“Funk memiliki sinonim yang sah dengan rock. Ia hanya butuh satu tujuan khas untuk bekerja dengan baik; goyang!”

Kalimat di atas menjadi pengantar di press release “Electric Love”, album terbaru dari 70sOC (dibaca: seventis-oh-si) yang diklaim lebih menyengat dan menggetarkan, dimana mereka melebur berbagai pengaruh elemen musik era 70an, merentang dari Jimi Hendrix, James Brown, Gil Scott-Heron, hingga Benyamin S, serta musik soul/funk era 90an hingga kini seperti Corduroy, Lenny Kravitz, Lettuce dan the Roots. Trio funk rock asal Bandung ini sendiri, sebelumnya dikenal dengan nama 70s Orgasm Club dan sempat merilis album mini (EP) bertajuk “Supersonicloveisticated” (2011).

“Electric Love” yang didistribusikan via Demajors bisa dibilang merupakan penantian panjang bagi Anto Arief, vokalis dan gitaris 70sOC, dimana mimpi dan konsistensinya memainkan funk tersalur utuh lewat album berisi sembilan lagu ini. Sebelumnya, ia menghabiskan jeda lima tahun sejak merilis album “Supersonicloveisticated” (saat masih bernama 70s Orgasm Club) untuk mengakomodir kepentingan-kepantingan lain di luar 70sOC.

“Sebelumnya saya keasikan ngerjain berbagai projek di luar musik. Pameran, nulis, bikin majalah, kuliah S2, ditambah saya 5 tahun sibuk mengiringi Tulus setiap akhir pekan,” urai Anto kepada MUSIKERAS.

Saat penggarapan rekaman 70sOC di “Electric Love” yang dieksekusi pada Juni dan Agustus 2016 lalu, Anto Arief berjibaku dengan personel baru, yakni Gantira Sena (dram) dan Galant Yurdian (bass) serta gitaris extra ordinary Tesla Manaf yang berperan sebagai produser. Lalu ada pula bantuan musisi tambahan seperti Faishal M. Fasya (kibord), Pangestu Bhawana (seksi instrumen gesek), Ayla Adjie (perkusi), Bonny Buntoro (saksofon) plus Brury Effendi (trumpet) yang dihadirkan untuk semakin memperkaya musik 70sOC. Melebur apik untuk menghasilkan kadar groove yang akut.

Formasi yang penuh tersebut menelurkan ramuan aransemen yang lebih padat, jika dibandingkan dengan terapan musik di “Supersonicloveisticated”. “Yang paling terasa, yang tadinya formasi blues-rock trio, gitar bass dram, jadi lebih penuh. Ada instrumen kibord, synthesizer, perkusi, trumpet bahkan strings section. Plus lebih kental nuansa funk-nya. Lagu-lagunya lebih goyang, lebih ngepop, catchy dan berlirik bahasa Indonesia. Dan yang terutama di album ini, saya bermain solo gitar seperlunya, dan lebih banyak (memberi) ruang untuk solo kibor, synthesizer dan solo trumpet,” ulas Anto lagi.

“Semuanya adalah pencapaian baru bagi kami. Di ‘Funky Thang’ dan ‘Satu Cinta’, kami memakai strings section. Di ‘Angelic Wing Machine’, ‘Electric Popsicle’, ‘Nongkrong 70’ serta ‘Plastik Fantastik’ kami memakai seksi tiup dan banyak solo trumpet yang killer. ‘Satu Cinta’ dan ‘Yellow Mellow’ saya lebih bernyanyi, lalu di lagu ‘Shout!’, ‘Lawan’ dan ‘Angelic Wing Machine’ kami bermain ngebut meledak-ledak. Di ‘Nongkrong 70’, ‘Satu Cinta’, ‘Lawan’, ‘Plastik Fantastik’ saya menulis lirik dan bernyanyi lagu bahasa Indonesia. Jadi semuanya memuaskan. Terutama ketika lagu-lagu itu disatukan dalam satu album. Kami sangat puas dengan dinamika album yang berwarna dan tidak monoton.”

Bagi Anto Arief, funk menjadi pilihan yang solid di “Electric Love” karena luapan energinya. Ia menganggap funk itu adalah ‘goyang’. Funk itu revolusi. Dan eksekusi musikal di ‘Electric Love’ ini berhasil membuncahkan semangat itu.

“Entah apa yang akan terjadi di album kedua atau ketiga nanti. Soalnya sudah banyak contoh band funk yang di album kesekian tidak nge-funk lagi atau unsur funk nya berkurang. Tidak tahu juga kalau nantinya kami bosan atau mau eksplorasi ke arah berbeda. Mungkin masih ada unsur funk-nya, tapi mungkin akan berkurang.”

70′sOC kini menjelang usia 13 tahun. Pada 2014 silam, trio ini sempat merilis ulang “Supersonicloveisticated” (dibawah bendera Demajors) pada hajatan Record Store Day di Jakarta dan Bandung dalam jumlah terbatas, hanya dicetak sebanyak 100 keping. (Mdy)