Dilatari keinginan untuk meneruskan tradisi musikalitas Kota Malang, Jawa Timur yang pernah menjadi barometer rock Indonesia, band ini dicetuskan kelahirannya pada September 2017. Tiga musisi yang menggagasnya, yakni gitaris Dwi Kusuma Wardhana, dramer Fandi Cahya Priyandika dan bassis M. Riyan Al Ghoni lalu sepakat mengibarkan bauran rock eksperimental dan metal yang progresif sebagai paham utamanya. Sementara untuk pemilihan Theatering sebagai nama band didasari kekaguman mereka terhadap monster prog-metal legendaris asal AS, Dream Theater.
Usai memperdengarkan tiga lagu rilisan tunggal, yaitu “Idealist” (2020), “Justice” (2021) dan “Risa” (2023), kini Theatering hadir dengan konsep musik yang lebih matang lewat album mini (EP) bertajuk “Kamuflase Realita”. Di sini, mereka menajamkan racikan rock yang dikolaborasikan dengan instrumentasi etnik.
“Ada beberapa lagu yang mengombinasikan antara instrumental Javanese etnik dengan tetap berpakem pada musik rock itu sendiri. Baik scale gitar atau pun nuansa solmisasi lagunya,” ujar pihak band kepada MUSIKERAS, menjelaskan.
Sementara untuk referensi musiknya, Theatering yang kini diperkuat formasi baru, yakni Dwi, Fandi, Andi Maryam Cintia Dewi (vokal/scream), Nadya Marcella (vokal/clean), Helly Andika Setya Bunda (bass) dan Rama Oktavianto (gitar) mengaku banyak mengadopsi pola musik dari band-band rock dunia seperti Trivium, Avenged Sevenfold, Disturbed, Angra serta tentunya, Dream Theater yang menjadi acuan utamanya.
Secara musikalitas, Theatering ingin mengabadikan serta mengingatkan bahwa sebagai pelaku musik rock, harus bangga sebagai musisi yang terlahir di bumi Nusantara yang kaya akan budaya, serta sebagai stimulan agar kita kembali melestarikan serta mencintai leluhur Nusantara yang digdaya dan telah teruji kejayaan serta keperkasaannya.
EP “Kamuflase Realita” sendiri digarap Theatering dalam kurun waktu kurang lebih setahun, yang dimulai pada November 2019. Eksekusi rekamannya murni dilakukan dengan memainkan instrumen asli, tanpa adanya isian instrumen yang ‘digambar’ menggunakan aplikasi. Rekamannya dilakukan di Theatering Music Studio, dengan mempercayakan Fandi untuk urusan teknisnya.
Dari lima lagu yang disuguhkan di EP, yaitu “Berdalil”, “DIT”, “Kamuflase”, “Freedom of Human Right” dan “Metafora”, Theatering menunjuk lagu yang disebut terakhir sebagai komposisi yang paling menantang saat rekaman. Alasannya, karena di sana ada isian solo gitar yang berdurasi 4-5 menit serta keepikan permainan dram yang konsisten dengan ketukan triplet pada geberan pedalnya.
“Sehingga ketika proses penggarapan membutuhkan berkali-kali retake (pengulangan rekaman) untuk menghasilkan musikalitas yang semaksimal mungkin,” ujar Theatering lagi terus-terang.
Tema yang digaungkan Theatering di “Kamuflase Realita” mendeskripsikan tentang banyaknya kesenjangan dan ketidaksesuaian antara kondisi nyata dan kondisi ideal dalam kehidupan, serta pola pikir para khalayak manusia akhir zaman yang hanya selalu ingin bertindak cepat (instan) tanpa menimbang dampak akan kemanfaatannya pada lingkungan sekitar.
Tiap lagu di “Kamuflase Realita” memiliki arti kesinambungan, dimana bahasa serta penyampaiannya dikemas secara sarkas dengan banyak menggunakan majas seperti metafora dan hiperbola. Selain untuk lebih menambah nilai seni dalam EP tersebut, juga dimaksudkan sebagai stimulasi alam bawah sadar setiap pendengarnya untuk selalu mencari tahu makna dari untaian kata yang didengar dari setiap lagunya.
“Kamuflase Realita” sudah diluncurkan sejak 21 Oktober 2023 via berbagai platform digital seperti Spotify, Apple Music dan YouTube Music. (mdy/MK01)
.