Sejak terbentuk resmi pada Januari 2019 lalu, Kimberlines langsung tancap gas menggarap materi lagu sendiri. Hasilnya, band indie rock asal Purworejo, Jawa Tengah tersebut berhasil meletuskan sepasang single menarik bertajuk “Cheap Thrills” dan “Hard Days in the Sun” yang kini telah berseliweran di berbagai layanan streaming musik digital seperti iTunes, Spotify, Apple Music, Deezer, Amazon Music, Tidal hingga kanal YouTube.

Di dua lagu tersebut, Kimberlines yang beranggotakan Johny Presto (vokal), Hendi Hendarwan (gitar), Eri Novianto (gitar), Pandu Kameswara (bass) dan Eiqi Afarizqi (dram) melampiaskan energi kreativitasnya dengan mengolah demo-demo mentah berupa notasi-notasi vokal random yang dilebur ke dalam komposisi musik berkarakter British pop/rock era ’90an dan garage rock era 2000an. Formula tersebut disesuaikan dengan karakter permainan setiap personel untuk menghasilkan output yang lebih natural. Dalam waktu kurang dari dua bulan, lima demo siap rekam dapat dituntaskan. Setelah itu, barulah mereka mencoba memainkannya saat sesi rehearsal.

“Hard Days in the Sun” adalah materi pertama yang dikerjakan oleh Kimberlines. Tadinya, lagu tersebut disiapkan sang vokalis, Johny untuk bandnya terdahulu, namun akhirnya tidak dilanjutkan. “Ada keinginan untuk menggabungkan beat semacam lagu ‘Bus’ milik The Radio Dept. dan nada-nada catchy ala Club 8 di album ‘The Boy Who Couldn’t Stop Dreaming’, (tapi) tentu dengan nuansa baru yang jauh dari unsur-unsur dream pop. Maka dimasukkanlah isian-isian gitar berbau alternative rock ’90an oleh Hendi dan Eri, hingga kemudian disempurnakan dengan kombinasi bassline Pandu dan pattern drum Eiqi,” beber pihak band kepada MUSIKERAS, menerangkan.

Konsep yang tidak jauh beda juga diterapkan di “Cheap Thrills” yang dibuat se-easy listening mungkin, renyah khas band-band Inggris, tapi tetap menyimpan hook-hook di part tertentu. Sementara, dari departemen lirik, Kimberlines menyampaikannya secara naratif dan sedikit implisit.

Sesungguhnya, menurut Kimberlines, “Hard Days in the Sun” merupakan bentuk protes sosial yang tidak disampaikan secara gamblang, tapi tidak juga dengan berandai-andai. “Jika kita menyadari, apakah hari-hari yang kita lalui selama ini sudah memberikan rasa nyaman? Bagaimana dengan pemberitaan dan isu tentang sosial politik hari ini yang membuat manusia lupa, lupa akan kodrat untuk saling mendukung dan berempati. Kita semua berlomba-lomba menjadi yang paling sok tahu akan sesuatu, nyinyir dengan topik-topik tidak penting. Kita seakan lupa bahwa dengan berdiam diri sejenak, kita dapat meredam hawa panas di sekitar. Kita terlalu mudah membenarkan dan percaya terhadap hal-hal yang hanya tampak di permukaan saja. ‘The truth has never been told for those who believe’.”

Sementara untuk “Cheap Thrills”, Kimberlines bercerita tentang rasa frustasi seseorang yang sedang menjadi korban fitnah. Lelah untuk mencoba mengklarifikasi kabar burung dari pihak-pihak yang tidak menyukainya. Karena sudah sewajarnya, ada sekelompok orang yang hobi menciptakan drama-drama di dalam hidupnya untuk mendapatkan perhatian. “Kita sepakat untuk tidak menyukainya, benar? Tapi apa jadinya jika sensasi murahan tersebut disangkutpautkan dengan kita atau orang-orang terdekat? Sekali lagi, diam adalah jawaban terbaik.”

Setelah perilisan “Cheap Thrills” dan “Hard Days in the Sun”, Kimberlines telah merencanakan sebuah tur kecil di area Jawa Tengah dan Yogyakarta dengan beberapa band yang kami temui selama manggung hingga akhirnya menjalin pertemanan. Jika tidak menemui halangan, Oktober atau November seharusnya sudah dapat dimulai.

“Karena dengan menyelenggarakan tur secara bersama-sama, kami akan menemukan banyak lagi teman dan pendengar baru. Selain itu, ada yang selalu membuat kami tersenyum ketika mendengar kata-kata, ‘Hah, serius ini band Purworejo?’ – seperti yang ditemui di panggung dan media sosial. Kami ingin berbagi kesenangan dengan siapa pun.”

Sambil mempromosikan “Cheap Thrills” dan “Hard Days in the Sun”, Kimberlines juga akan terus berkonsentrasi pada pembuatan materi-materi baru. Menurut mereka, pengalaman memforsir diri di dua bulan pertama setelah terbentuk, dengan mengerjakan 5-6 demo lagu dan berlatih. Cukup melelahkan, namun itulah modal awal bagi Kimberlines yang dijadikan sebagai setlist ketika manggung.

“Tabungan berupa penggalan-penggalan notasi dan lirik tetap kami kumpulkan untuk nantinya didiskusikan, dikulik bersama, dan direkam. Entah akhir tahun ini atau awal tahun depan, sebuah rilisan fisik pasti akan diluncurkan. Formatnya EP atau album penuh, masih tentatif tergantung konsep yang paling sesuai untuk dirilis.” (aug/MK02)

.