Unit hardcore punk/metal eksploratif asal Bandung, Jawa Barat ini kembali memukul dan menghantam, menerjang dengan kepalan penuh, lewat sebuah album debut bertajuk “Bara dalam Lebam”, rilisan Grimloc Records bulan ini.
Nyaris tanpa pagar, Taruk kali ini meleluasakan diri bermain-main dengan berbagai macam genre, atau segala hal yang mewakili selera pribadi tiap personelnya, atau apa pun yang tampak menarik dalam nalar. Jadi selain kaidah hardcore punk pada umumnya, mereka juga membombardir 10 lagu yang dihujani riff metal klasik, derapan post-punk, bahkan hingga sayatan biola yang muram.
“Kami memang memegang rencana bahwa album penuh ini harus berbeda dan eksploratif dibandingkan dengan EP ‘Sumpal’,” seru Karel, penanggungjawab lini vokal Taruk, kepada MUSIKERAS.
Dengan tetap berakar hardcore dan punk, lanjut Karel, Taruk lalu mengembangkannya dengan suntikan berbagai sari dari anak cucu warna musik tersebut. Mulai dari semangat hibrida hardcore ‘90an dengan death metal klasik yang sempat ‘pecah’ di kancah musik ekstrim Belgia, Swedia atau Jerman pada awal 2000an.
“Tak lupa untuk terus berserah pada (band) From Ashes Rise, His Hero Is Gone dan Converge… hahaha. Dan sudah barang tentu, kami banyak mendapat referensi dari kawan-kawan lain akan musik baru maupun lama yang beragam, seperti Japanese hardcore, Brazilian black/thrash, Jon Nödtveidt, Bauhaus dan lain-lain. Itu menjadi salah satu tonggak pembeda di karakter musik kami, apalagi yang tertera jelas di ‘Bara Dalam Lebam’. Tak percaya? Silakan nikmati albumnya. Dinamikanya sangat kentara.”
.
.
“‘Bara dalam Lebam’ adalah album perdana sekaligus ajang eksperimen Taruk dengan berbagai macam genre. Jauh lebih luas dan matang. Kualitasnya juga jauh lebih baik karena kami memperhitungkan proses produksinya secara detail. Konsep musik ‘Bara dalam Lebam’ dibuat tematik dengan alur lagu yang silih berkaitan, seperti tiga album awal Metallica dan The Who ‘Tommy’. Namun intinya, saat proses kreatif berlangsung, kami bertekad ingin tetap mengusung semangat hardcore dan kegilaan punk, namun diwarnai kegelapan ala black/death metal klasik,” timpal gitaris Bobby Agung Prasetyo meyakinkan.
Karel, Bobby, bersama M. Zulyadri ‘Boy’ Rakhman (bass) dan M. Matin ‘Adul’ Mahran (dram) menggarap materi “Bara dalam Lebam” sejak Februari 2019 dan berlangsung hingga September 2019. Dari situ tahapan berlanjut ke eksekusi rekaman hingga November 2019 di Funhouse Studio. Sejurus kemudian, Taruk pun mulai memanasi skena lewat single pendobrak awal bertajuk “Mencekam”. Kengerian lagu berdurasi 4:20 menit ini digeber lewat entakan dram d-beat yang berpadu dengan bomb blast, raungan distorsi gitar ‘kotor’ berciri pedal efek Boss HM-2, bass yang bulat dan mengawang, serta vokal penggetar gendang telinga.
Selain sebagai single pembuka, “Mencekam” juga memang merupakan lagu awal yang diciptakan Taruk untuk album “Bara Dalam Lebam”, yang lantas menjadi semacam patron untuk lagu-lagu berikutnya. Menurut Bobby, ada semacam tanggung jawab agar mereka bisa menciptakan lagu selanjutnya dengan nuansa serupa. Konsep yang akhirnya sedikit banyak juga terwakili di lagu berjudul “Hilang” dan “Satire Keabadian”.
“‘Hilang’ lagunya panjang, megah, teatrikal, dan melibatkan instrumen biola. ‘Satire Keabadian’ jadi penutup sekaligus tembang gacoan kami, digarapnya juga cukup sulit baik dari segi musik dan lirik, tak menutup kemungkinan warna musik Taruk di album selanjutnya bakal banyak tersirat dari lagu terakhir ini,” urai Bobby sedikit mengalirkan bocoran.
“Lagu yang cukup sulit untuk digarap. ‘Satire Keabadian’ terdapat harmonisasi vokal latar yang cukup panjang,” ucap Boy menambahkan.
“Hilang” juga merupakan lagu favorit bagi Karel, sekaligus menyulitkan. Durasinya panjang, nuansanya lebar dan epik. Cukup merepotkan ketika lini vokal tidak bisa menyesuaikan. “Untung ada dramer (Adul) yang menyanyi di awal. Pastinya senang, punya satu lagu berirama epik crust seperti (band) Fall of Efrafa atau Agrimonia. Justru jadi pembeda di ‘Bara Dalam Lebam’.”
Tapi jika ingin lebih spesifik, di lagu yang berjudul “Sang Penyalak”, Karel mengaku menemukan ‘lawan berat’. Secara pribadi, ia sempat kesulitan untuk menyocokkan vokal dan musik. “Sebab, lagu tersebut memiliki lonjakan riff yang berhitung dan atmosfernya cukup chaotic. Tapi, di lain hal, lagu itu seru sekali. Suara ditantang lebih beringas, abrasif namun tetap harus menjaga ritme. Favorit!”
Lain lagi bagi Adul. Justru lagu “Mencekam”-lah yang membuatnya kerja keras. “Dari segi dram, saya memasukkan ketukan yang sering dibilang ‘blast beat’, dengan tempo yang lumayan membuat nafas jadi pendek.”
Sebelum melontarkan “Bara dalam Lebam”, Taruk yang terbentuk pada 2 Januari 2018 telah merilis single “Berapi-api” serta EP “Sumpal” pada Februari 2019, yang lantas disusul versi fisik rilisan label Soundvision pada Agustus 2019. (mdy/MK01)
Kredit foto: Meilda Amdza