Terlahir dalam hiruk-pikuk jalur pantai utara (pantura) yang dikelilingi hutan belantara dengan habitat satwa liar yang masih terjaga, serta balutan urban metafisika yang melegenda, membuat hunjaman kegelapan dalam musik Mindfulness begitu nyata. Nama band bentukan 2021 asal Alas Roban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah ini sendiri diartikan sebagai suatu proses untuk mencapai titik puncak kesadaran yang mengerucut pada kemurnian pikiran atau yang biasa disebut dengan istilah ‘meditasi’.
Latar belakang itulah yang lantas mendominasi proses kreatif saat band berpaham Blackened Crust/D-Beat yang diperkuat formasi Bayu Aji Pamungkas (vokal), Ahmad Arif Maulidy (gitar), Sulis Setiawan (gitar), Andriansyah Pratama (bass) dan Krisnawan ‘Septian’ Septianto (dram) tersebut menggodok materi album “Dua Sisi Mata Pisau”.
Karya rekaman yang menjadi sebuah analogi pola fikir, yang mendasari perspektif dengan sudut pandang yang berbeda. Seperti halnya teori relativisme dalam filsafat yang tidak mengakui nilai absolut atau kebenaran yang mengerucut pada pola subyektif tertentu. Lebih tepatnya adalah sebuah persepsi dalam menghadapi suatu polemik.
“Dua Sisi Mata Pisau” sendiri disesaki sebanyak delapan amunisi panas, plus dua komposisi “Intro” dan “Outro”. Lagu-lagu tersebut berjudul “Arogansi Dogmatis Religius”, “Manifesto Panturaw”, “War Mouth”, “Dua Sisi Mata Pisau”, “Setan”, “Penyamar!”, “Epistimologi Imajiner” dan “Manipulasi Isu”. Keseluruhan peracikan komposisi serta aransemennya sedikit banyak menyerap beberapa referensi, antara lain dari band-band dunia macam Baptists, Implore, Tragedy, The Black Dahlia Murder, Dödsrit, Full Of Hell, Tørsö hingga From Ashes Rise.
.
.
Lebih jauh tentang proses krestif penggarapan “Dua Sisi Mata Pisau”, simak tanya-jawab singkat MUSIKERAS dengan Mindfulness berikut ini:
Bagaimana proses kreatif saat merekam album “Dua Sisi Mata Pisau”? Berapa lama prosesnya?
Proses pengerjaan album sendiri dimulai dari awal tahun 2021, tepatnya pada masa pandemi. Dengan segala keterbatasan, kami berniat memanfaatkan banyak waktu luang untuk lebih produktif yaitu dengan cara membuat karya. Pada awal proses kreatif tersebut kami tidak menggunakan metode jamming bareng atau ngulik bareng dalam studio seperti pada umumnya, dikarenakan bertepatan dengan masa pandemi. Masing-masing personel tidak bisa bertemu secara langsung, kecuali Bayu dan Septian yang masih dalam satu daerah yang sama, maka dari itu keduanya berinisiatif membuat sekaligus merekam beberapa guide materi dengan harapan ketika berkumpul sudah siap untuk diaransemen.
Keunikan dari prosesnya yaitu kami nekat berkumpul, latihan ngulik bareng di studio ketika empat materi guide sudah selesai direkam. Tetapi setelah melewati masa inkubasi pasca ngulik bareng di studio, kami merasa empat materi guide tersebut belum sesuai dengan konsep dan visi misi band. Akhirnya kami mengubah total konsep guide tersebut, mulai dari sound sampai ke tuning yang awalnya menggunakan Drop D kami ubah menjadi Drop B agar terdengar berbeda dibanding band sejenis pada umumnya.
Setelah konsep dipatenkan untuk mengefisiensi waktu kami melakukan workshop selama dua minggu dengan yang awalnya empat track (berkembang) menjadi 10 track. Seminggu pasca workshop materi, kami memutuskan untuk merekam 10 track tersebut. Proses rekaman album ‘Dua Sisi Mata Pisau’ memakan waktu kurang lebih enam bulan, direkam, mixing dan mastering secara DIY oleh dramer kami Septian di Famous Record, studio rekaman rumahan miliknya. Dan pada akhirnya, lahirlah album ‘Dua Sisi Mata Pisau’ sebagai album debut Mindfulness.
Dari segi musikal, bagaimana kalian mendeskripsikan konsep D-Beat Neo Crust yang diterapkan di album “Dua Sisi Mata Pisau”?
Deskripsi genre atau konsep D-Beat Neo Crust terlihat dari (terapan) ketukan dram ala band Dicharge yang sering disebut sebagai D-Beat atau Discharge Beat. Sedangkan neo crust, kami mengusung tema tentang tragedi dan kekelaman sebagaimana sebuah respon dari lirik dan tema yang kami angkat perihal ketimpangan sosial dan juga pola pikir yang kami anggap kurang tepat dalam menghadapi polemik di sekitarnya.
Suatu hal yang berbeda dari kami yaitu menyajikan aransemen musik yang tidak terlalu dominan pada sebuah genre tertentu. Dalam arti kami memberikan persembahan materi dengan menyampur-adukkan beberapa genre seperti hardcore punk, black metal, crust, metalcore, grindcore dan atmospheric black metal. Di sisi lain, kami menggunakan tuning Drop B, dimana tunnig tersebut belum pernah dipakai pada band dengan genre serupa.
Dari 10 track yang kalian suguhkan, manakah yang paling menantang secara teknis saat mengeksekusi rekamannya?
Untuk materi yang paling menantang dalam proses eksekusi adalah track ‘Penyamar’, karena secara konsep aransemen musiknya yang paling banyak menyampur-adukkan beberapa genre, mulai dari ketukan dram yang sering berubah-ubah sampai dengan progresi kord yang cepat, dengan notasi gelap serta karakter vokal yang terlihat lebih metalcore, membuat proses pengerjaanya membutuhkan masa inkubasi yang cukup lama untuk mematenkannya.
Setelah perilisan album “Dua Sisi Mata Pisau”, apa rencana Mindfulness berikutnya?
Saat ini kami sedang proses kontrak dengan salah satu label rekaman untuk perilisan album versi CD. Selain itu, kami juga sedang berprogres menyiapkan agenda pre-tour sebagai salah satu bentuk promo album ‘Dua Sisi Mata Pisau’.
Album “Dua Sisi Mata Pisau” sendiri sebenarnya sudah diedarkan via Todeath Records sejak 13 Juni 2023 lalu, namun hanya dalam format kaset pita dan dalam jumlah terbatas. (mdy/MK01)
.
.