Dengan duka cita yang mendalam, pihak manajemen Seringai mengonfirmasikan bahwa Ricardo Bisuk Juara Siahaan, atau yang lebih dikenal sebagai Ricky Siahaan, telah menghembuskan nafas terakhirnya pada Sabtu, 19 April 2025 pukul 21.30 di Tokyo, Jepang, di usia 48 tahun.
Berdasarkan keterangan resmi tim medis setempat, salah satu pendiri, gitaris, dan penulis lagu Seringai tersebut mengalami serangan jantung. Ricky tak sadarkan diri setelah tampil bersama Seringai di panggung Gekiko Fest, sebagai bagian dari rangkaian Wolves of East Asia Tour 2025 di Taiwan dan Jepang.
Sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada sosok penting dalam sejarah dan perjalanan band ini, manajemen bersama keluarga, dengan dukungan penuh dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo, telah menyusun rencana repatriasi jenazah Ricky Siahaan ke Indonesia, yang dijadwalkan tiba di Tanah Air pada Kamis petang (24 April 2025).
Para keluarga besar, sahabat, kolega, media, serta teman-teman Serigala Militia dapat memberikan penghormatan terakhir kepada sang musisi pada acara persemayaman di Rumah Duka Sentosa RSPAD, Jl. Dr. Abdul Rahman Saleh No. 24, Senen, Jakarta Pusat pada Jumat, 25 April 2025.
Setelah itu, jenazah akan diberangkatkan ke pemakamannya di San Diego Hills Memorial Park, Karawang Barat pada Sabtu, 26 April 2025.
Bibit Rocker
Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, mendiang Ricky Siahaan sudah mulai menggemari band-band hard rock dan heavy metal seperti Mötley Crüe, Iron Maiden dan Metallica, yang ia tonton dari kompilasi video musik.
Mick Mars (Mötley Crüe) adalah satu dari sekian banyak gitaris favorit Ricky pada awalnya, yang membuat dirinya jatuh cinta kepada musik dan gitar, saat duduk di bangku kelas 4 SD.
Tapi Ricky Siahaan sendiri baru belajar gitar saat menginjak sekolah menengah karena melihat teman-temannya yang membawa gitar ke sekolah dan dikelilingi lawan jenis.
Hasrat menjadi musisi mulai mengemuka ketika Ricky mendengarkan album debut Metallica yang berjudul “Kill ‘Em All”, dimana ia merasa terhipnotis dengan karya-karya yang baginya sangat laki-laki di album tersebut.
Barisan trek seperti “Whiplash”, “Metal Millitia”, “Jump In The Fire”, “Hit The Lights” hingga “Phantom Lord”, meyakinkan dirinya untuk menyulutkan api niatnya belajar gitar. Apa lagi setelah lagu “Seek and Destroy” pertama kali ia dengar dan terekam di memorinya hingga hari ini, yang menjadi anthem baginya.
“Kepuasan gua menjadi gitaris Seringai (adalah) saat manggung sama persis ketika menonton langsung konser band metal kesukaan kita. Gua dari awal menjadi pemain band karena pada dasarnya gua adalah pendengar musiknya,” tutur Ricky Siahaan, dikutip dari wawancaranya dengan majalah GitarPlus.
Pada 1995, Ricky membentuk band bernama Chapter 69 bersama Deddy Mahendra Desta dan Cliff Rompies, dua teman sekolahnya di SMA Negeri 68, Jakarta. Dua musisi yang kelak tergabung di band retro pop Clubeighties.
Mereka membawakan lagu-lagu The Smashing Pumpkins dan Ratcat, dan dari sinilah Ricky mulai bergaul dengan berbagai band dan komunitas yang kerap berkumpul di Poster Café, Jakarta.
Salah satu band yang paling dikagumi Ricky dari masa itu adalah Puppen, band hardcore asal Bandung yang ia nilai memiliki tingkat profesionalisme dari segi produksi panggung yang lebih tinggi dibanding band-band kancah bawah tanah pada umumnya.

