas dendam penuh amarah, satir, dan kritik terhadap ketidakadilan, kesewenang-wenangan, serta tipu daya yang meracuni masyarakat.
Unek-unek sarat kegelisahan itu ditumpahkan lewat sebuah lagu debut bertajuk “Sadder”, sebagai menu pemanasan sebelum melepas album mini (EP) yang dicanangkan beramunisikan lima trek yang menggugah. Album yang keseluruhan mencerminkan perasaan frustrasi, amarah, dan kebutuhan untuk memperjuangkan kebenaran.
Di bawah naungan 40124 Reverge, band yang diperkuat mantan vokalis Walls to Cave, Erik Risando serta gitaris Agung Smokeson (dari band MUCK) dan Yandhi Andriana (Colorblind), dramer Andra Yudisthira (Khlorine) serta bassis Rivan Muhammad Fauzan (Irrealiste) ini menerapkan pendekatan yang tidak biasa dan tidak sembarangan dalam setiap karyanya.
Carve the Wrath berkomitmen untuk mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kondisi sosial melalui musik yang keras, tajam, dan penuh ketegangan.
“Sadder” sendiri merupakan luapan amarah yang tak terbendung akibat pengkhianatan di masa lalu, serta sebuah tantangan bagi mereka yang merasa diri mereka benar dan menyebarkan tipu daya demi memperoleh kekuatan.
Lagu ini bukan sekadar lagu, tetapi merupakan sebuah seruan untuk melawan ketidakadilan, kebohongan, dan penyalahgunaan kekuasaan yang semakin meresap dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui lirik yang penuh emosi dan musik yang menggugah, “Sadder” memberikan gambaran tentang perjalanan batin yang dilalui oleh seseorang yang dipenuhi kekecewaan dan kemarahan karena dikhianati oleh orang-orang yang seharusnya bisa dipercaya.
“Sadder’ menjadi refleksi dan kritik terhadap mereka yang menghalalkan segala cara demi kekuasaan dan kepentingan pribadi, meninggalkan korban yang harus menanggung akibatnya.
Kepada MUSIKERAS, kubu band asal Bandung, Jawa Barat ini mengungkap bahwa proses pembuatan “Sadder” terbilang cukup singkat. Dari pembuatan lagu hingga pembuatan video musiknya hanya membutuhkan waktu kurang dari sebulan, dengan banyak sekali bantuan dari tim kreatif 40124 Reverge.
Sementara di pengonsepan musiknya, Carve the Wrath menegaskanmasih di koridor metal modern pada umumnya, namun dengan menebalkan pesan di lirik-liriknya.
“Kami tidak ingin menciptakan musik yang hanya menghibur, tetapi juga mengganggu. Jika pendengar merasa tidak nyaman atau terprovokasi, mungkin itu pertanda bahwa pesan kami tersampaikan,” seru mereka menegaskan.
Beberapa referensi musikal, diserap oleh para personel Carve the Wrath untuk mematangkan komposisi lagu-lagunya. Intinya, mereka mengombinasikan riffing khas khas modern metalcore dengan sedikit chaotic hardcore dan nu-metal.
“Mungkin kalau diumpamakan seperti Architects (Inggris) dikawinkan dengan Dealer (Australia), nah jadilah si Carve The Wrath ini… hahaha!”
Untuk meneruskan momentum yang telah dibangun di “Sadder”, Carve the Wrath selanjutnya menargetkan bisa segera merampungkan materi EP debut mereka tahun ini.
“Tetapi untuk jadwal perilisannya kami sepakat untuk merahasiakan terlebih dahulu. Karena kami ingin menggarap materi kami semaksimal mungkin.”
Lewat “Sadder”, Carve the Wrath mengajak pendengarnya untuk menantang status quo dan memperjuangkan kebenaran yang sering kali disembunyikan di balik kebohongan dan manipulasi. Mereka berharap dapat memicu refleksi kritis dalam masyarakat mengenai kondisi yang sedang berlangsung.
Sejak 21 Februari 2025 lalu, video musik dan versi audio “Sadder” sudah tayang di kanal YouTube 40124 Reverge dan diperdengarkan di seluruh digital platform dan media sosial. (mdy/MK01)