Setelah jeda sekitar lima tahun sejak merilis album debut “The Era of Destruction”, akhirnya pejuang progressive death metal asal Medan, Djin berhasil merilis sebuah karya rekaman baru, berupa single berbahaya bertajuk “Phase 2: Lucid Interception” via kanal YouTube resmi mereka.
Kali ini ada yang berbeda dari sudut pengolahan musik. Masih sarat akan manuver death metal yang ngeri, namun juga disertai penonjolan gaya permainan polyrhythm, groove, ambient serta harmonisasi dari varian permainan riff-nya. Lebih kompleks. Menurut gitaris David Salim, setelah “The Era Of Destruction”, banyak sekali referensi baru yang hinggap di kepala para personelnya. Mulai dari genre musik, band, solois maupun instrumentalis.
“Semuanya kami lahap tanpa kecuali. Kami ingin menambahkan sesuatu yang baru ke dalam gaya penulisan lagu kami, namun tetap ingin merasa nyaman untuk memainkannya. Banyak hal yang bisa kami kembangkan, terutama dari segi produksi. Kemudian penulisan materi lagu dan pemilihan ‘suara’ agar lebih dapat memunculkan apa yang ada di dalam benak kami tentang lagu-lagu yang ditulis. Dan yang paling penting, lagu yang kami buat itu dapat mewakili apa yang kami sukai. Dari pemikiran itu maka dipilihlah formula musik tadi,” urai David kepada MUSIKERAS, panjang lebar.
Tentang “Phase 2: Lucid Interception” sendiri sebenarnya merupakan satu dari sebuah kisah trilogi, dimana ketiganya bakal menjadi bagian di album terbaru. Pesan yang dituturkan di lagu tersebut dilatarbelakangi proses penyusupan ideologi dan kebiasaan-kebiasaan baru ke dalam kognitif manusia yang dilakukan oleh pemerintah. Para personel Djin, yakni David, Fuad Hasan (vokal), Chiko TM (bass) dan Achmad Nurdin Marja (dram) menganggap isu tersebut paling relevan dengan realitas dunia saat ini, khususnya terhadap masalah-masalah yang terjadi di Indonesia.
Djin menggarap proses rekaman “Phase 2: Lucid Interception” di beberapa studio berbeda. Khusus gitar dan bass direkam di IRIS Home Recording, Pematangsiantar, sementara untuk dram dan vokal masing-masing dieksekusi di Ganagi Studio dan Citra Studio. Keduanya berlokasi di Medan. Lalu, saat ini, mereka juga sudah memulai proses penggarapan materi-materi untuk album baru.
“Kami sudah menulis empat lagu penuh, dan ada banyak sekali riff yang sudah dibuat untuk menjadi dasar lagu-lagu berikutnya. Bisa dibilang penggarapan materinya sudah mencapai 70% namun tetap saja kami tidak ingin tergesa-gesa dalam penulisan materi kali ini. Kami ingin mempunyai waktu dan ruang kreasi yang bebas di album kedua ini.”
Rencananya, Djin akan merilis albumnya tahun depan – kemungkinan berjudul “HyperBrain” – via label rekaman independen asal Jakarta, Sepsis Records. Prosesnya terbilang lama dan lambat karena adanya beberapa faktor penghambat di tubuh Djin sendiri. Selain urusan keluarga dan pekerjaan sehari-hari di luar band, Djin juga menginginkan penggarapan materi yang lebih baik dibanding sebelumnya.
“Kesemuanya ini menjadi faktor melambatnya proses pengerjaan album ini. Namun, perlahan tapi pasti, hasil dari pengerjaan rekaman baru ini tampak semakin jelas. Semoga dapat kami hadirkan secepatnya untuk para pecinta death metal di mana saja,” cetus David menjanjikan.
Djin terbentuk pada pertengahan 2000an, yang digagas oleh David dan mengawalinya dengan genre deathcore. Baru pada 2009, bergeser ke arah proggresive death metal. Pada 2004, Djin sempat merekam tiga lagu, yang lantas dimuat di album split berjudul “Medan Death Conspiracy” bersama Foredoom dan Muntah Kawat, dirilis pada awal 2010. Setahun kemudian, dengan formasi baru, Djin mulai menyiapkan materi album perdana, “The Era of Destruction” yang lantas dirilis pada 2012 via Sepsis Records. (MK01)
.