Bergabung di Stepforward
Ricky sempat singgah di band hardcore bernama Buried Alive, namun kemudian pada 1999 ia ditawari bergabung sebagai gitaris di Stepforward. Unit hardcore lain yang juga dikagumi Ricky dari era Poster Cafe.
Terinspirasi Puppen, Ricky berupaya untuk ikut membuat Stepforward lebih profesional dari segi produksi panggung dan manajemen. Bersama band ini, sebuah album bertajuk “Stories of Undying Hope” dirilis pada 2001.
Tapi bisa dibilang, Stepforward tidak terlalu aktif di berbagai pentas. Hanya sekali-sekali muncul untuk tampil di festival-festival besar seperti Java Rockin’ Land pada 2011, Rock In Celebes (2016) serta Synchronize Festival (2019).
Tapi dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-25, Stepforward sempat melepas rilisan berformat piringan hitam berisi dua lagu, yakni “Solitaire” dan “Saksi Imaji”.
Setelah bergabung di Stepforward, Ricky menjadi akrab dengan Arian Arifin (Arian13), vokalis Puppen yang juga berteman baik dengan Jill Van Diest, vokalis Stepforward.
Keduanya merasa cocok lantaran sama-sama memiliki selera musik yang luas. Sejak itu, tiap kali Arian berkunjung ke Jakarta, ia biasanya menginap di rumah Ricky yang menjemputnya di Stasiun Gambir. Sebaliknya, tatkala Ricky berkunjung ke Bandung untuk mengedarkan kaset album Stepforward, ia menginap di rumah Arian yang membantunya berkeliling ke toko-toko yang akan menjual kasetnya.
Puppen Bubar, Lahirkan Seringai
Setelah Puppen bubar pada 2002, Arian pindah ke Jakarta untuk bermukim dan bekerja. Ricky dan Arian pun memiliki ide untuk membuat band baru yang musiknya berbeda dari apa yang pernah mereka buat sebelumnya.
Bersama gitaris Adhitya Ardinugraha dari Pure Saturday, bassis Regina Citra Arini dari Traxap serta dramer Edy Khemod, mereka membentuk Derai, dimana musiknya terinspirasi At the Drive-In, Texas is the Reason dan Kiss It Goodbye. Edy Khemod dan Arian sendiri sempat tergabung di band berumur pendek bernama Aparat Mati, menjelang bubarnya Puppen.
Derai tidak berusia panjang, lantaran Ricky dan Arian merasa bahwa musik yang sedang mereka buat tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Lalu ketika memainkan lagu-lagu Black Sabbath dan Black Flag untuk bersenang-senang, barulah mereka menemukan konsep band yang cocok.
Maka lahirlah Seringai, dengan tetap melibatkan Edy Khemod, ditambah Toan Sirait pada bass yang kemudian digantikan oleh Sammy Bramantyo.
Seringai pun menjadi salah satu dari gelombang baru skena independen Jakarta yang turut meramaikan bar yang bernama BB’sdan kemudian didokumentasikan melalui kompilasi “JKT:SKRG” yang dirilis pada Juni 2004.
Dengan Ricky sebagai gitaris, komposer dan produser, Seringai telah menghasilkan satu mini-album (EP) berjudul “High Octane Rock” (2004), serta tiga album penuh, yakni “Serigala Militia” (2007), “Taring” (2012) dan “Seperti Api” (2018).
Selain tampil di berbagai kota dan pulau di Indonesia, Seringai juga pernah diundang untuk bermain di Malaysia, Singapura dan Jepang. Seringai bahkan pernah menjadi band pembuka di konser idola masa kecil Ricky, yakni Metallica, ketika monster metal dunia tersebut menggelar konser di Gelora Bung Karno, Jakarta pada 25 Agustus 2013.
Tidak hanya Seringai, Ricky Siahaan juga memproduseri album perdana “Nodus Tollens” milik Amerta, band post-metal asal Jakarta. Ricky tidak hanya dikenal sebagai musisi andal, namun juga sebagai jurnalis musik senior di beberapa media populer. Dari Radio MTV On Sky (lalu berganti nama menjadi Trax FM), Rolling Stone Indonesia dan terakhir bekerja sebagai CEO di Whiteboard Journal sejak 2023.
Selamat beristirahat dengan tenang, meister. Riff-riff distorsi maksimalmu meraung di keabadian, selalu dan selamanya! (bimo/mudya/MK)
Foto utama: Dok. Antara Suara
 
			 
												 
												 
												 
												 
				 
						 
						 
						 
						
Ricky Siahaan juga merupakan pionir berdirinya band Deadsquad