Setelah dua single perkenalan, yang bertajuk “Pesta Pora Babirusa” dan “Liturgi Penyesatan”, akhirnya band peraung crossover thrash metal asal Malang, Babirusa merilis album mini (EP) debutnya yang berformat tape bertajuk “Hymne Puja Belantara” via Tarung Records pada 18 Desember 2016 lalu. Sebelumnya, pada akhir November lalu, Babirusa juga telah merilis split tape dengan Desecrate A.D, band death thrash asal Kuala Lumpur, Malaysia. Split tersebut dirilis dalam jumlah terbatas via label asal Malaysia, DE//AD Records dan didistribusikan di Malaysia, Indonesia dan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara lainnya.

Untuk penggarapan “Hymne Puja Belantara” ini, Krisna (gitar), James (dram), Ronny (bass) dan Fajar (vokal) mengangkat leburan tema Sci fi Komik dengan thrash metal. Di mata mereka, komik dan film scienc fiction seolah menjadi bagian dari kultur thrash metal yang tak terpisahkan. Tak sedikit band yang mengadaptasi tema tersebut, mulai dari lirik hingga artwork, yang terinspirasi dari dua hal tadi. Untuk mewujudkan konsep tersebut, Babirusa berkolaborasi dengan seniman lokal Antok Siwar dan Awil Tone yang menorehkan gambar di sampulnya. Lalu untuk membuat tampilan yang lebih menarik, layout dan pewarnaan dikerjakan oleh Tarungraph yang merupakan sub divisi dari Tarung Records.
Melalui debut ini, Babirusa mengonsep sebuah cerita non fiksi tentang sebuah planet bernama Aratnasun dengan segala polemik kehidupan yang terjadi. “Hymne Puja Belantara” sendiri bukan menceritakan kerinduan atau menyenandungkan buaian akan alam hijau, sejuk dan teduh yang selalu didambakan oleh semua orang, melainkan sebuah kota dengan bangunan beton menjulang tinggi dengan keriuhan dan rona kehidupan urban yang mewarnainya. “Setiap lagu di EP tersebut adalah perwakilan dari belantara yang dihuni oleh makhluk imajiner rekayasa kami, yang menyerupai binatang dari Sulawesi, Babirusa, yang kami pilih sebagai nama band,” ungkap pihak band lewat siaran pers resminya.
Keluhan akan rutinitas, penipuan atau penyesatan berdalih ajaran spiritual, penyetaraan kelas, kejengahan dan kemarahan yang bermetamorfosis menjadi kaum outlaws, hingga kekacauan yang berujung perang, semuanya tertulis secara lugas dan terangkum pada enam lagu. Konsep ini rencananya akan menjadi pembuka dari cerita planet Aratnasun yang bakal terus dikembangkan pada EP atau album berikutnya nanti. Menyimak sebuah lagu seperti halnya sebuah komik sci fi yang tak sabar untuk ditunggu kelanjutan ceritanya.
Asal nama Babirusa sendiri dicomot dari jenis hewan langka asal Sulawesi yang menyeramkan, memiliki empat cula tajam nan bengis. Nama yang tepat bagi para personel Babirusa untuk menonjolkan imej keliaran, kenakalan, dan tanpa aturan, seperti halnya genre yang mereka mainkan.
Babirusa adalah sebuah proyek yang telah lama dijalankan namun tak kunjung terwujud karena beberapa kali pergantian personel, bahkan membuat band ini sempat vakum karena putus asa. Hingga akhirnya mereka menemukan formasi yang dirasa solid dan cocok satu sama lain, yang sama-sama menggemari thrash metal. Babirusa berisikan wajah lama dari band-band seperti Shadowfax, Death of President, dan Feels Like Holiday. Uniknya, tiga band ini memiliki genre berbeda, namun justru pengalaman dari band masing-masing yang akhirnya melengkapi dan menjadikan lebih solid.