FUSO Lantangkan EP “Basal Ganglia” yang Lebur Berbagai Elemen Rock

Bayangkan sebuah band yang setiap personelnya mendengarkan musik yang berbeda-beda sebagai referensi. Mulai dari band-band keras dari era 90-an yang berkisar pada paham alternative rock dan post-grunge seperti Kyuss, Soundgarden, Fu Manchu, Queen Of The Stone Age dan The Smashing Pumpkins yang rata-rata bercirikan sound fuzz yang unik hingga ke kombinasi musik dari Limp Bizkit, The Strokes, The Libertines, Motorhead, Suicidal Tendencies, The Hangover Decade, Superman Is Dead, Midland, Dead Kennedys serta pejuang-pejuang lokal macam Seringai dan Mooner.

Gambaran itulah yang membentuk karakter fuso, sebuah unit rock asal Tangerang yang baru saja melepas album mini (EP) debut bertajuk “Basal Ganglia”.

Bagi band yang diperkuat formasi Galung Isya Nukasvianta (vokal), Argo Selig (bass), Ivano Eknar (gitar), Ignas BC (gitar) dan London Mamora (dram) tersebut, “Basal Ganglia” yang beramunisikan empat lagu tersebut dibangun dari berbagai pengaruh musikal tadi, yang dilebur jadi satu. Mereka menawarkan dinamika dan nuansa yang berbeda di tiap lagunya.

Argo Selig, mewakili rekan-rekannya di band, mengakui jika konsep musik yang diterapkan di “Basal Ganglia” memang sulit dideskripsikan secara keseluruhan. Karena dinamika setiap lagunya lumayan berbeda-beda.

“Lagu ‘Basal Ganglia’ mungkin berasa banget stoner atau desert rock-nya, cuma di bagian menjelang akhir lagu juga progresinya kan kami ubah lagi tuh jadi lebih agresif ala-ala Motorhead. Kemudian di akhir lagu balik lagi ke stoner/doom. Lagu ‘Suar!’juga beda lagi, bisa dibilang lebih ke arah hardrock. Kalau lagu ‘Sura’ lebih ke alternative metal mungkin ya. Di bagian akhir lagu juga kami geser dinamikanya ke nuansa black metal. Lagu terakhir, ‘Pop Fiction’ lebih berasa garage rock-nya. Mungkin kalau secara sound baru bisa dideskripsikan sih, karena di EP ini kami berusaha menciptakan riff-riff yang heavy dengan balutan fuzz tebal dan vokal mengawang tapi masih terdengar marah. Ditambah gebukan dram dan bassline yang agresif,” urai Argo Selig kepada MUSIKERAS, mencoba memberi rincian

Mencatut dari istilah anatomi, penggunaan nama ‘Basal Ganglia’ menyiratkan bahwa dengan EP ini, fuso ingin mengelola pesan untuk disampaikan dan dikirimkan kepada siapa pun yang mendengarkan karya album mereka ini. Isi dari lirik lagu “Basal Ganglia” mengurai bahwa hal negatif yang diperoleh manusia ternyata lebih mudah merasuk ke dalam jiwa daripada hal positif. Sedangkan “Suar” bercerita tentang sesuatu hal di dalam jiwa dan pikiran namun tanpa kontrol kuat dari manusia. Ada pikiran-pikiran liar yang terus dibiarkan tumbuh dengan output yang terlalu barbar. Sebaliknya ada juga yang meredamnya dengan sangat hati-hati namun justru malah berbalik destruktif kepada diri. Di dua lagu lainnya, mengambil referensi dari budaya pop. “Sura” merupakan representasi ulang dari karakter Mosura dalam film “Godzilla”, sementara “Pop Fiction” merupakan surat cinta atau tribute kepada salah satu adegan yang diperankan Samuel L. Jackson di film “Pulp Fiction”. 

Saat merekam EP “Basal Ganglia”, para personel fuso tidak membutuhkan waktu lama dalam pengeksekusiannya. Dimulai di November 2020 dan cuma menghabiskan waktu selama dua hari di ERK Music Studio. Karena proses pembuatan keempat lagu dalam EP itu sendiri sudah dijalani pada periode September-November 2019 lalu.

.

.

“Jadi setelah rentang waktu itu kami sudah mulai mencari-cari secara visi sound-nya akan seperti apa. Saat rekaman pun, proses kreatifnya cuma ada perubahan kecil untuk di lagu ‘Basal Ganglia’. Riff di intro kami ubah supaya lebih keluar nuansa desert-nya. Kalau untuk dimainkan buat gue juga tidak begitu sulit, karena materi di EP ini lebih pengen nunjukin karakter musik kami berlima, yang dilebur jadi satu kesatuan. Jadi secara materi, EP ini tidak konseptual sama sekali. Mungkin di rilisan berikutnya kami baru mencoba konseptual. Karena di beberapa materi yang saat ini sedang kami garap, dinamika di tiap lagunya lebih bervariatif,” ujar Argo.

“Menurut gua sih sekalian creating chemistry dan saling kenal karakter ya, jadi benar-benar murni imajinasi dan kreasi setiap orang diaduk jadi satu, dan kayak udah jodoh. Semua proses dan ide diaduk jadi satu dan menurut gue kita semua langsung in click. Semua ada ciri dan part masing-masing. Alhamdulillah semua lancar dan kami rekaman dengan semangat,” seru Ivano menambahkan.

“Buat gue bebih ribet dimainin pas live-nya sih,” seru Ignas sambil tertawa, menimpali.

Karena sudah melewati masa persiapan yang cukup, jadi bisa dibilang fuso juga tak menemui kendala teknis saat penggarapannya. Kecuali kerepotan yang mereka ciptakan sendiri, dimana rekaman yang sebenarnya sudah dirampungkan pada September 2020 itu – termasuk tahapan mixing dan mastering – mereka putuskan diulang secara keseluruhan.

“Cuma sekitar dua minggu kemudian kami langsung jujur-jujuran satu sama lain kalau hasil rekamannya nggak memuaskan sama sekali. Akhirnya kami memutuskan buat rekaman ulang dan hasil rekaman di bulan September itu nggak terpakai sama sekali. Akhirnya diputuskan materi sesi rekaman di September buat jadi guide dan demo saja.”

“Basal Ganglia” sudah bisa dilantangkan sejak awal Desember lalu via Bandcamp, Soundcloud, Spotify, Apple Music dan Youtube. (mdy/MK01)

.

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
exentrix
Read More

EXENTRIX: Ajak Kembalikan Rock yang Teknikal

Walau kini hanya diperkuat dua personel, namun Exentrix masih menyimpan energi rock yang meledak-ledak, seperti yang tersalurkan di karya terbarunya.