SHADOWBOURNE: Pelampiasan Vokal Pop di Eksplorasi Metal

Lagu kedua dari album mini (EP) perdana Shadowbourne, telah divisualisasikan dalam format video musik. Sarat ledakan emosi yang agresif.
shadowbourne
SHADOWBOURNE

Shadowbourne adalah solusi dari hasrat Pasha Chrisye – putra bungsu dari mendiang penyanyi pop legendaris Indonesia, Chrisye – untuk berkarya di ranah rock.

Ia berdiri sebagai vokalis sekaligus penulis lagu, yang lantas diperkuat oleh gitaris Reiner Ramanda (Rei), musisi yang juga dikenal sebagai kibordis di band rock StereoWall.

Lalu, daya ledak Shadowbourne dipertegas lagi oleh kontribusi Axel Rachmansyah Andaviar, mantan dramer Cokelat yang juga merupakan putra dari Noviar ‘Ovy’ Rachmansyah, gitaris band rock senior, /rif.

“Sejak remaja, saya sudah menyukai musik-musik yang ber-genre rock,” seru Pasha kepada MUSIKERAS, menegaskan latar belakang selera musiknya.

Awalnya, penyanyi bernama lengkap Rayinda Prashatya Chrismansyah ini menyukai dan sangat memuja Blink 182. Lalu berlanjut mendengarkan lagu-lagu dari ranah pop-punk dan alternative rock. Dari situ berkembang lagi ke arah nu-metal, heavy metal hingga emo.

Kini, hampir tiap hari ia mendengarkan lagu-lagu dari beberapa band modern rock/metal mancanegara macam Bad Omens, Falling in Reverse, Spiritbox hingga Sleep Token.

“Sampai sekarang, genre rock adalah musik yang secara ‘religius’ saya dengar. Jadi saya mempunyai impian untuk berkarya dengan genre ini, dan puji syukur itu semua termanifestasi di Shadowbourne,” urai Pasha meyakinkan.

Luka, Kekuatan

Pada 12 Desember 2025 lalu, Shadowbourne telah meluncurkan video musik “Deru Belenggu”, salah satu lagu yang termuat di EP debut bertajuk “Palingenesis”.

EP tersebut telah dirilis di berbagai digital streaming platform sejak 24 Juli 2025 lalu via label Firefly Records.

Trek penutup di EP “Palingenesis” tersebut merupakan representasi paling gelap, namun paling jujur dari fase pertarungan batin sang narator.

“Deru Belenggu” yang ditulis oleh Pasha menggambarkan momen ketika seseorang berdiri di titik terdalam keputusasaan, terjebak dalam badai emosi, bayangan masa lalu, dan belenggu yang tak terlihat namun terasa menghancurkan.

Lirik kelam itu lantas digelorakan lewat komposisi bernuansa atmospheric metal yang berat namun melodius. “Deru Belenggu” memadukan gitar yang agresif, ritme yang tercekik namun propulsif, serta vokal yang beralih dari lirih penuh luka ke ledakan kemarahan katarsis.

Di sini, Shadowbourne membangun lanskap suara yang mencerminkan pergulatan jiwa: rasa bersalah, kehilangan kontrol, dan pencarian celah untuk kembali bernapas.

Secara naratif, lagu itu menjadi titik balik menuju kebangkitan. Di tengah kekacauan, ada secercah kesadaran bahwa untuk merdeka dari belenggu diri, seseorang harus menghadapi sisi tergelapnya sendiri.

“Deru Belenggu” bukan sekadar ledakan emosi. Ia adalah pemurnian, momen ketika luka berubah menjadi kekuatan.

Menurut Pasha, “Deru Belenggu” adalah lagu yang paling menantang di EP “Palingenesis”. Alasannya, karena lagu tersebut digarap dan direkam paling terakhir, sehingga memicu Pasha, Rei dan Axel untuk bereksplorasi lebih dibanding lagu-lagu yang mereka garap sebelumnya.

“Memang ‘Deru Belenggu’ yang paling unik secara keseluruhan. Dari intro sudah terdengar bahwa lagu ini sangat unik dan tidak umum. Awal lagu yang bernuansa manis seakan-akan musik untuk healing, lalu langsung dihantam oleh musik yang agresif.”

Hal lain yang membuat lagu itu berbeda, lanjut Pasha lagi, terletak pada progresi kord-nya yang juga unik. Lalu ada unsur jazz di bagian reff pertama, kemudian choir di bagian bridge, permainan dram yang berawal seakan menahan nafas lalu berubah menjadi brutal.

“Dan juga nada vokal yang tetap terdengar merdu meskipun emosi meledak ketika di bagian menuju akhir lagu. Menurut kami, banyak elemen yang unik dan ‘tidak umum’ di lagu ini.”

shadowbourne

Gelap, Agresif

Proses kreatif penggarapan keseluruhan EP “Palingenesis” sendiri diawali oleh Pasha sebagai penulis lagu dan Rei sebagai pengarah musik. Ketika ‘cetak biru’ musiknya sudah terbentuk, lalu dikembangkan lagi oleh Axel.

 Setelah Axel menyuntikkan permainan dram yang membuat musik Shadowbourne menjadi lebih megah, Pasha dan Rei lantas memolesnya lagi dengan memasukkan ornamen bebunyian tambahan seperti synthesizer dan strings agar secara keseluruhan terdengar lebih lengkap dan lebih terasa.

Sementara untuk penataan teknis kualitas suara rekamannya, Shadowbourne mempercayakannya kepada Kelana Halim, bassis grup Methosa yang mengeksekusi mixing dan mastering, sekaligus berperan sebagai produser.

Awalnya, konsep musik yang dituju Shadowbourne sebenarnya mengarah ke corak alternative pop-rock. Tapi seiring dengan berjalannya proses kreatif, ketiga personelnya merasa lebih kental akan nuansa yang lebih gelap.

Mereka menyebutnya dengan istilah dark-alternative rock atau post-alternative rock.

“Yang kami rasa membuatnya berbeda dibanding band-band lain adalah musiknya yang bernuansa cukup ‘gelap’ dan agresif, (yang) dipadukan dengan tone vokal yang berwarna pop. Kami rasa konsep musik ini belum dimiliki oleh band lain di Indonesia,” cetus Pasha.

Sebagai pengarah musik, Rei mengacu ke Spiritbox, unit metal asal Kanada yang juga mengedepankan sisi vokal bernuansa pop sebagai patokan musik Shadowbourne. 

Akan tetapi, secara keseluruhan mereka juga mengaku sangat terinspirasi oleh Bad Omens, Falling in Reverse dan Sleep Token.

“Warna-warna musik seperti itulah yang kami gemari, karena didasari oleh gitar distorsi yang heavy, notasi dan tone vokal yang enak didengar dan dinyanyikan. Banyak mengandung berbagai macam ornamen dan juga eksplorasi jenis musik.

O ya, selain “Deru Belenggu”, EP “Palingenesis” juga dijejali lagu “Perjuangan”, “Bayanganmu” dan “Dark Night of The Soul”.

Tonton video musik “Deru Belenggu” di tautan kanal YouTube ini. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
instigates
Read More

INSTIGATES: Agresi Baru yang Lebih Teknikal

Lagu baru Instigates, lahir dari keinginan untuk menancapkan evolusi terkini di musiknya. Lebih brutal dan menyemburkan lirik yang sangat relevan.