Apa persamaan antara Overkill dengan Sepultura?
Mungkin tak banyak yang menyadari, jika kedua band metal senior ini, masing-masing kini diperkuat dua penggebuk dram dari generasi yang terbilang baru. Jason Bittner yang memperkuat formasi Overkill sebelumnya dikenal sebagai pemantik tempo di grup thrash metal modern, Shadows Fall. Jason juga dikenal sebagai dramer metal terbaik versi pilihan pembaca majalah Modern Drummer pada 2004 dan 2005 silam. Sementara Eloy Casagrande yang pertama kali bergabung di Sepultura pada November 2011 lalu saat ini baru berusia 32 tahun, dengan kemampuan teknikal yang brutal dan bertenaga.
Ibarat pesawat yang dibekali tenaga jet, kehadiran Jason dan Eloy inilah yang memberi dorongan kuat terhadap kinerja mesin Overkill dan Sepultura di panggung. Seperti yang mereka perlihatkan di hajatan megah Jogjarockarta Festival, yang berlangsung di Stadion Kridosono, Yogyakarta pada 30 September 2023 lalu.
Overkill mulai menyulut hawa panas di lapangan Kridosono yang berdebu, pada pukul 20:20 WIB. Monster thrash metal asal New Jersey, AS bentukan 1980 silam tersebut seperti memboyong suasana Pantai Timur Amerika ke tengah kota Yogyakarta. Panas, brutal, dan penuh energi! Mereka menerjang lewat 11 lagu yang menderu kencang, di antaranya seperti “Scorched”, “Electric Rattlesnake”, “Hello from the Gutter”, “The Surgeon”, “Ironbound” hingga “Fuck You” – nomor daur ulang milik band punk rock asal Inggris, The Subhumans – yang dijadikan penutup.
Nah, para personelnya yang rata-rata sudah berusia di atas 50 dan 60 tahun, malam itu menjadi terlihat agresif dan bertenaga. Sedikit banyak tentunya lantaran terprovokasi kestabilan tabuhan Jason Bittner, yang seolah tak ingin terjebak keterbatasan stamina para seniornya; Bobby ‘Blitz’ Ellsworth (vokal), Carlo ‘D.D.’ Verni (bass) dan Dave Linsk (gitar) yang berada di barisan depan.
Tapi kondisi sedikit berbeda diperlihatkan Sepultura. Derrick Green (vokal), Andreas Kisser (gitar) dan Paulo Jr. (bass) tidak bisa dipungkiri, terlihat masih segar dengan stamina yang meyakinkan. Dengan tambahan daya pacu yang beringas di balik perangkat dram membuat terjangan raksasa thrash metal asal Belo Horizonte, Brasil tersebut menjadi lebih bertaji.
Sebanyak 13 lagu dimuntahkan Sepultura malam itu, termasuk “Isolation”, “Agony of Defeat” dan “Means to an End” dari album terbaru, “Quadra” (2020), lalu “Territory”, “Kairos”, “Propaganda”, “Refuse/ Resist”, hingga lagu ikonik “Arise” dan “Roots Bloody Roots”. Konser ini juga menyisakan kenangan membanggakan, dimana Andreas Kisser dengan suka rela mengenakan kaus hitam berlogo Hai, majalah musik legendaris Tanah Air. Pada konser pertama Sepultura di Indonesia (Jakarta) pada1992 silam, Paulo Jr juga memakai kaus serupa, dan lebih dari tiga dekade kemudian, Andreas mengulang momen tersebut.






Malam itu, Stadion Kridosono, Yogyakarta juga sekaligus menjadi saksi penting dalam sejarah musik rock di Tanah Air. Selain berhasil mendatangkan Sepultura kembali ke Indonesia, lalu menghadirkan Overkill untuk pertama kalinya, juga berhasil membujuk pahlawan lokal legendaris, Slank untuk berkolaborasi dengan dua mantan personelnya yang ikonik, yakni Bongky Marcel Ismail dan Parlin Burman Siburian (Pay).
Reuni kecil itu disambut hangat dan penuh antusiasme penonton. Mereka seakan dibawa kembali ke masa muda, dengan repertoar yang tak asing lagi. Bongky dihadirkan di lagu “Bang Bang Tut” dan “Mawar Merah”, sementara Pay didaulat ke panggung untuk bermain gitar di lagu “Suit-Suit… He..He.. (Gadis Sexy)” dan “Maafkan”, yang membuat penampilan Slank dipenuhi aura nostalgia yang emosional. Formasi terkini Slank sendiri juga tampil cemerlang dengan menyerukan karya-karya terbaiknya macam “I Miss You But I Hate You”, “Mars Slankers”, “Tong Kosong” hingga “Virus”.
Sebelum Slank, tampil pula BIP, band yang diperkuat tiga mantan personel Slank, yakni Pay, Bongky dan kibordis Indra Qadarsih, plus mantan vokalis Plastik, Irfan ‘Ipang’ Lazuardy. Juga ada formasi Delusive Purity yang khusus dihadirkan untuk menggempur para metalhead lewat lagu-lagu thrash klasik milik band legendaris Tanah Air, Rotor. Sementara sebagai pembuka keseluruhan festival, dihadirkan pula Iron Voltage, talenta belia berbahaya asal Bandung, Jawa Barat yang juga menganut paham thrash metal gaya lama.
Ini semua menjadi pernyataan penting: bahwa Jogjarockarta masih tetap menjadi festival rock yang konsisten, plus mampu menghadirkan pertunjukan skala internasional dengan harga tiket yang terjangkau.
Sejak gerbang dibuka pada pukul 14.00 WIB, pelan tapi pasti, para penonton berdatangan dan membuat Kridosono didominasi kerumunan berbaju hitam. Tercatat lebih dari 6000 pasang mata yang datang dari seluruh Indonesia, memecah udara Yogyakarta lewat lolongan, acungan simbol devil’s horn hingga pusaran deras di mosh pit.
Anas S. Alimi, founder Rajawali Indonesia – penyelenggara Jogjarockarta – mengungkapkan rasa bahagianya karena bisa menghadirkan Sepultura kembali sekaligus memboyong Overkill untuk pertama kalinya ke Indonesia. Apalagi, pelaksanaan Jogjarockarta tahun ini juga berjalan lancar dengan dukungan seluruh pihak.
“Akhirnya setelah perjuangan panjang, Jogjarockarta bisa menghadirkan Sepultura dan Overkill, juga kolaborasi Slank dengan Pay dan Bongky. Saya juga senang Jogjarockarta bisa menampilkan Tribute to The Legend of Metal, Rotor yang dibawakan oleh Delusive Purity. Terima kasih juga kami sampaikan untuk BIP dan Iron Voltage yang menjadi bagian dari sejarah konser musik Jogjarockarta,” ujarnya semangat.
Sejauh ini, Jogjarockarta Festival sudah digelar sebanyak enam kali, dimulai pada 29 September 2017 lalu, yang menampilkan monster progressive metal, Dream Theater. Selanjutnya, pesta rock dan metal ini berturut-turut mendatangkan nama-nama cadas level dunia seperti Megadeth, Extreme, Whitesnake hingga Scorpions. (mdy/MK01)
Kredit foto: Dok. Rajawali Indonesia
.
Baca juga: