RED VOQUS: Gelap, Depresif, tapi Bukan Pasrah

Lagu suram terbaru Red Voqus, “Broken Dolls” adalah sebuah seruan perlawanan bagi mereka yang selama ini bungkam dalam kesakitan.
red voqus

Red Voqus telah melampiaskan lagu rilisan tunggal terbarunya yang berjudul “Broken Dolls”, sebuah lagu emosional yang menyerukan perlawanan terhadap perundungan (bullying) dan mengangkat tema tentang transformasi dari korban menjadi sosok yang berani melawan.

Bagi unit grunge asal Jakarta ini, “Broken Dolls” menggambarkan perjalanan batin seseorang yang selama ini dianggap lemah, rusak, dan tak berdaya — seperti “boneka Tuhan yang patah” — namun akhirnya menemukan kekuatan dalam dirinya untuk bangkit dan melawan.

Dengan riff berat, atmosfer suram namun penuh emosi, dan lirik yang tajam, “Broken Dolls” dihadirkan sebagai lagu kebangsaan pemberontakan dalam sunyi, cocok untuk siapa pun yang pernah merasa tak didengar atau tak dihargai.

“Kami ingin lagu ini menjadi suara bagi mereka yang pernah merasa tertindas, diremehkan, atau dilukai. Kita semua pernah berada di titik paling rendah, dan dari sanalah kekuatan sejati bisa muncul,” ujar vokalis dan gitaris, Khalid Jaladian (Alit).

“Broken Dolls” sendiri sebenarnya sudah dilahirkan sejak 2018 silam. Ditulis oleh Alit, namun masih dalam format instrumental kala itu. 

Kepada MUSIKERAS, Red Voqus menyebut inspirasi lagunya kurang lebih datang dari lagu “Sludge Factory” milik monster grunge asal AS, Alice In Chains. Namun ritmiknya dibuat lebih bermain.

“Namun kami ingin nuansa lagu ini punya kesan ‘major’ di (bagian) chorus agar terasa seperti penghiburan terhadap diri sendiri,” ujar mereka menegaskan.

Berangsur-angsur digarap bersama formasi terkini Red Voqus, yang juga diperkuat gitaris Gian Alexander Van Den Bos (Gian), dramer Noah Vincent Van Den Bos (Dicoy) dan bassis Jordanio Maxmilian Hutapea (Wino).

Lirik dipantik oleh Gian sebagai bentuk perlawanan terhadap bullying. Tapi baru benar-benar rembuk dirampungkan pada akhir 2022 lalu. Rekaman isian dram dieksekusi di Benji Studio, Bekasi. Sementara sisanya dirampungkan di studio mereka sendiri, di kawasan Cirendeu, Jakarta Selatan.

red voqus

Alice in Chains dan Soundgarden disebut para personel Red Voqus sebagai acuan utama di penggarapan musik mereka. Alasannya, kedua band besar dari era rock 90-an tersebut mereka anggap ada kesamaan misi secara musikal dengan Red Voqus.

“Mungkin yang kami suka dari dua band tersebut yaitu ‘heavy’ dan ‘dark’. Depresif namun overcome. Bukan pasrah. Dan memang dari pengalaman yang kami rasakan, kami merasa lebih relate ke musik maupun lirik dengan kedua band tersebut.”

Sejumlah kendala sebenarnya mewarnai perjalanan produksi lagu baru Red Voqus ini. Terutama dengan adanya situasi yang menyudutkan kondisi ekonomi band mereka.

“Kami memutuskan untuk merekam gitar dan bass secara direct, yang mana ini berlawanan dengan treatment produksi pada musik era 90-an pada umumnya. Namun pesan adalah pesan,” cetus mereka beralasan. 

Sebelum “Broken Dolls”, Red Voqus yang terbentuk pada 2016 silam ini sudah pernah merilis beberapa lagu lepas, termasuk “Blind Woman Tears” dan “Nothing Is Silence” pada 2018, lalu “Sanctuary” (2019) serta “Heresy” (2020). 

Lagu-lagu mereka dikenal akan perpaduan garukan gitar yang kuat, ritme dram yang energik serta raungan vokal yang emosional. Red Voqus menciptakan pengalaman mendalam bagi pendengarnya, dan terus berkomitmen untuk mengeksplorasi dan mengembangkan musik rock di Indonesia.

Kini, pasca kelahiran “Broken Dolls”, Red Voqus telah menyiapkan pelepasan sebuah album penuh. Sejauh ini, penggarapannya telah dirampungkan.

Sambil menunggu, silakan geber “Broken Dolls” via berbagai gerai digital streaming seperti Spotify, Apple Music dan YouTube Music. (mdy/MK01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts
exentrix
Read More

EXENTRIX: Ajak Kembalikan Rock yang Teknikal

Walau kini hanya diperkuat dua personel, namun Exentrix masih menyimpan energi rock yang meledak-ledak, seperti yang tersalurkan di karya terbarunya.