THEIST: Mantra Kosong yang Terus Bergema

Di lagu barunya yang bertajuk “Litani : Nihil”, Theist kumandangkan mantra kosmik, yang sarat atmosfer berat dari elemen post/death/black metal.
theist

Theist kembali menghantam lewat sebuah invokasi sonik di lagu rilisan tunggal terbarunya itu, dimana unit black/death/post-metal asal Bandung, Jawa Barat ini memadukan kekelaman kosmik, mitologi kuno, doa, serta mantra ritual yang menggema dari kedalaman eksistensi.

Bagi band yang digerakkan gitaris M. Fauzi, bassis Eko Tristanto, dramer Randi Kurniawan dan vokalis Erwin Gumilar ini, “Litani : Nihil” adalah perjalanan sonik menuju ruang hampa antara realitas dan kehampaan.

Sementara dalam ‘visualisasi’ musiknya, Theist memadukan atmosfer berat post-metal, elemen death metal yang padat, serta tekstur black metal untuk menciptakan lanskap suara yang epik, mengancam, dan transenden.

“Dibanding karya kami sebelumnya, ‘Litani : Nihil’ punya nuansa yang lebih gelap dan lebih atmosferik,” ucap Theist kepada MUSIKERAS, mempertegas konsepnya.

Kali ini, mereka mengaku tidak lagi terlalu mengejar pola riff yang rumit atau padat. Justru lebih fokus ke pembentukan suasana dan nuansa lagunya.

“Beberapa riff memang ada sentuhan disonan, tapi nggak dominan—lebih ke aksen aja. Secara keseluruhan, kami pengen lagunya terasa kayak mantra kosong yang terus bergema, nggak buru-buru, lebih banyak ruang buat ngerasain atmosfernya.”

Ada banyak kombinasi pengaruh serta inspirasi yang mereka suntikkan dalam komposisi serta aransemen “Litani : Nihil”, untuk mendapatkan rasa yang diinginkan.

Selain dari band-band black metal atmosferik macam Deathspell Omega atau Blut Aus Nord dari Prancis, para personel Theist juga banyak terinspirasi dari Samael (Swiss) yang kuat di nuansa ritualistik dan dark ambience.

Lalu di sisi lain, mereka juga belajar banyak dari Amenra (Belgia). Khususnya dalam hal membangun atmosfer yang meditatif, intens, dan emosional.

“Pengaruh (band Prancis) Year of No Light juga cukup besar, terutama di eksplorasi sound yang megah, repetitif, dan terasa luas. Selain itu, influence dari Tool (AS) juga kerasa, terutama dari cara mereka ngebangun groove dan dinamika yang sabar,” urai mereka.

“Semua elemen itu kami leburin biar lagunya nggak cuma keras, tapi juga punya ruang untuk ngerasain atmosfer dan refleksi!”

“Kami sengaja menjaga struktur ‘Litani : Nihil’ tetap sederhana,” cetus gitaris M. Fauzi yang juga berperan sebagai produser.

“Tidak ada kompleksitas teknikal yang berlebihan. Semua dibangun perlahan, dengan tempo lambat, atmosfer berat, dan lapisan ambient yang megah. Lagu ini seperti mantra yang terus bergema, memberi ruang bagi setiap nada untuk bernapas dan beresonansi di ruang hampa.”

theist

Keseluruhan penggarapan “Litani : Nihil”, disebut Theist terbilang cukup lancar dan mengalir. Tapi tidak sepenuhnya instan. Karena sebenarnya, ide dasarnya sudah lama mereka simpan. Namun baru dirakit lagi lebih serius pada awal 2025 lalu.

“Pas masuk studio, kami banyak otak-atik detail, mulai dari sound sampai aransemen. Total rekaman sekitar dua minggu. Tapi kalau dihitung (mulai dari) brainstorming dan bongkar pasang ide sebelumnya, proses keseluruhannya berjalan sekitar tiga bulanan.”

“Kami pengen lagu ini benar-benar menggambarkan sisi gelap dan kosong yang jadi benang merahnya.”

Lirik lagu “Litani : Nihil” sendiri menggambarkan runtuhnya langit dan bintang sebagai metafora kehancuran semesta, ketika waktu terperosok ke dalam kehampaan, dan takdir tercipta dari kegelapan.

Lewat frasa seperti ‘langit terbakar dalam hampa’ dan ‘denting waktu semakin jauh terperosok’, Theist mengajak pendengar menyelami sebuah mantra eksistensial yang menyerupai litani. Doa yang dipanjatkan ke dalam kekosongan.

Usai perilisan “Litani : Nihil”, Theist sudah merancang beberapa rencana. Salah satu yang menjadi prioritas mereka saat ini adalah penggarapan materi untuk album penuh pertama.

“Beberapa draft lagu udah mulai kebentuk, sisanya masih terus kami eksplor. Konsepnya bakal jadi kelanjutan dari ‘Litani : Nihil’. Lebih dalam secara tema, lebih variatif di musik, tapi tetap bawa benang merah Theist yang gelap dan kontemplatif.”

Theist sendiri telah menggeliat sejak 2014 silam, saat masih diperkuat formasi M. Fauzi (eks Restrain), dramer Iyan Muhtadin (Crust Collapse) dan vokalis Erwin Gumilar (Rabies).

Setelah merilis album mini (EP) perdana, “Eponymous” (25 Agustus 2014) via Sonic Funeral Records dan sebuah lagu lepas berjudul “Primordial Gods” (2017), Theist sempat vakum selama 10 tahun.

Baru aktif lagi pada 2024, yang ditandai dengan peluncuran EP kedua, “Post-God Apocalypse” (2024) melalui Disaster Records. “Litani : Nihil” sendiri resmi dirilis pada 21 Juni 2025. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
marryanne
Read More

MARRYANNE: “Kami Bukan 100% Shoegaze!”

Menyongsong tur akhir tahun yang akan mereka jalani, Marryanne rilis ulang album mini (EP) “Into The Void”, sambil siapkan materi karya berikutnya.
worthless
Read More

WORTHLESS: Dari Rasa Sakit Menjadi Duka

Dengan formasi terkini, Worthless tunjukkan kematangan dalam meramu karya yang penuh intensitas, lewat sebuah album mini (EP) terbaru.