UNFEARED: Falsafah Negatif dalam Ledakan Metalcore

Konsep itu diterapkan Unfeared di rilisan album penuh debutnya, “Paranoia”, yang sebelumnya sempat diniatkan ke ranah blackened hardcore.
unfeared
UNFEARED

Unfeared telah memperkenalkan diri sebelumnya lewat dua lagu rilisan tunggal berjudul “Dogmatis” (21 Desember 2022) dan “Sinis” (30 Oktober 2024). Unit hardcore/metal asal Jember, Jawa Timur ini juga cukup aktif di beberapa hajatan panggung ‘bawah tanah’.

Kini, tanpa perlu berlama-lama, mereka kembali melesatkan karya rekaman terbaru. Kali ini berformat album debut bertajuk “Paranoia”. Memuat 10 amunisi keras dan kelam, termasuk komposisi intro dan outro berformat instrumentalia.

Sebagai sebuah album perdana, “Paranoia” mengalami pengeraman yang cukup lama. Materi lagunya mulai disusun sejak akhir 2023 lalu, namun baru benar-benar digarap pada pertengahan 2024.

Rekaman berlangsung sekitar tiga bulan, dilakukan setiap akhir pekan lantaran jadwal gitaris Ahmad Nuril ‘Telulas’ Firdaus, bassis Farsya ‘Bangsart’ Nourmannukba, vokalis Apriando Woda dan dramer Fian Tisna Perjaka yang padat, dengan lokasi yang terpencar.

Menurut penuturan mereka kepada MUSIKERAS, proses yang membuatnya menjadi lama terletak di tahapan mixingmastering. Tepatnya beberapa kali mengalami revisi teknis. Lini vokal jadi bagian yang paling krusial, hingga mereka harus menambah layer, doubling hingga pengaturan ulang agar hasilnya maksimal.

Proses rekaman sendiri dieksekusi di beberapa studio di Jember. Isian dram direkam di House Music Jember, gitar di studio pribadi Nuril, bass di Gangsar Recording dan vokal di Rajawali Musik. Sementara untuk mixing dan mastering ditangani oleh Jandiek Firmanda dari Gangsar Recording, yang juga menjadi produser album ini.

“Jandiek bukan cuma ngurus teknis, tapi ikut memberi masukan kreatif dari awal sampai akhir. Dia paham betul arah musik yang kami mau,” tambah Nuril.

Dalam menjalani proses tersebut, Nuril dipercayakan menjadi motor penggagas riff dan kerangka lagu. Sementara Farsya berperan sebagai kurator untuk memastikan setiap ide yang lolos benar-benar solid dan punya benang merah, baik secara tema maupun pendekatan musikal.

Setiap materi mengalami tahap kurasi di studio. Di sana, para personel punya ruang untuk jamming, pergantian tempo, dan modifikasi lirik sesuai dinamika musik. Benang merah temanya tetap mengakar pada ‘falsafah negatif’.

Ini adalah istilah yang dibuat oleh Nuril, untuk mengungkapkan kemarahan, sinisme, skeptisisme, dan nihilisme yang pada akhirnya sedikit banyak menjalani siklus Sisifus: dikutuk untuk terus menerus mengulangi hal yang sama.

Lagu-lagu seperti “Bebal”, “Dogmatis” hingga “Hikayat Bigot” punya napas itu. Bahwa manusia yang terkungkung dogma dan menolak berpikir panjang, pada akhirnya akan menjadi bebal.

“Jadinya apa, ya. Seperti merasa gak asik, karena fenomena ini berjalan terus menerus. Akhirnya kemarahan itu terkompromi oleh fenomena baru yang sama dan berulang. Jadi pas nulis lirik, aku memang merasakan kemarahan. Tapi karena melihat semuanya berulang, jadinya kemarahan ini berkurang dengan sendirinya. Jadi istilahnya lebih terkurasi,” ujar Nuril menegaskan.

Komposisi “Hikayat Bigot” sendiri, dalam urusan teknis rekamannya, disebut oleh Unfeared sebagai lagu yang paling menantang eksekusinya.

“Mungkin karena dibanding lagu lainnya, ini salah satu lagu yang mempunyai tempo paling cepat dan banyak perubahan tempo di tiap part-nya,” seru mereka meyakinkan.

unfeared

Blackened Hardcore

Secara musikal, Unfeared menyebut “Paranoia” berdiri di persimpangan antara formula modern metallic hardcore dan metalcore, dengan sentuhan nuansa horor khas Unfeared.

Pada awalnya, Nuril berkiblat pada band-band seperti Knocked Loose atau End. Seiring waktu, Farsya juga menambahkan beberapa referensi baru seperti God Complex, Thrones, hingga beberapa band metal modern.

Mengoplos musik lintas disiplin namun memiliki akar yang sama tersebut akhirnya melahirkan musik Unfeared yang mengandalkan riff padat bercampur groove berat, dilengkapi tone gitar yang setia mempertahankan identitas Swedish chainsaw yang sudah menjadi ciri band ini sejak awal.

“Awalnya mau dibentuk blackened hardcore, tapi ternyata kami kurang cocok. Kurang kelam dan terlalu ngebut. Kemudian kami berkembang ke arah yang lebih metalcore tanpa kehilangan (unsur) kelamnya,” urai Farsya.

Formula kombinasi yang mereka terapkan sedikit banyak membentuk karakter yang berbeda terhadap konsep musik Unfeared. Walau pihak band sendiri tidak terlalu yakin sepenuhnya terhadap perbedaan itu.

“Mungkin dari sentuhan kelam yang ada di riff lagu-lagu kami, tapi yaa nggak terlalu berbeda-beda banget (dibanding band-band lain) pada umumnya. Bisa juga dari segi lirik yang kami sampaikan di setiap lagunya,” cetus mereka.

Usai perilisan “Paranoia”, Unfeared berencana bakal menjalani tur mini di tiga titik, yakni di Jember, Lumajang, dan Banyuwangi.

O ya, sedikit tentang Unfeared, band metal yang terbentuk pada 2022 lalu. Walau terbilang nama baru, namun para personel yang memperkuat formasinya dihuni wajah-wajah yang tak asing di skena musik keras seputaran Jember.

Apriando Woda sebelumnya pernah tergabung di band Sidewalk dan Vertte. lalu Fian Tisna pernah di Watchout dan The Arcadia. Farsya di Tulang Rusuk dan Nuril Telulas di grup Thirteen O’ Clock serta Tulang Rusuk.

Dengarkan keseluruhan materi lagu di album “Paranoia” via tautan kanal Bandcamp ini. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
abe tobing
Read More

ABE TOBING: Distorsi Industrial yang Satir

Lirik satir Abe Tobing, telah diluncurkan lewat lagu rilisan tunggal terbaru, yang melebur nuansa industrial gelap dengan electro-rock yang kotor.