“Intinya, kami cuma ingin bersenang-senang saja, mencari hiburan baru. Tiap personel juga belum memiliki band hardcore dan kebetulan gagasan dari C. Arifin menarik bagi tiap personel untuk digarap. Maka kami bentuklah Dustwaves ini dengan mengusung genre hardcore/metal, dengan konsep dan tone modern.”
Vokalis Rangga Maydano mengungkap alasan di atas kepada MUSIKERAS, tentang latar belakang terbentuknya Dustwaves. Band hardcore/metal asal Malang, Jawa Timur yang baru terbentuk tahun ini atas inisiasi C. Arifin, bassis yang sebelumnya tergabung di band pop punk Underwear Yellow dan band pemeluk paham melodic hardcore, Dearterror. Seminggu lalu, Dustwaves telah melahirkan karya lagu rilisan tunggal pertamanya yang berjudul “Bizarre”.
Dustwaves sendiri merupakan proyek sampingan C. Arifin, yang lantas mengajak beberapa musisi yang sudah lama bergelut di skena musik keras kota Malang. Gagasan tersebut disambut baik oleh Rangga Maydano dari band blackened deathcore Demonic Massacre, dramer Avief Ardiansyah dari Underwear Yellow serta gitaris Zamid Tegar dari unit modern metal Fasik.
Lewat karya debutnya itu, Dustwaves ingin menunjukkan kegarangan mereka, yang teranyam dari entakan beat cepat, breakdown serta raungan vokal yang kasar. “Bizarre” menjadi amunisi ketajaman taring mereka. Tapi sesuai dengan konsep yang mereka usung, tidak lupa Dustwaves menyuntikkan tone modern pada lagu mereka, plus selipan trap-beat di sela lagu yang menguatkan kesan modern di “Bizarre”.
Lewat “Bizarre”, Rangga yang menulis liriknya mencoba menyampaikan sebuah keresahan yang biasa dikenal dengan sebutan ‘quarter life crisis’. Terjebak dalam situasi dimana muncul perasaan terombang-ambing di arah yang tidak jelas. Sang vokalis sendiri mengakui sedang merasakan hal tersebut sehingga membuatnya menuangkan keresahannya itu ke dalam lagu Dustwaves.
Para personel Dustwaves mengeksekusi rekaman “Bizarre” di Deep Solitude Records, sebuah studio rekaman rumahan milik gitaris mereka, Zamid Tegar. Keseluruhan teknis instrumentasi di lagu tersebut dikerjakan sendiri, mulai dari rekaman hingga pemolesan mixing dan mastering. Mereka membutuhkan waktu selama satu setengah bulan, termasuk pengerjaan video musik yang dipercayakan kepada Rangga Maydano selaku pemilik dari Massacre Gallery Studio.
Saat peracikan “Bizarre”, Rangga mengungkapkan bahwa ia dan rekan-rekannya di Dustwaves banyak mendapatkan referensi musik dari beberapa band mancanegara. “(Di antaranya) seperti Knocked Loose, Alpha Wolf, Landmvrks dan jajaran band-band modern lainnya yang tidak jauh dari genre hardcore/metal,” serunya terus-terang.
Tapi sebenarnya, “Bizarre” ternyata merupakan lagu ketiga dari beberapa lagu yang sudah direkam Dustwaves. Mereka menargetkan bisa merekam sejumlah enam lagu yang bakal menjadi agresi lanjutan dalam format album mini (EP) atau bahkan album penuh.
“Mungkin selang beberapa bulan kami akan merilis dua single sekaligus, mencoba mengikuti jejak dan konsep perilisan seperti Knocked Loose, hahahaha!”
“Bizarre” kini sudah bisa dilantangkan melalui berbagai gerai digital seperti Spotify, Apple Music, Joox, Deezer, Amazon Music, TikTok dan YouTube Music. (aug/MK02)
.
.