“… Membuat semua yang mendengarkan dipaksa untuk berada di tengah-tengah percampuran musik metal, punk dan hardcore yang saling dibenturkan satu sama lain.

Unit chaotic metal/punk/hardcore asal Batu, Malang, Jawa Timur ini mengungkapkan konsep musiknya seperti itu kepada MUSIKERAS. Khususnya yang diterapkan Neoptera lewat karya album mini (EP) yang baru saja dilampiaskan, berjudul “Ashes of Pile”, dirilis via Titikdua Records.

Sejak kemunculan mereka pada 2019 lalu, Neoptera terbilang berhasil mencuri banyak orang lantaran membawakan musik yang bisa dibilang cukup segar di kalangan sekitar mereka. Dari sound gitar yang sangat terdistorsi, permainan dram yang bertempo cepat, dan vokal yang berteriak-teriak dengan materi yang padat, kencang, dan tidak dapat diprediksi.

“Sebenarnya konsep chaotic tidak kami sengaja menjadi terapan di Neoptera. Konsep ini (muncul) berawal dari teman dekat kami yang berkomentar setelah mendengarkan materi kami di EP ini. Dia menyebut kami kacau, banyak yang dibenturkan dan tidak dapat diprediksi,” seru pihak band lagi, sambil tertawa.

Secara keseluruhan, EP tersebut beramunisikan lima lagu, yang menceritakan jiwa dan pikiran yang dibawa ke ruang kosong, hampa, harapan palsu, serta naluri buta. Termasuk dua rilisan tunggal yang telah mereka perdengarkan sebelumnya, yakni “Whisper” dan “Dive Into”.

“Ashes of Pile” mulai digarap gitaris Jaenal Abidin dan Ahdiat Al Akbar, dramer Vanky Refian, bassis Danny Rifat serta vokalis Yustian sejak 2021 dan mereka akui paling menguras energi. Mulai dari proses pembuatan lirik, aransemen, dan sampai rekaman. Bahkan awalnya mereka mempunyai 12 materi yang lantas dikurasi dan dikerucutkan hingga akhirnya tersisa lima trek saja.

“EP ini direkam di dua studio berbeda, yang membuat proses rilis album menjadi lama. Yang pertama di Fajar Music Studio dengan rekaman pengambilan sampel materi dan vokal, terus dilanjutkan lagi di Karasu Studio dengan dibantu Azam Fadlan (Interadd) untuk proses rekaman, mixing-mastering dan mengemas setiap lagu di EP ini.”

Sementara untuk pengerjaan artwork EP, Neoptera mempercayakan pengolahannya kepada Rio Krisma (Penahitam) yang menghabiskan waktu selama hampir dua bulan, mulai dari proses sketsa sampai ke eksekusi digital.

“Dari awal penggarapan EP ini, kami sangat terbuka untuk idealisme masing-masing personel untuk dituangkan di EP ini. Untuk referensi, kami mungkin nggak ada yang spesifik, karena dari setiap personel referensinya berbeda. Kayak contohnya dramer kami yang sering dengerin death metal, terus gitaris kami yang suka dengerin hardcore, crust-punk dan D-beat. Dari situ masing-masing punya referensinya berbeda dan kami satuin. Terciptalah komposisi yang saling kami benturkan dari metal, punk, hardcore. Jadi sumber referensi kami cukup banyak dalam penggarapan EP ini.”

Dengan konsep seperti itu, tentu saja Neoptera menemukan tantangan teknis di sana-sini saat mengeksekusi rekamannya. Contohnya, mereka menyebut di lagu “Dive Into”, dimana di trek tersebut sangat kelihatan dari benturan metal, punk, hardcore yang membuat mereka cukup hati-hati dalam menjaga tempo yang naik-turun plus materi yang begitu padat.

“Serta tidak ada komposisi materi yang diulang dari awal sampai akhir di trek ini. Mungkin itu menurut kami trek yang pengerjaannya paling teknis di EP ini.”

EP Neoptera yang juga berbahan bakar lagu “Dogma of Falsehood”, “Mörk Värld” serta lagu yang dijadikan identitas albumnya, “Ashes of Pile” bisa didengarkan via kanal resmi Titik Dua Records di Bandcamp sejak 30 Maret 2024. (aug/MK02)