DERAU HC Geram, Kini Meneror dengan Hardcore yang Depresif

Tekanan pekerjaan yang hampir tak berkesudahan mengusik para personel unit hardcore punk lintas genre asal Jakarta ini untuk menyalak lagi. Maka lahirlah lagu “Teror on My Sunday”, yang sudah dilantangkan sejak 28 Mei 2022 lalu via jalur distribusi digital Earache Records, label asal Inggris.

“Lagu ini terjadi saat personel Derau kumpul dan curhat akan kestresan di tempat kami bekerja masing-masing, dimana kami temukan kesamaan akan tekanan pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan itu, dan manajemen tempat kami bekerja, cukup sering memaksakan pekerjaan yang memakan hari libur kami, yakni Sabtu dan Minggu,” urai pihak Derau, menyurahkan keluh-kesahnya kepada MUSIKERAS.

Dari situ, formasi yang telah disatukan sejak 2021 lalu, yakni Rino ‘Jonges’ Fardino (vokal), Ikhlas ‘Tommy’ Narotama (gitar), Kiki Fahrezy (bass) dan Justin Jackie Wicaksono aka Jack Bowe (dram) akhirnya sepakat menggarap lagu lagi. Dan prosesnya terbilang cepat. Dalam dua minggu pertemuan, lirik dan komposisi lagu tersebut sudah selesai. Keseluruhan rekaman isian instrumen dieksekusi di perangkat rekaman rumahan. Kecuali untuk dram yang harus dilakukan di studio.

Konsep “Teror on My Sunday” yang lahir dari kekesalan akan kondisi kerjaan tadi, menurut Derau lagi, lantas diaplikasi dalam dua konsep kekuatan musik. Pertama, lirik yang lirih dengan kalimat depresif, namun tanpa melupakan sisi hardcore. Sementara yang kedua, pada racikan musiknya.  

.

.

“Dimana di tengah lagu, ‘sengaja’ dipatah-sambungkan dengan jenis musik ala blues/stoner/doom ala (band) Pantera. (Tapi) Kesulitannya, saat sebelum menemukan ‘patahan’ tadi, sempat diniatkan akan masuk genre reggae, tapi dirasa aneh.”

Jika misalnya membandingkannya dengan album mini (EP) sebelumnya, yakni “KoiNonia” yang dirilis 25 Jan 2021 lalu, Derau meyakinkan ada perbedaan yang signifikan. “Kami berani bermain di kunci lebih rendah dan secara sound, hasil mixing dan mastering berbeda.”

Untuk lagu “Teror on My Sunday” serta beberapa materi untuk album kedua Derau, pemolesan mixing dan mastering dipercayakan kepada Ikul Sarden dan mendapat dukungan pula dari Comin Konggo, koki tata suara untuk band Seringai. 

Kendati demikian, lanjut Derau lagi, justru karya album pertamalah yang menjadi pembentuk katakteristik musik mereka, dimana unsur etnik dalam komposisi selalu menjadi ciri khas. Mereka sejak awal ingin memformulasikan bentuk crossover hardcore yang agak berbeda. Bahkan ada juga sentuhan harmonisasi vokal ala opera atau choir serta hal-hal lain yang tidak pakem dalam konteks musik crossover hardcore.

Sejauh ini, proses penggarapan album kedua sendiri sudah rampung. Di beberapa lagu, Derau bakal menghadirkan musisi tamu. Misalnya di sebuah lagu yang bertajuk “Gila”, mereka mengajak Ade Himernio, gitaris Noxa untuk berkolaborasi. Juga ada Chaka Priambudi, seorang komposer, aranjer dan musisi jazz yang antara lain pernah terlibat di proyek Lantun Orchestra, Monita Tahalea dan banyak lagi. Kontribusi Chaka dihadirkan di komposisi berjudul “Cangkem Asu”.

Namun saat ini, Derau yang mulai digeliatkan secara resmi pada akhir 2018 lalu, belum menetapkan jadwal perilisan album kedua yang pasti. Mereka masih menunggu hasil negosiasi dengan beberapa label rekaman. Tapi jika tidak menemui kesepakatan, mereka bertekad bakal menempuh jalur mandiri. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
watch people die
Read More

WATCH PEOPLE DIE: Mincecore yang Anarkis

Tiga musisi pemberani, Watch People Die mencaci maki para parasit sosial lewat album mini (EP) terbaru “Mincing The Faces Of Social Parasites”.