Yang dinanti-nanti akhirnya resmi diletupkan. Yeah, Deadsquad telah merilis single terbarunya yang semakin mengerikan. Bertajuk “Paranoid Skizoid”, yang menghujam beringas selama lebih dari tiga menit, heavy dan padat, namun juga sekaligus terdengar lebih ‘ngayun’ dan groovy.
Ya, memang ada yang berbeda di eksekusi konsep musikalitasnya kali ini. Unsur slamming menyelinap di tubuh “Paranoid Skizoid” dan menjadi senyawa baru di komposisi garapan band bentukan 2006 silam tersebut. Slamming sendiri merupakan sub-genre dari death metal yang bisa dibilang menyerap elemen dari hardcore punk. Hasil dari berkemah di Death Feast Open Air di Jerman selama tiga hari berturut-turut beberapa waktu lalu, serta tur di Eropa selama dua minggu sedikit banyak telah menyuntikkan pengaruh slamming ke progresi berkarya Deadsquad. Khususnya bagi gitaris Stevi Item yang menjadi penggerak utama unit technical death metal asal Jakarta tersebut.
“Slamming beat itu memang enak sih buat goyang, buat yang mainin sama yang dengerin juga. Jadi kalau di panggung tuh, ‘heavy’-nya berasa banget. It’s fun to play. Nggak gampang sih maininnya. Teknik palm muting-nya (di gitar) nggak rapat banget, jadi kayak rada setengah palm-mute, setengah open gitu. Seru sih,” cetus Stevi kepada MUSIKERAS, semangat.
“Paranoid Skizoid” sendiri merupakan single pemanasan menuju album keempat Deadsquad yang bakal diberi titel “Omeg4litikum”. Vokalis Daniel Mardhany menyebut judul lagu tersebut sebagai penggambaran sebuah kondisi yang dialami seseorang, dari yang tadinya paranoid lama-lama jadi terkena guncangan mental. Inspirasi lirik ini didapat Daniel sejak awal pandemi. “Kita susah sekali bersosialisasi di dunia nyata. Semua jadi serba digital. Semua orang ketakutan. Banyak usaha gulung tikar. Akhirnya banyak yang kena penyakit mental,” ujarnya kepada Soleh Solihun yang menulis naskah siaran pers “Paranoid Skizoid”.
Soal warna musik, Stevi menyebut era album debut “Horror Vision” (2009) menjadi acuan utamanya. Fondasi atau ‘benang merah’ musik Deadsquad ada di album itu, khususnya tempo serta kompleksitas musiknya. Namun kali ini dieksekusi dengan versi yang lebih rapat, lebih agresif, lebih eksploratif dan lebih in your face.
.
.
“Karena sudah beberapa kali tur ke luar negeri, juga mendapatkan banyak bahan atau acuan musik baru untuk bisa dimasukkan ke album baru ini. Kayak tur di Eropa waktu itu, kami turnya bareng band-band slamming, jadi gue bawa itu, yang menjadi ‘oleh-oleh’ di album ini untuk pendengar Deadsquad,” urai Stevi lagi, mengungkapkan.
Sejauh ini, Stevi menyebut sudah ada 10 lagu yang bakal menyiksa kuping ‘Pasukan Mati’ – sebutan untuk para pemuja Deadsquad – untuk kebutuhan album “Omeg4litikum”. Tapi kemungkinan hanya delapan lagu di antaranya yang akan termuat di album. Sedangkan dua sisanya diproyeksikan dirilis untuk kepentingan split album. Di mata vokalis Daniel, angka ‘8’ sendiri menggambarkan imortalitas, antitesis dari angka ‘4’ yang melambangkan angka sial atau kematian.
Materi album “Omeg4litikum” digarap Stevi – dan dibantu pula oleh gitaris Karisk – sejak Desember 2020 lalu. Jika tak ada kendala, album tersebut bakal resmi dimuntahkan pada akhir 2021 ini. Deadsquad sendiri saat ini juga diperkuat oleh bassis Welby Cahyadi serta dramer Roy Ibrahim yang masih berstatus sebagai pelajar SMA. Roy ‘ditemukan’ Stevi via Instagram, dan langsung terpikat akan kelihaiannya dalam bermain dram.
“Karena gua pengen albumnya lebih tight dan lebih ekstrim, gua pikir Roy tepat. Dia jago dan masih muda, memorinya masih kuat untuk menghapal,” seru Stevi meyakinkan.
Lalu, apa arti “Omeg4litikum?”
Angka ‘4’ yang ditulis di sana tentu saja penanda album keempat, sedangkan urusan menggabungkan dua kata jadi satu adalah kebiasaan Daniel Mardhany. Secara etimologi, kata Daniel, megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang artinya batu. Oleh karena itu, zaman megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, di mana masyarakatnya menggunakan peralatan dari batu yang berukuran besar. Omega itu kematian. Jadi ya maksudnya Omegalitikum itu akhir peradaban. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang dunia yang semakin modern akan kembali lagi ke zaman batu setelah mengalami repetisi peradaban dan melewati zaman omegalitikum.
“Soalnya, ini kayaknya peradaban kita mau mati. Kita sedang ada di transisi peradaban. Kayak dulu Romawi diganti apa. Nah, kita ini di tengah masa transisi peradaban. Gua juga mau menekankan bahwa intinya kita sedang berada di zaman kematian. Tiap hari kita dibombardir obituari.”
“Paranoid Skizoid” kini sudah bisa digeber via berbagai platform digital streaming seperti Spotify, Apple Music, joox, Deezer dan Resso. (mudya/MK01)